Semarang (Antaranews Jateng) - Dinas Kesehatan Kota Semarang, mencatat setidaknya ada tujuh kasus penderita difteri di wilayah itu selama periode Juni-Juli 2018, dan dua penderita diantaranya meninggal dunia.
"Itu kasus difteri akumulasi Juni-Juli 2018. Temuan kasusnya di tiga kecamatan, yakni Genuksari, Bangetayu Wetan, dan Tandang," kata Kepala Dinkes Kota Semarang, Widoyono di Semarang, Jumat.
Menurut dia, program imunisasi di Kota Semarang selama ini sudah berjalan baik, tetapi memang ada sedikit kelompok masyarakat yang menolak, termasuk tujuh penderita difteri tersebut.
Dicontohkannya, ada satu sekolah atau komunitas di Bangetayu yang menolak imunisasi dan ternyata penderita difteri di kelurahan tersebut kesemuanya tidak diimunisasi sejak masih bayi.
"Ini sudah dilakukan tindakan, seperti `outbreak response immunization` (ORI) difteri, yakni imunisasi massal kepada anak usia yang terkena di seluruh kelurahan yang ditemukan kasus difteri.
Langkah ORI, kata dia, sudah berjalan di tiga kelurahan tersebut berkoordinasi dengan pemangku wilayah setempat, yakni lurah dan camat, serta kader-kader kesehatan di lingkungan masyarakat.
"Orang tua dan sekolah yang dulunya menolak sekarang meminta imunisasi. Untuk lima pasien difteri masih dirawat intensif di ruang isolasi RSUP dr Kariadi Semarang," katanya.
Untuk antisipasi dini, kata dia, masyarakat harus mewaspadai munculnya gejala-gejala difteri, antara lain gejala flu, yakni batuk, pilek, panas, dan gangguan menelan jika sudah berat.
"Gejala difteri seperti flu. Makanya, kami imbau kalau ada anak, utamanya balita yang mengalami gejala flu untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas datau ke dokter," kata Widoyono.
Selain itu, kata dia, langkah pencegahan juga bisa dilakukan dengan imunisasi sehingga diimbaunya kepada masyarakat untuk jangan ada lagi yang menolak imunisasi, utamanya imunisasi dasar bagi bayi.
Meski ada temuan kasus difteri di Semarang, Widoyono menambahkan sejauh ini tidak ada penetapan "zona merah", dan sebagainya, sebagaimana sempat tersebar di media sosial yang kemudian menjadi viral.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengaku sudah berkomunikasi dengan Dinkes Kota Semarang untuk melakukan langkah penanganan terhadap temuan kasus difteri.
"Teman-teman di kecamatan dan kelurahan saya minta untuk tanggap dan segera berkoordinasi jika ada temuan. Tidak harus ke Dinkes, namun ke puskesmas yang terdekat," kata Ita, sapaan akrab Hevearita.
Yang jelas, kata dia, dibutuhkan sinergitas dari seluruh komponen untuk menangani permasalahan tersebut, sebab tidak bisa jika kemudian hanya mengandalkan peran dinkes untuk menanganinya.
"Itu kasus difteri akumulasi Juni-Juli 2018. Temuan kasusnya di tiga kecamatan, yakni Genuksari, Bangetayu Wetan, dan Tandang," kata Kepala Dinkes Kota Semarang, Widoyono di Semarang, Jumat.
Menurut dia, program imunisasi di Kota Semarang selama ini sudah berjalan baik, tetapi memang ada sedikit kelompok masyarakat yang menolak, termasuk tujuh penderita difteri tersebut.
Dicontohkannya, ada satu sekolah atau komunitas di Bangetayu yang menolak imunisasi dan ternyata penderita difteri di kelurahan tersebut kesemuanya tidak diimunisasi sejak masih bayi.
"Ini sudah dilakukan tindakan, seperti `outbreak response immunization` (ORI) difteri, yakni imunisasi massal kepada anak usia yang terkena di seluruh kelurahan yang ditemukan kasus difteri.
Langkah ORI, kata dia, sudah berjalan di tiga kelurahan tersebut berkoordinasi dengan pemangku wilayah setempat, yakni lurah dan camat, serta kader-kader kesehatan di lingkungan masyarakat.
"Orang tua dan sekolah yang dulunya menolak sekarang meminta imunisasi. Untuk lima pasien difteri masih dirawat intensif di ruang isolasi RSUP dr Kariadi Semarang," katanya.
Untuk antisipasi dini, kata dia, masyarakat harus mewaspadai munculnya gejala-gejala difteri, antara lain gejala flu, yakni batuk, pilek, panas, dan gangguan menelan jika sudah berat.
"Gejala difteri seperti flu. Makanya, kami imbau kalau ada anak, utamanya balita yang mengalami gejala flu untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas datau ke dokter," kata Widoyono.
Selain itu, kata dia, langkah pencegahan juga bisa dilakukan dengan imunisasi sehingga diimbaunya kepada masyarakat untuk jangan ada lagi yang menolak imunisasi, utamanya imunisasi dasar bagi bayi.
Meski ada temuan kasus difteri di Semarang, Widoyono menambahkan sejauh ini tidak ada penetapan "zona merah", dan sebagainya, sebagaimana sempat tersebar di media sosial yang kemudian menjadi viral.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengaku sudah berkomunikasi dengan Dinkes Kota Semarang untuk melakukan langkah penanganan terhadap temuan kasus difteri.
"Teman-teman di kecamatan dan kelurahan saya minta untuk tanggap dan segera berkoordinasi jika ada temuan. Tidak harus ke Dinkes, namun ke puskesmas yang terdekat," kata Ita, sapaan akrab Hevearita.
Yang jelas, kata dia, dibutuhkan sinergitas dari seluruh komponen untuk menangani permasalahan tersebut, sebab tidak bisa jika kemudian hanya mengandalkan peran dinkes untuk menanganinya.