Kemampuan berbahasa daerah penilaian utama dalam Anugerah Sastera Rancage

Kamis, 27 September 2018 9:11 WIB

Jakarta (Antaranews Jateng) - Kemampuan berbahasa daerah dari para penulis buku menjadi penilaian  utama dalam Anugerah Sastera Rancagé 2018 selain  kriteria penilaian sastra secara umum seperti ide dan alur cerita.

Wakil Sekretaris Rancagé, Dadan Sutisna di Jakarta, Rabu, mengatakan seperti Anugerah Sastera Rancagé sebelumnya, penilaian untuk anugerah tahun ini  dilakukan untuk karya-karya yang sudah terbit selama satu tahun terakhir. 

“Prosesnya, para penulis mengumpulkan karya mereka untuk kemudian dinilai oleh juri yang berasal dari daerah bahasa-bahasa ibu itu berada,” kata Dadan.

Untuk sastra Sunda, penilaian dilakukan oleh Teddi Muhtadin dan Hawe Setiawan, sastra Jawa oleh Sriwidati Pradopo, dan Darma Putra yang menilai sastra Bali. Sementara untuk sastra Lampung dinilai oleh Kahfie Nazarudin, sastra Batak oleh Parakitri T Simbolon, dan sastra Banjar dinilai oleh Jamal T Suryanata.

“Rancage memang bekerja sama dengan tokoh di daerah tersebut yang paham akan kebudayaan, sastra, sebagai juri. Idealnya setiap kategori memang dinilai oleh tiga orang juri, tapi berhubung ada keterbatasan dalam beberapa hal kali ini masih satu juri, tapi ke depan lebih objektif dengan tiga juri,” kata Dadan.

Adapun di tahun 2017, Rancagé menerima sekitar 50 judul sastra berbahasa enam daerah tadi.

Menurut dia, tren karya sastra berbahasa daerah memang naik turun walaupun kebanyakan Sunda dan Jawa. 

“Kami juga mensyaratkan karya sastra bahasa daerah bisa dinilai jika dalam tiga tahun berturut-turut ada karya yang menggunakan bahasa daerah itu. Sementara ke depan, kami berencana mensyaratkan karya yang dikirim punya ISBN,” kata dia.

Syarat itu diberlakukan karena tak jarang karya yang masuk adalah karya-karya mandiri atau indie yang dicetak secara terbatas. 

“Kami bukan berarti anti-buku indie ya, tapi syarat ini diwacanakan agar karya yang masuk sudah terdaftar di ISBN,” kata dia.

Melalui Anugerah Sastera Rancagé, pihaknya pun berharap agar perkembangan sastra berbahasa ibu bisa lebih semarak. 

Pihaknya memang tak menargetkan hal yang muluk-muluk, tetapi setidaknya lewat konsistensi Rancagé yang sudah lebih dari seperempat abad bisa membuat sastra berbahasa ibu tetap hidup.

”Minimalnya  sastra daerah hidup, regenerasi penulis ada, tiap tahun ada buku yang dirilis. Ada sastra daerah yang tumbuh kembali. Dan memang setelah Rancagé ini kelihatan bertambah gairah menulis dengan bahasa ibu,” ucapnya seraya menuturkan bahasa daerah lain yang potensial diikutsertakan pada Rancagé sebelumnya adalah bahasa Madura.

“Sudah satu buku, mungkin ke depan akan terus terbit lagi.” 9eeditor : Dewanti Lestari).

Pewarta : Aubrey Kandelila Fanani
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024

Terkait

MA Qudsiyyah Kudus luncurkan naskah teater berbahasa pegon

23 October 2023 19:22 Wib

Akun anomim pengaruhi kesantunan berbahasa di medsos

17 September 2023 6:05 Wib

Guru: Pelajar miliki tantangan tersendiri dalam kuasai bahasa asing

15 August 2023 17:06 Wib

Mahasiswa FEB Unsoed juara 1 lomba essay di Jepang

12 April 2023 20:35 Wib, 2023

LBA FEB Unsoed gelar webinar keterampilan berbahasa Inggris

23 March 2022 13:28 Wib, 2022
Terpopuler

RTMM-SPSI ajak pekerja informal ikut jaminan sosial ketenagakerjaan

PERISTIWA - 04 May 2024 6:23 Wib

Dadang Somantri berharap pekerja kompeten dan terampil

PERISTIWA - 02 May 2024 8:39 Wib

Kemenag Surakarta: Lansia jadi prioritas petugas haji

PERISTIWA - 30 April 2024 8:24 Wib

ANTARA Biro Jateng lepas mahasiswa magang Polines

PERISTIWA - 04 May 2024 6:37 Wib

BPJS Kesehatan Purwokerto dan mitra RS pastikan prosedur pelayanan

PERISTIWA - 02 May 2024 9:05 Wib