Purwokerto (Antaranews Jateng) - Pemerintah daerah perlu membuat pemetaan wilayah yang rawan kekeringan dan krisis air bersih, kata Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Ardiansyah.

"Pemetaan yang menyeluruh merupakan salah satu upaya mengantisipasi krisis air bersih," kata Ardiansyah di Purwokerto, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikan terkait informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memprakirakan sejumlah wilayah di Jawa Tengah akan memasuki musim kemarau pada bulan Juni dasarian dua.

"Krisis air bersih sering terjadi karena musim kemarau, di mana debit air sungai yang melalui wilayah tertentu menurun, sehingga tidak cukup untuk memenuhi keperluan masyarakat," katanya.

Faktor topografi, kata dia, juga biasanya menjadi kendala. Contohnya ada daerah yang berada di lokasi yang tinggi, namun sungai mengalir di lokasi yang lebih rendah.

Karena itu, kata dia, pemetaan daerah yang biasa mengalami krisis air bersih perlu dipersiapkan.

Selain itu, membuat perencanaan yang sistematis agar krisis air bisa diselesaikan, misalkan dengan pembuatan embung dengan kapasitas besar sebagai penyimpan air pada musim hujan

"Bisa juga memanfaatkan air tanah dalam atau mata air," katanya.

Selain itu, kata dia, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengantisipasi krisis air bersih.
"Misalkan membuat instalasi penampung air hujan yang besar di rumah masing-masing, lalu secara swadaya membuat instalasi pengangkat air dari tempat yang lebih rendah dengan teknologi murah, seperti pompa bertenaga surya," katanya.
Sementara itu, berdasarkan informasi dari BMKG seluruh wilayah di Jawa Tengah pada saat ini telah memasuki musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.

"Karena masih musim peralihan atau pancaroba maka potensi hujan masih mungkin mengalami peningkatan namun tren menurun," kata Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara (BMKG Banjarnegara) Setyoajie Prayoedhie.



    
 

Pewarta : Wuryanti Puspitasari
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024