Jakarta (Antaranews Jateng) - Sutradara Greta Gerwig menuangkan potret masa remaja dan hubungan ibu dan anak yang penuh dinamika dalam film "Lady Bird".
Film yang masuk nominasi Best Picture dalam Oscar 2018 ini mengisahkan kehidupan seorang remaja yang ingin punya kehidupan seru, tidak membosankan seperti kampung halamannya di Sacramento, California.
Sacramento adalah tempat yang spesial bagi sutradara Greta Gerwig. Dia tumbuh besar di Sacramento dan mendedikasikan "Lady Bird" sebagai surat cinta untuk kampung halamannya. Greta mengklaim kisah dalam film ini fiksi semata, bukan berdasarkan pengalamannya.
Saoirse Ronan langsung dipercaya menjadi pemeran utama setelah Greta memintanya membaca skenario "Lady Bird" ketika mereka bertemu di Toronto Film Festival 2015 silam.
Baca juga: "Lady Bird" menangkan penghargaan Film Komedi Terbaik Golden Globe
Gambar potongan adegan dalam film "Lady Bird". (IMDb)
"Lady Bird" bercerita tentang Christine McPherson (Saoirse Ronan) yang mengganti namanya menjadi Lady Bird (dan memaksa orang lain untuk memanggilnya dengan nama itu) dan ingin kuliah di tempat yang sama sekali berbeda dengan Sacramento.
Lady Bird ingin "terbang" ke tempat yang lebih besar, lebih keren, lebih gaul, lebih bergengsi.
"Aku mau ke tempat yang berbudaya!" ujar Lady Bird. Ibunya menimpali dengan pesimistis, bahwa putri satu-satunya itu tidak akan mampu diterima di universitas-universitas idamannya.
Sebagai remaja, Lady Bird ingin tampil keren di sekolah. Apa daya, keluarganya hidup pas-pasan. Demi menyambung hidup, ibunya sering bekerja dua shift di rumah sakit jiwa. Kondisi keluarganya sering membuat Lady Bird sedikit berbohong agar terlihat lebih keren dari kenyataan.
Tapi dia tidak tahu, ketidakpuasan tentang kondisi keluarganya yang tersurat dan tersirat sebenarnya menorehkan luka untuk orangtuanya yang sudah banting tulang.
Namanya juga remaja, dia memang belum tahu pahit manisnya dunia. Apalagi pengorbanan orangtua untuk membesarkan anak.
Gambar potongan dalam salah satu adegan film "Lady Bird".
Realistis
"Lady Bird" adalah potret perjalanan seorang remaja menuju kedewasaan. Meski temanya bukan hal yang baru, tapi film ini cukup membekas di hati.
Para pemainnya berakting dengan baik, terutama hubungan benci-tapi-cinta yang meliputi interaksi antara Lady Bird dan ibunya.
Greta memang sengaja mengedepankan hubungan ibu-anak dalam film remaja ini. Biasanya, film yang karakter utamanya remaja putri bakal fokus pada kisah cinta dengan seorang pria, solusi dari semua permasalahan hidup. Tapi Greta ingin membuat filmnya serealistis mungkin.
"Kebanyakan perempuan yang saya kenal punya hubungan rumit dengan ibu mereka saat remaja. Saya ingin membuat film yang mengedepankan itu, di mana kamu merasa berempati dengan dua karakter itu di setiap momennya," kata Greta.
"Lady Bird" mengingatkan kita pada masa remaja yang menggebu-gebu, yang kadang membuat kita bertindak konyol.
Dan hal-hal yang luput diperhatikan ketika muda, baru disadari setelah dewasa, ketika cinta yang tersembunyi dalam kedok omelan bawel orangtua mulai menampakkan wujudnya.
Rumah pada akhirnya jadi tempat yang selalu dirindukan dan memiliki tempat di dalam hati.(Editor : Maryati).
Film yang masuk nominasi Best Picture dalam Oscar 2018 ini mengisahkan kehidupan seorang remaja yang ingin punya kehidupan seru, tidak membosankan seperti kampung halamannya di Sacramento, California.
Sacramento adalah tempat yang spesial bagi sutradara Greta Gerwig. Dia tumbuh besar di Sacramento dan mendedikasikan "Lady Bird" sebagai surat cinta untuk kampung halamannya. Greta mengklaim kisah dalam film ini fiksi semata, bukan berdasarkan pengalamannya.
Saoirse Ronan langsung dipercaya menjadi pemeran utama setelah Greta memintanya membaca skenario "Lady Bird" ketika mereka bertemu di Toronto Film Festival 2015 silam.
Baca juga: "Lady Bird" menangkan penghargaan Film Komedi Terbaik Golden Globe
Gambar potongan adegan dalam film "Lady Bird". (IMDb)
"Lady Bird" bercerita tentang Christine McPherson (Saoirse Ronan) yang mengganti namanya menjadi Lady Bird (dan memaksa orang lain untuk memanggilnya dengan nama itu) dan ingin kuliah di tempat yang sama sekali berbeda dengan Sacramento.
Lady Bird ingin "terbang" ke tempat yang lebih besar, lebih keren, lebih gaul, lebih bergengsi.
"Aku mau ke tempat yang berbudaya!" ujar Lady Bird. Ibunya menimpali dengan pesimistis, bahwa putri satu-satunya itu tidak akan mampu diterima di universitas-universitas idamannya.
Sebagai remaja, Lady Bird ingin tampil keren di sekolah. Apa daya, keluarganya hidup pas-pasan. Demi menyambung hidup, ibunya sering bekerja dua shift di rumah sakit jiwa. Kondisi keluarganya sering membuat Lady Bird sedikit berbohong agar terlihat lebih keren dari kenyataan.
Tapi dia tidak tahu, ketidakpuasan tentang kondisi keluarganya yang tersurat dan tersirat sebenarnya menorehkan luka untuk orangtuanya yang sudah banting tulang.
Namanya juga remaja, dia memang belum tahu pahit manisnya dunia. Apalagi pengorbanan orangtua untuk membesarkan anak.
Gambar potongan dalam salah satu adegan film "Lady Bird".
Realistis
"Lady Bird" adalah potret perjalanan seorang remaja menuju kedewasaan. Meski temanya bukan hal yang baru, tapi film ini cukup membekas di hati.
Para pemainnya berakting dengan baik, terutama hubungan benci-tapi-cinta yang meliputi interaksi antara Lady Bird dan ibunya.
Greta memang sengaja mengedepankan hubungan ibu-anak dalam film remaja ini. Biasanya, film yang karakter utamanya remaja putri bakal fokus pada kisah cinta dengan seorang pria, solusi dari semua permasalahan hidup. Tapi Greta ingin membuat filmnya serealistis mungkin.
"Kebanyakan perempuan yang saya kenal punya hubungan rumit dengan ibu mereka saat remaja. Saya ingin membuat film yang mengedepankan itu, di mana kamu merasa berempati dengan dua karakter itu di setiap momennya," kata Greta.
"Lady Bird" mengingatkan kita pada masa remaja yang menggebu-gebu, yang kadang membuat kita bertindak konyol.
Dan hal-hal yang luput diperhatikan ketika muda, baru disadari setelah dewasa, ketika cinta yang tersembunyi dalam kedok omelan bawel orangtua mulai menampakkan wujudnya.
Rumah pada akhirnya jadi tempat yang selalu dirindukan dan memiliki tempat di dalam hati.(Editor : Maryati).