Semarang (Antaranews Jateng) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jawa Tengah dan DIY terus mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah salah satunya bersama industri jasa keuangan serta Forum Studi Ekonomi dan Hukum Islam (Forshei) menyelenggarakan kegiatan Islamic Financial Challenge (IFC) Regional Jawa Tengah dan DIY 2018.
Bertempat di Kantor OJK Regional 3 Jateng dan DIY, acara yang mengusung tema Mewujudkan Jawa Tengah dan DIY sebagai Poros Pertumbuhan Ekonomi dan Keuangan Syariah tersebut dihadiri Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin dan menghadirkan narasumber dari Direktur Bisnis Ritail dan Keuangan Syariah Bank Jateng Hanawijaya, Pimpinan Wilayah Pegadaian XI Semarang Mulyono, Wakil Ketua MUI Jateng Ahmad Rofiq, dan Analis Eksekutif Spesialis Review Kebijakan dan Standar Internasional Direktorat Pengawasan Perbankan Syariah OJK Luci Irawati.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Aman Santosa mengatakan bahwa OJK memiliki peran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah yakni selain tugas utama melakukan pegawasan agar bank syariah tetap sehat, OJK juga mendorong agar bank syariah lebih dikenal dan dimanfaatkan masyarakat.
Berdasarkan hasil survei literasi yang dilakukan OJK pada tahun 2016, lanjut Aman, menunjukkan tingkat literasi atau pemahaman dan tingkat inklusi atau pemanfaatan masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan syariah masih rendah.
Hal tersebut ditunjukkan dengan indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 8,11 persen dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 11,06 persen, sementara indeks literasi keuangan konvensional mencapai 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82 persen.
"Kami juga mendorong perbankan syariah dapat mengembangkan produknya menjadi semakin beragam, variatif, dan pas sesuai kebutuhan masyarakat, karena minat masyarakat terhadap syariah semakin meningkat," kata Aman.
Dalam kesempatan tersebut Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin juga mengakui bahwa saat ini masyarakat sudah mulai tertarik dengan bank syariah dan Pemprov Jateng sangat mendorong tumbuhnya ekonomi dan keuangan syariah.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah tersebut, lanjut Taj Yasin, harus diimbangi dengan penyediaan sumber daya manusia (SDM) pelaksana yang berkualitas, sarana prasarana pendukung yang memadai, serta adanya edukasi serta diseminasi berkelanjutan.
Menurutnya pengembangan industri keuangan syariah tidak hanya tanggung jawab pemerintah maupun lembaga keuangan syariah, tetapi juga diperlukan sinergi dan integrasi semua pihak termasuk ulama, otoritas moneter dan lembaga keuangan, dunia usaha, akademisi, serta stakeholder terkait.
Aman Santosa berharap dengan terselenggaranya kegiatan IFC Regional Jateng dan DIY 2018 yang diikuti para pimpinan Industri Jasa Keuangan, akademisi, mahasiswa, dan nasabah industri jasa keuangan, dapat meningkatkan tingkat literasi dan inklusi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan keuangan syariah di Jawa Tengah dan DIY.
Aman mengakui perkembangan perbankan syariah di Jateng dan DIY mengalami peningkatan, per September 2018 secara YoY untuk aset meningkat sebesar 9,63 persen dari Rp28,67 triliun menjadi Rp31,44 triliun, pembiayaan meningkat sebesar 19,07 persen dari Rp19,26 triliun menjadi Rp22,94 triliun dan DPK meningkat sebesar 7,45 persen dari Rp21,40 triliun menjadi Rp22,99 triliun.
Bertempat di Kantor OJK Regional 3 Jateng dan DIY, acara yang mengusung tema Mewujudkan Jawa Tengah dan DIY sebagai Poros Pertumbuhan Ekonomi dan Keuangan Syariah tersebut dihadiri Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin dan menghadirkan narasumber dari Direktur Bisnis Ritail dan Keuangan Syariah Bank Jateng Hanawijaya, Pimpinan Wilayah Pegadaian XI Semarang Mulyono, Wakil Ketua MUI Jateng Ahmad Rofiq, dan Analis Eksekutif Spesialis Review Kebijakan dan Standar Internasional Direktorat Pengawasan Perbankan Syariah OJK Luci Irawati.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Aman Santosa mengatakan bahwa OJK memiliki peran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah yakni selain tugas utama melakukan pegawasan agar bank syariah tetap sehat, OJK juga mendorong agar bank syariah lebih dikenal dan dimanfaatkan masyarakat.
Berdasarkan hasil survei literasi yang dilakukan OJK pada tahun 2016, lanjut Aman, menunjukkan tingkat literasi atau pemahaman dan tingkat inklusi atau pemanfaatan masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan syariah masih rendah.
Hal tersebut ditunjukkan dengan indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 8,11 persen dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 11,06 persen, sementara indeks literasi keuangan konvensional mencapai 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82 persen.
"Kami juga mendorong perbankan syariah dapat mengembangkan produknya menjadi semakin beragam, variatif, dan pas sesuai kebutuhan masyarakat, karena minat masyarakat terhadap syariah semakin meningkat," kata Aman.
Dalam kesempatan tersebut Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin juga mengakui bahwa saat ini masyarakat sudah mulai tertarik dengan bank syariah dan Pemprov Jateng sangat mendorong tumbuhnya ekonomi dan keuangan syariah.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah tersebut, lanjut Taj Yasin, harus diimbangi dengan penyediaan sumber daya manusia (SDM) pelaksana yang berkualitas, sarana prasarana pendukung yang memadai, serta adanya edukasi serta diseminasi berkelanjutan.
Menurutnya pengembangan industri keuangan syariah tidak hanya tanggung jawab pemerintah maupun lembaga keuangan syariah, tetapi juga diperlukan sinergi dan integrasi semua pihak termasuk ulama, otoritas moneter dan lembaga keuangan, dunia usaha, akademisi, serta stakeholder terkait.
Aman Santosa berharap dengan terselenggaranya kegiatan IFC Regional Jateng dan DIY 2018 yang diikuti para pimpinan Industri Jasa Keuangan, akademisi, mahasiswa, dan nasabah industri jasa keuangan, dapat meningkatkan tingkat literasi dan inklusi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan keuangan syariah di Jawa Tengah dan DIY.
Aman mengakui perkembangan perbankan syariah di Jateng dan DIY mengalami peningkatan, per September 2018 secara YoY untuk aset meningkat sebesar 9,63 persen dari Rp28,67 triliun menjadi Rp31,44 triliun, pembiayaan meningkat sebesar 19,07 persen dari Rp19,26 triliun menjadi Rp22,94 triliun dan DPK meningkat sebesar 7,45 persen dari Rp21,40 triliun menjadi Rp22,99 triliun.