Pati (Antaranews Jateng) - Sejumlah nelayan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, sejak beberapa bulan terakhir minim tangkapan karena setiap melaut tidak mendapatkan jumlah ikan yang memadai menyusul cuaca yang belum menentu.
"Musim sekarang termasuk musim peralihan dari angin timur menuju barat. Terkadang di tengah laut terjadi ombak tinggi, kemudian reda," kata salah seorang nelayan Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Suroto, di Pati, Minggu.
Kondisi seperti itu, kata dia, selalu terulang dan sejak beberapa bulan terakhir hasil tangkapan ikan juga tidak menentu.
Termasuk dua hari terakhir ini juga mendapatkan hasil minim karena ikan yang ditangkap hanya laku Rp20.000, sedangkan sehari sebelumnya justru pulang tanpa hasil.
"Uang hasil tangkapan tersebut masih harus dibagi berdua karena setiap melaut membutuhkan dua orang," ujarnya.
Setiap melaut tanpa mendapatkan hasil tangkapan maka nelayan menanggung kerugian hingga Rp50.000 karena biaya operasional setiap melaut untuk jarak sedang, belum termasuk tenaga selama melaut.
Meskipun beberapa kali tidak mendapatkan hasil tangkapan, dia mencoba melaut mulai dini hari pukul 02.00 WIB, namun tetap tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
Ia memperkirakan hasil tangkapan nelayan akan kembali normal ketika memasuki musim baratan yang ditandai dengan gelombang tinggi.
Meskipun memasuki musim baratan, kata dia, khusus wilayah tangkapan nelayan di Kecamatan Tayu dan sekitarnya justru aman dari gelombang tinggi, berbeda dengan nelayan tetangga di Kabupaten Jepara justru tidak bisa melaut.
Pengalaman musim baratan sebelumnya, hasil tangkapan ikan selama melaut bisa mencapai 60-an kilogram untuk satu jenis ikan, sedangkan hasil tangkapannya biasanya bermacam-macam jenis ikan.
Nelayan yang lainnya, kata dia, informasinya ada yang tidak melaut dan memilih mencari pekerjaan lain untuk mengisi selama masa paceklik.
"Bagi nelayan tidak memiliki alternatif pekerjaan seperti saya, tetap melaut dengan hasil yang tidak menentu," ujarnya.
"Musim sekarang termasuk musim peralihan dari angin timur menuju barat. Terkadang di tengah laut terjadi ombak tinggi, kemudian reda," kata salah seorang nelayan Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Suroto, di Pati, Minggu.
Kondisi seperti itu, kata dia, selalu terulang dan sejak beberapa bulan terakhir hasil tangkapan ikan juga tidak menentu.
Termasuk dua hari terakhir ini juga mendapatkan hasil minim karena ikan yang ditangkap hanya laku Rp20.000, sedangkan sehari sebelumnya justru pulang tanpa hasil.
"Uang hasil tangkapan tersebut masih harus dibagi berdua karena setiap melaut membutuhkan dua orang," ujarnya.
Setiap melaut tanpa mendapatkan hasil tangkapan maka nelayan menanggung kerugian hingga Rp50.000 karena biaya operasional setiap melaut untuk jarak sedang, belum termasuk tenaga selama melaut.
Meskipun beberapa kali tidak mendapatkan hasil tangkapan, dia mencoba melaut mulai dini hari pukul 02.00 WIB, namun tetap tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
Ia memperkirakan hasil tangkapan nelayan akan kembali normal ketika memasuki musim baratan yang ditandai dengan gelombang tinggi.
Meskipun memasuki musim baratan, kata dia, khusus wilayah tangkapan nelayan di Kecamatan Tayu dan sekitarnya justru aman dari gelombang tinggi, berbeda dengan nelayan tetangga di Kabupaten Jepara justru tidak bisa melaut.
Pengalaman musim baratan sebelumnya, hasil tangkapan ikan selama melaut bisa mencapai 60-an kilogram untuk satu jenis ikan, sedangkan hasil tangkapannya biasanya bermacam-macam jenis ikan.
Nelayan yang lainnya, kata dia, informasinya ada yang tidak melaut dan memilih mencari pekerjaan lain untuk mengisi selama masa paceklik.
"Bagi nelayan tidak memiliki alternatif pekerjaan seperti saya, tetap melaut dengan hasil yang tidak menentu," ujarnya.