Solo (Antaranews Jateng) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia akan meningkatkan jumlah unit usaha skala menengah yang ada di dalam negeri.
"Saat ini dari sekitar 59 juta unit UMKM di Indonesia, baru sekitar 16.000 di antaranya yang termasuk di kelompok unit usaha menengah," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM Muhammad Lutfi pada Rapat Kerja Wilayah Tengah Bidang UMKMKop Jawa-Bali dengan tema "Peningkatan Daya Saing UMKM Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0" di Solo, Minggu.
Melihat masih rendahnya jumlah unit usaha menengah, dikatakannya, dalam kurun waktu lima tahun mendatang Kadin akan menambah jumlah tersebut menjadi 32.000 unit usaha.
Terkait hal itu, pihaknya akan melakukan sejumlah langkah, mulai dari mengupayakan kemudahan perizinan kepada UMKM hingga memudahkan akses pendanaan.
"Mengenai perizinan ini UMKM harus punya perizinan yang pasti dan jelas, salah satunya dengan OSS (online single submission)," katanya.
Ia mengakui OSS tersebut sejauh ini belum berjalan secara efektif. Oleh karena itu, Kadin akan membantu memberikan masukan kepada pemerintah agar perizinan untuk UMKM menjadi mudah, jelas, dan transparan.
"Yang utama adalah memudahkan UMKM bisa tumbuh dari skala mikro ke kecil dan skala kecil ke menengah," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengingatkan kepada para pelaku usaha agar mengikuti aturan standarisasi, seperti misalnya untuk industri makanan dan minuman maka harus ada izin edar yang dikeluarkan oleh Badan POM.
"Sedangkan untuk industri kecil dan menengah harus ada SNI yang menjadi syarat mutlak kompetensi di skala global," katanya.
Sementara itu mengenai pendanaan, dikatakannya, merupakan hal yang sangat penting mengingat banyaknya tantangan di zaman yang serba baru.
"Di zaman baru maka harus diselesaikan dengan hal yang baru juga. Untuk memudahkan akses pendanaan UMKM, kami melihat teknologi finansial cukup berpotensi melakukannya," katanya.
Ia mengakui teknologi finansial menerapkan bunga yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan lembaga keuangan yang lain.
"Terkait hal ini kami terbuka oleh terobosan-terobosan. Pada dasarnya kami ingin bunga semurah mungkin dan akses semudah mungkin. Meski demikian, untuk memperoleh tambahan modal, pelaku usaha cenderung memilih yang mudah dapat uang meski bunga tinggi daripada dikatakan bahwa bunga rendah tetapi aksesnya sulit," katanya.
"Saat ini dari sekitar 59 juta unit UMKM di Indonesia, baru sekitar 16.000 di antaranya yang termasuk di kelompok unit usaha menengah," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM Muhammad Lutfi pada Rapat Kerja Wilayah Tengah Bidang UMKMKop Jawa-Bali dengan tema "Peningkatan Daya Saing UMKM Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0" di Solo, Minggu.
Melihat masih rendahnya jumlah unit usaha menengah, dikatakannya, dalam kurun waktu lima tahun mendatang Kadin akan menambah jumlah tersebut menjadi 32.000 unit usaha.
Terkait hal itu, pihaknya akan melakukan sejumlah langkah, mulai dari mengupayakan kemudahan perizinan kepada UMKM hingga memudahkan akses pendanaan.
"Mengenai perizinan ini UMKM harus punya perizinan yang pasti dan jelas, salah satunya dengan OSS (online single submission)," katanya.
Ia mengakui OSS tersebut sejauh ini belum berjalan secara efektif. Oleh karena itu, Kadin akan membantu memberikan masukan kepada pemerintah agar perizinan untuk UMKM menjadi mudah, jelas, dan transparan.
"Yang utama adalah memudahkan UMKM bisa tumbuh dari skala mikro ke kecil dan skala kecil ke menengah," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengingatkan kepada para pelaku usaha agar mengikuti aturan standarisasi, seperti misalnya untuk industri makanan dan minuman maka harus ada izin edar yang dikeluarkan oleh Badan POM.
"Sedangkan untuk industri kecil dan menengah harus ada SNI yang menjadi syarat mutlak kompetensi di skala global," katanya.
Sementara itu mengenai pendanaan, dikatakannya, merupakan hal yang sangat penting mengingat banyaknya tantangan di zaman yang serba baru.
"Di zaman baru maka harus diselesaikan dengan hal yang baru juga. Untuk memudahkan akses pendanaan UMKM, kami melihat teknologi finansial cukup berpotensi melakukannya," katanya.
Ia mengakui teknologi finansial menerapkan bunga yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan lembaga keuangan yang lain.
"Terkait hal ini kami terbuka oleh terobosan-terobosan. Pada dasarnya kami ingin bunga semurah mungkin dan akses semudah mungkin. Meski demikian, untuk memperoleh tambahan modal, pelaku usaha cenderung memilih yang mudah dapat uang meski bunga tinggi daripada dikatakan bahwa bunga rendah tetapi aksesnya sulit," katanya.