Purbalingga (Antaranews Jateng) - Penggunaan alat dan mesin pertanian modern menguntungkan petani karena efisien dan menghemat ongkos saat panen, kata Ketua Kelompok Tani Karya Tani, Desa Karanglewas, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Sudarto.
"Bagi petani yang mempunyai hamparan sawah yang luas, penggunaan alsintan modern sangat membantu karena efisien dan menghemat ongkos atau biaya operasional saat panen," katanya di sela Sosialisasi Pengenalan Alat Mesin Pascapanen di Desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, Kamis.
Ia mencontohkan sebelum menggunakan mesin pemanen padi (combine harvester), seorang petani yang memiliki sawah seluas 100 ubin (1 ubin setara 14,1 meter persegi) membutuhkan tiga orang tenaga pemotong tanaman padi serta dua orang yang bertugas merontokkan bulir padi.
Menurut dia, ongkos untuk lima orang tenaga kerja tersebut masing-masing sebesar Rp50.000 belum termasuk biaya untuk alat perontoknya (power thresher) yang sebesar Rp160.000.
Akan tetapi jika menggunakan mesin pemanen padi (combine harvester), kata dia, petani tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk tenaga pemotong padi maupun merontokkan bulir padi karena cukup membayar biaya operasional mesin pemanen padi.
"Dengan menggunakan `combine harvester`, buliran padi atau gabah hasil panen lebih bersih jika dibandingkan dengan perontokan secara manual maupun menggunakan `power thresher`. Yang jelas, keuntungannya banyak, karena kita tidak membuat rendemen," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, tanaman padi yang dipanen atau dipotong menggunakan "combine harvester" tidak perlu dirontokkan secara terpisah karena langsung rontok dan ditampung dalam karung yang terpasang pada mesin pemanen tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas.
Baca juga: Purbalingga optimalkan pemanfaatkan alat pertanian modern
Sementara jika secara manual, lanjut dia, tanaman padi yang telah dipotong kadang didiamkan dulu hingga dua malam sehingga akan berdampak pada warna butiran berasnya menjadi kuning.
"Apalagi kalau musim hujan, bisa (didiamkan) sampai tiga malam," katanya.
Kendati demikian, dia mengakui jika penggunaan alsintan modern memberikan dampak sosial karena masih banyak masyarakat yang membutuhkan lapangan kerja sebagai tenaga pemotong maupun perontok padi sehingga hal itu menjadi kendala di lapangan.
Selain itu, kata dia, buliran padi yang dirontokkan menggunakan mesin pemanen tersebut kadang kala masih banyak yang terbuang seperti halnya dengan memakai mesin perontok yang selama ini digunakan petani.
"Kami telah mencoba memberi masukan kepada pabrikan, bagaimana caranya agar tidak terlalu `losser` (longgar) sehingga tidak banyak buliran padi yang terbuang," katanya.
"Bagi petani yang mempunyai hamparan sawah yang luas, penggunaan alsintan modern sangat membantu karena efisien dan menghemat ongkos atau biaya operasional saat panen," katanya di sela Sosialisasi Pengenalan Alat Mesin Pascapanen di Desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, Kamis.
Ia mencontohkan sebelum menggunakan mesin pemanen padi (combine harvester), seorang petani yang memiliki sawah seluas 100 ubin (1 ubin setara 14,1 meter persegi) membutuhkan tiga orang tenaga pemotong tanaman padi serta dua orang yang bertugas merontokkan bulir padi.
Menurut dia, ongkos untuk lima orang tenaga kerja tersebut masing-masing sebesar Rp50.000 belum termasuk biaya untuk alat perontoknya (power thresher) yang sebesar Rp160.000.
Akan tetapi jika menggunakan mesin pemanen padi (combine harvester), kata dia, petani tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk tenaga pemotong padi maupun merontokkan bulir padi karena cukup membayar biaya operasional mesin pemanen padi.
"Dengan menggunakan `combine harvester`, buliran padi atau gabah hasil panen lebih bersih jika dibandingkan dengan perontokan secara manual maupun menggunakan `power thresher`. Yang jelas, keuntungannya banyak, karena kita tidak membuat rendemen," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, tanaman padi yang dipanen atau dipotong menggunakan "combine harvester" tidak perlu dirontokkan secara terpisah karena langsung rontok dan ditampung dalam karung yang terpasang pada mesin pemanen tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas.
Baca juga: Purbalingga optimalkan pemanfaatkan alat pertanian modern
Sementara jika secara manual, lanjut dia, tanaman padi yang telah dipotong kadang didiamkan dulu hingga dua malam sehingga akan berdampak pada warna butiran berasnya menjadi kuning.
"Apalagi kalau musim hujan, bisa (didiamkan) sampai tiga malam," katanya.
Kendati demikian, dia mengakui jika penggunaan alsintan modern memberikan dampak sosial karena masih banyak masyarakat yang membutuhkan lapangan kerja sebagai tenaga pemotong maupun perontok padi sehingga hal itu menjadi kendala di lapangan.
Selain itu, kata dia, buliran padi yang dirontokkan menggunakan mesin pemanen tersebut kadang kala masih banyak yang terbuang seperti halnya dengan memakai mesin perontok yang selama ini digunakan petani.
"Kami telah mencoba memberi masukan kepada pabrikan, bagaimana caranya agar tidak terlalu `losser` (longgar) sehingga tidak banyak buliran padi yang terbuang," katanya.