Brebes (Antaranews Jateng) - Desa Pasir Panjang dan Capar, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, berada di kawasan Pegunungan Lio dengan ditumbuhi pohonan pinus milik KPH Perhutani Pekalongan Barat, Jawa Tengah.

Dengan kondisi wilayah yang bertebing dan curam tersebut, mengakibatkan rawan longsor saat curah hujan melanda di daerah tersebut.

Selama ini, penduduk setempat mengaku sudah terbiasa dengan melihat kondisi wilayahnya meski terkadang muncul rasa takut saat pada malam hari hujan datang melanda desa itu.

Bagi pemuda desa setempat, untuk mengusir rasa takut dan mengantisipasi kemungkinan timbulnya bencana, mereka rela begadang atau tidak tidur hingga pagi hari meski mereka harus tetap menjalankan aktivitas pada siang hari.

Warga Desa Pasir Panjang, Kharim Hidayat (46) mengatakan kebiasaan begadang hingga pagi hari sudah terbiasa dilakukan oleh warga setempat saat terjadi hujan pada malam hari.

"Sebenarnya kami harus bekerja pada esok harinya. Akan tetapi, dengan kondisi curah hujan yang masih cukup tinggi kami harus waspada dan rela begadang untuk antisipasi kemungkinan datangnya bencana," katanya.

Kendati harus diselimuti rasa dingin pada tubuhnya, dengan ditemani secangkir kopi atau minuman lain dan rokok, mereka mengobrol dengan topik yang beraneka ragam, seperti masalah ekonomi keluarga, pekerjaan, dan bencana.

Bagi warga Desa Pasir Panjang dan Capar, sudah terbiasa melihat bencana yang sifatnya masih kecil seperti tanah longsor yang menimbun jalan desa.

"Longsor kecil-kecilan sudah terbiasa bagi warga desa. Namun, warga desa juga ada rasa takut jika kuantitas longsor cukup besar seperti yang terjadi saat ini yang mengakibatkan belasan korban hilang," katanya.

Rudiyanto, warga setempat, mengatakan dirinya bersama keluarganya tetap bertahan menempati rumahnya meski tempat tinggalnya berada di dekat sungai yang tidak jauh dari lokasi longsor.

Banjir bandang yang terjadi pada Kamis (22/2) dan membawa batang pohon dan tanah longsor itu, kata dia, memang telah memporak-porandakan lahan pertaniannya.

"Kendati demikian, kami tetap bertahan bertempat tinggal di dekat sungai itu, karena dirinya tidak memiliki tanah lain untuk dibangun rumah. Selain itu, kami juga harus bekerja sebagai petani," katanya.

Pascalongsor yang terjadi di tebing Pegunungan Lio, sebagian warga mengaku ingin berpindah tempat tetapi mereka terkendala tidak memiliki lahan lain untuk membangun rumah dan pertimbangan pekerjaan.

Firasat Lampu Jatuh

Keluarga korban longsor, Nur Ade (60) warga Desa Pasir Panjang mengatakan, dirinya sudah melaporkan istrinya yang hilang yang diduga tertimbun tanah longsor.

Ia yang didampingi anaknya, Castro (32) mendatangi pos bencana DVI Polda Jateng untuk menanyakan keberadaan istrinya, Darsip (50) yang hilang pada Kamis (22/2) pagi.

Oleh tim DVI Polda Jateng, Iptu I Komang menanyakan beberapa hal ciri-ciri fisik tubuh Darsip pada suaminya, Nur Ade.

Ade mengatakan sebelum peristiwa hilangnya istrinya, dirinya bermimpi cucunya yang membawa lampu teplok jatuh ke lantai.

Saat itu, dirinya tidak menduga jika firasat tersebut, istrinya akan hilang.

"Pada Kamis pagi, istrinya pamit ingin berobat ke puskesmas dengan menumpang mobil L 300 bersama penumpang lainnya. Akan tetapi, setelah kami mendengar kabar longsor di dekat tebing Pegunungan Lio, telepon genggam yang dibagi istrinya tidak dapat dihubungi," katanya.

Hingga pada hari ke-empat ini pun, terus mendatangani lokasi bencana untuk mencari kepastian, istrinya ikut menjadi korban longsor itu.

"selain itu, kami juga melakukan selamatan atau doa pada malam hari setelah istrinya diduga hilang tertimbun longsor di jalan Desa Pasir Panjang," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan pada keluarga korban, Suyono, Wariah yang merasa kehilangan suaminya ikut tertimbun tanah longsor.

Ia menceritakan dirinya tidak mendapat firasat apapun sebelum suaminya berangkat bekerja.

Hanya saja, kata dia, suaminya sempat dicegah agar tidak berangkat bekerja karena kondisinya akan hujan namun tidak dapat dicegah.

"Saat sebelum kejadian, telepon geggam yang dibawa suaminya sempat saya telepon dan menyambung. Akan tetapi dalam jangka waktu yang tidak lama telepon yang dibawa suaminya sudah tidak dihubungi lagi," katanya.

Bupati Brebes, Idza Priyanti mengimbau pada warga yang berada di kawasan Pegunungan Lio atau yang berada di wilayah selatan Kecamatan Salem selalu waspada dan lebih baik mengungsi ke tempat yang lebih aman karena kondisi cuaca masih sering hujan.

"Kami minta warga yang berada di wilayah selatan seperti Kecamatan Salem, Sirampok, dan Bantar Kawung mengungsi karena lokasinya rawan bencana," katanya.

Pemkab bekerjasama dengan tim geologi, kata dia, memasang sejumlah alat sirine sebagai tanda bahaya bahaya," katanya.

Komandan Distrik Militer 0713/Brebes, Letkol Inf Ahmad Hadi di Brebes, Minggu, mengatakan bahwa kondisi curah hujan yang relatif tinggi dan kondisi tanah bergerak di Desa Capar sangat berbahaya bagi keselamatan warga.

"Alkhamdulillah, saat ini hampir sebagian besar seluruh warga Desa Capar diungsikan ke sejumlah tempat yang lebih aman," katanya.

Ia mengatakan tim penanggulangan bencana akan terus memantau perkembangan kondisi cuaca di Desa Capar sehingga saat hujan melanda di kawasan Pegunungan Lio ini maka warga tidak diperkenankan kembali ke desa.

"Warga diperbolehkan pulang saat kondisi ciuaca cerah. Akan tetapi, pada malam hari saat turun hujan maka mereka harus kembali ke pengungsian," katanya.

Terkait penanganan korban longsor di Desa Pasir Panjang, ia mengatakan memasuki hari ke-empat pencarian terhadap korban longsor di Desa Pasir Panjang, tim penanggulangan benacana daerah tetap masih memfokuskan pada titik utama.

Kemudian, kata dia, pencarian korban akan dilakukan pada titik penemuan korban pertama kali dan lokasi penemuan potongan tubuh manusia pada aliran sungai Jembatan Kopeng.

"Saat itu ratusan relawan diterjunkan dengan dibantu empat anjing pelacak untuk mencari korban yang hilang. Selain itu, alat berat juga sudah dioperasionalkan," katanya.


Pewarta : Kutnadi
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024