Semarang (Antaranews Jateng) - Pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha memandang perlu menggencarkan edukasi bahaya pornografi langsung di tengah masyarakat karena materi pornografi di media sosial sangat banyak, terutama di Twitter dan Instagram.
"Apalagi, persebaran pornografi lewat aplikasi 'chatting' tidak bisa dicegah," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Kamis pagi.
Pratama mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang mengatakan bahwa pada tanggal 10 Agustus 2018 seluruh konten pornografi tidak akan bisa lagi diakses melalui penyedia layanan internet nasional sehubungan dengan penerapan mode aman (safe mode) pada mesin pencari.
Semua program Kominfo membasmi pornografi, lanjut Pratama, perlu diapresiasi meski perlu dikritisi. Salah satunya, pornografi tidak hanya ada di mesin pencari atau diakses lewat peramban, seperti chrome dan firefox, tetapi banyak juga berada di platform media sosial.
Ditegaskan Pratama bahwa persebaran pornografi lewat aplikasi "chatting" tidak bisa dicegah. Oleh karena itu, upaya di luar teknis teknologi memang perlu digencarkan, yaitu edukasi bahaya pornografi langsung di tengah masyarakat.
Terkait dengan pemblokiran konten pornografi mulai 10 Agustus 2018, menurut Pratama, hal itu menunjukkan bahwa upaya Kominfo membasmi konten pornografi di internet tanah air terus berlanjut.
Setelah meresmikan mesin sensor bernilai Rp194 miliar pada awal 2018, katanya lagi, kini Kominfo melanjutkan program blokir konten pornografi dengan program "safe mode" pada mesin pencari.
Ia menegaskan bahwa materi pornografi di media sosial sangat banyak, terutama Twitter dan Instagram. Dengan hanya memberikan beberapa kata kunci saja, pemakai media sosial bisa mencari konten yang mereka kehendaki, terutama pornografi.
Di Twitter, misalnya, bahkan banyak akun yang memang menyediakan konten pornografi, tidak hanya berupa gambar, bahkan banyak sekali video dengan durasi panjang sampai 10 menit.
Fitur di grup Facebook, kata Pratama, juga memungkinkan adanya kelompok untuk bertukar konten pornografi tanpa diketahui oleh orang di luar grup tersebut.
"Hal seperti ini harus digugah oleh Pemerintah agar masyarakat juga cepat melakukan pelaporan. Pasalnya, sulit untuk melakukan sapu bersih akun-akun yang menyebarkan konten-konten pornografi tanpa laporan masyarakat," kata Pratama.
Menyinggung pemakaian VPN (Virtual Private Network) yang meluas di tengah masyarakat, Pratama mengatakan bahwa hal itu juga membuat persebaran pornografi tetap berjalan.
Para pelaku dengan menginstal VPN pada smartphone dan laptopnya akan dengan bebas mengakses dan mengunduh (download) konten pornografi. Bahkan, konten ini bisa tersebar lewat aplikasi instant messaging, seperti WhatsApp.
"Apalagi, persebaran pornografi lewat aplikasi 'chatting' tidak bisa dicegah," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Kamis pagi.
Pratama mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang mengatakan bahwa pada tanggal 10 Agustus 2018 seluruh konten pornografi tidak akan bisa lagi diakses melalui penyedia layanan internet nasional sehubungan dengan penerapan mode aman (safe mode) pada mesin pencari.
Semua program Kominfo membasmi pornografi, lanjut Pratama, perlu diapresiasi meski perlu dikritisi. Salah satunya, pornografi tidak hanya ada di mesin pencari atau diakses lewat peramban, seperti chrome dan firefox, tetapi banyak juga berada di platform media sosial.
Ditegaskan Pratama bahwa persebaran pornografi lewat aplikasi "chatting" tidak bisa dicegah. Oleh karena itu, upaya di luar teknis teknologi memang perlu digencarkan, yaitu edukasi bahaya pornografi langsung di tengah masyarakat.
Terkait dengan pemblokiran konten pornografi mulai 10 Agustus 2018, menurut Pratama, hal itu menunjukkan bahwa upaya Kominfo membasmi konten pornografi di internet tanah air terus berlanjut.
Setelah meresmikan mesin sensor bernilai Rp194 miliar pada awal 2018, katanya lagi, kini Kominfo melanjutkan program blokir konten pornografi dengan program "safe mode" pada mesin pencari.
Ia menegaskan bahwa materi pornografi di media sosial sangat banyak, terutama Twitter dan Instagram. Dengan hanya memberikan beberapa kata kunci saja, pemakai media sosial bisa mencari konten yang mereka kehendaki, terutama pornografi.
Di Twitter, misalnya, bahkan banyak akun yang memang menyediakan konten pornografi, tidak hanya berupa gambar, bahkan banyak sekali video dengan durasi panjang sampai 10 menit.
Fitur di grup Facebook, kata Pratama, juga memungkinkan adanya kelompok untuk bertukar konten pornografi tanpa diketahui oleh orang di luar grup tersebut.
"Hal seperti ini harus digugah oleh Pemerintah agar masyarakat juga cepat melakukan pelaporan. Pasalnya, sulit untuk melakukan sapu bersih akun-akun yang menyebarkan konten-konten pornografi tanpa laporan masyarakat," kata Pratama.
Menyinggung pemakaian VPN (Virtual Private Network) yang meluas di tengah masyarakat, Pratama mengatakan bahwa hal itu juga membuat persebaran pornografi tetap berjalan.
Para pelaku dengan menginstal VPN pada smartphone dan laptopnya akan dengan bebas mengakses dan mengunduh (download) konten pornografi. Bahkan, konten ini bisa tersebar lewat aplikasi instant messaging, seperti WhatsApp.