Semarang (Antaranews Jateng) - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha meminta masyarakat mewaspadai provokasi terkait dengan pemilihan kepala daerah melalui media sosial dan WhatsApp menjelang pilkada serentak di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota, Rabu (27/6).

    "Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp (WA) paling rentan digunakan sebagai provokasi pada masa tenang, mulai 24 hingga 26 Juni 2018," kata Pratama melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Senin.

    Menurut Pratama, media sosial (medsos) dan WA relatif mudah digunakan oleh siapa saja. Bahkan, di Twitter bisa dilihat relatif banyak sekali hoaks dan akun yang menyebarkan berbagai kabar palsu.

    "Tujuannya jelas untuk merusak suasana tenang pilkada," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Center (CISSReC).

    Aparat bersama masyarakat, kata Pratama, bisa melakukan kontrol bersama. Di grup WA dan medsos, misalnya, masyarakat bisa mengingatkan kawannya yang mem-posting berita maupun konten hoaks lainnya.

    "Konten hoaks ini 'kan tidak hanya berita. Foto dan video kini juga sangat rawan dimanipulasi," ujarnya.

    Oleh karena itu, katanya lagi, masyarakat juga perlu inisiatif untuk langsung mengingatkan kawannya yang telanjur mem-posting hoaks atau konten provokasi lainnya.

    Bahkan, medsos serta aplikasi chatting, seperti WA bisa digunakan secara positif selama pencoblosan. Lewat fitur yang ada, masyarakat bisa langsung menyiarkan sendiri hasil di setiap TPS-nya masing-masing.

    Instagram dan Facebook, misalnya, ada fitur video live streaming. Artinya, masyarakat tidak hanya bisa mem-posting foto, tetapi langsung live video tanpa proses editing, mengabarkan berapa saja suara di TPS.

    "Ini tentu baik dan bisa menjadi bukti bila nanti ada perbedaan penghitungan suara," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

    Pratama berharap pilkada serentak bisa berjalan dengan lancar walau usaha provokasi dari berbagai pihak masih ada, terutama menggunakan media sosial.

    Menurut Pratama, ke depan masyarakat bisa diedukasi untuk memanfaatkan lebih jauh smartphone yang ada sebagai bahan pengumpul bukti yang berguna bila ada sengketa suara.

Pewarta : Kliwon
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024