Semarang (Antaranews Jateng) - Media massa pada masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 harus bersikap netral dalam pemberitaan supaya nilai-nilai pilar demokrasi tetap terjaga, kata dosen komunikasi politik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang Suryanto.

    Suryanto, S.Sos., M.Si. di Semarang, Selasa pagi, mengatakan bahwa media massa harus menampilkan realitas objektif, bukan realitas semu yang bertentangan dengan perilaku manusia.

    Menurut dia, realitas semu merupakan ketidakmurnian doktrin ideologi, kebodohan intelektual, ketidakadilan, tirani, pengkhianatan, kebohongan, dan bahkan dipakai untuk agitasi makar terhadap pemerintah yang berdaulat.

    Jika melakukan hal itu secara kontinu, menurut dia, media massa telah melakukan pendidikan politik dan komunikasi politik yang salah arah, bahkan bisa dikatakan kegagalan media massa sebagai pilar demokrasi.

    "Padahal, media massa sangat besar perannya dalam mendidik rakyat dan membangun demokrasi," kata Suryanto.

    Suryanto  juga meminta media massa tidak berpihak pada pemilik media, pemilik modal, dan "framing" (bingkai) ideologi tertentu, tetapi menghargai dan menghormati kebinekaan tunggal ika berbangsa dan bernegara.

    Ketika menyinggung soal demokrasi, Suryanto mengatakan bahwa ruang lingkup demokrasi memberikan kepada manusia kebebasan berpendapat, menilai, dan menentukan pilihan disertai tanggung jawab dan risiko politik, baik secara struktural politik maupun kultural.

    Tanggung jawab risiko kultural politik, kata dia, pemilih akan mendapatkan manusia dipilih yang akan mengeluarkan program kebijakan sesuai dengan kapasitas dan kualitas pemilih dan yang dipilihnya.

    Suryanto lantas menjelaskan apa yang dimaksud dengan tanggung jawab politik, yakni manusia akan berada di lingkaran pejabat akan memproduksi (mengeluarkan) keputusan kebijakan yang kualitas dan tidaknya sesuai dengan kebutuhan rakyat keseluruhan.

Pewarta : Kliwon
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024