Pati (Antaranews Jateng) - Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Pati, Jawa Tengah menghentikan penanganan kasus dugaan kampanye hitam yang dilakukan enam orang dengan membagikan selebaran yang berisi fotokopian pemberitaan kasus dugaan korupsi KTP elektronik.

"Berdasarkan hasil rapat sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan unsur kepolisian, Kejaksaan Negeri dan Bawaslu kasus yang dilaporkan Sutarto Oentersa dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu," kata Ketua Bawaslu Pati Achwan di Pati, Selasa.

Oleh karena itu, kata dia, rapat sentra Gakkumdu pada Senin (23/4) malam sepakat menyatakan kasus tersebut dihentikan atau tidak ditindaklanjuti dengan alasan laporan yang diberikan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilu.

Ia mengatakan sejak diterimanya laporan dugaan pelanggaran pemilu pada 20 April 2018 beserta bukti 512 lembar selebaran, Bawaslu Pati melakukan klarifikasi terhadap 20 saksi.

Dari saksi sebanyak itu, kata dia, 12 saksi di antaranya berasal dari pedagang di Pasar Kayen dan Pasar Karaban serta saksi dari Pemimpin Redaksi Suara Merdeka.

Hasil pembahasan awal dengan sentra Gakkumdu, kata dia, diperoleh fakta awal, pasal yang disangkakan merupakan Pasal 187 Ayat (2) junto Pasal 69 huruf C Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada.

Untuk masuk kategori pidana pemilu maka harus memenuhi beberapa unsur, seperti unsur setiap orang, dengan sengaja, unsur menghasut, dan keterangan saksi ahli.

Hanya saja, lanjut Achwan, dari beberapa unsur yang dipersyaratkan hanya satu yang memenuhi, yakni unsur setiap orang, sedangkan dengan sengaja tidak memenuhi unsur karena keenam terlapor tidak mengetahui maksud dan tujuan penyebaran selebaran kecuali untuk mendapatkan pekerjaan.

Mereka, kata dia, mendapatkan bayaran sebesar Rp1 juta dari seseorang bernama Mur asal Semarang.

"Pada saat membagikan mereka juga hanya mengatakan untuk baca-baca, sedangkan pedagang yang menerima hanya ditaruh di lapak jualan," ujarnya.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) dari terlapor, kata dia, ada yang buruh harian, ibu rumah tangga, tukang las, dan ada yang tidak bisa membaca dan menulis.

"Mereka juga tidak termasuk dalam keanggotaan partai politik, sehingga unsur dengan sengaja tidak terpenuhi," ujarnya.

Unsur menghasut, mengadu domba atau memfitnah, kata dia, setelah didalami lebih dekat dengan unsur menghasut, namun berdasarkan fakta yang diperoleh para saksi hanya membaca dan asal taruh karena demi kepentingan mendapatkan bayaran.

Terkait dengan salah satu saksi pelapor mendengar pembicaraan "jangan milih Ganjar korupsi KTP elektronik", kata dia, ternyata ketika diklarifikasi saksi pelapor tidak mampu menunjukkan hal itu.

Para pedagang yang menerima selebaran tersebut, katanya, rata-rata mengatakan menerima selebaran, kemudian asal ditaruh untuk dibaca-baca sehingga unsur menghasutnya tidak terpenuhi.

"Keterangan dari saksi Pimpred Suara Merdeka membenarkan bahwa tulisan dari selebaran tersebut memang produk mereka yang diedit, baik bentuk dan susunannya. Akan tetapi isi dan beritanya sesuai aslinya," ujarnya.

Pemberitaan pada 20 Februari 2018 tersebut, lanjut dia, hingga sekarang juga belum ada komplain, sehingga unsur menghasut tidak terpenuhi.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, tiga warga Desa Pakis, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati pada Jumjat (20/4) pagi ditangkap warga karena ketiganya menyebarkan selebaran yang merupakan hasil cetakan pemberitaan dari salah satu media cetak yang judulnya "Nazar: Ganjar Terima Duit E-KTP".

Ketiga pelaku ditangkap warga di Pasar Karaban, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, yakni bernama Ahmad Sukar, Prasetyo Utomo, dan Ngarbi yang sama-sama warga Desa Pakis, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.

 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024