Semarang (Antaranews Jateng) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyebutkan puluhan nelayan di kawasan Tambakrejo, Semarang, terancam kehilangan mata pencaharianya dengan adanya normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) Semarang.

"Rencana normalisasi Sungai BKT berdampak pada penggusuran 148 kepala keluarga (KK) di Dusun Tambakrejo RT 5/RW 16," kata juru bicara LBH Semarang Nico Wauran di Semarang, Kamis.

Ia menjelaskan sejak 1973 warga telah memanfaatkan lahan di Tambakrejo untuk membuat tambak ikan bandeng dan udang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Pada 1980 warga mulai mendirikan permukiman di sekitar lahan tersebut yang bertahan hingga sekarang, dan sebagian besar warga bermata pencaharian sebagai nelayan kecil dan petambak.

"Tentunya, mereka sangat bergantung pada laut untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, tiba-tiba ada rencana normalisasi Sungai BKT Semarang yang akan menggusur permukiman mereka," katanya.

Dari sosialisasi yang dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana dan Pemerintah Kota Semarang, setidaknya ada 148 KK yang akan digusur tanpa mendapatkan ganti rugi apapun karena tidak ada bukti kepemilikan tanah oleh warga.

Saat sosialisasi kedua yang dilaksanakan pada Senin (5/2), lanjut dia, disampaikan kembali oleh Camat Semarang Timur Aniceto Magna da Silva bahwa pada 5 Maret 2018 akan ada pembongkaran bangunan.

"Warga diminta segera pindah ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kudu di wilayah Genuk. Ditegaskan lagi, tidak ada ganti rugi apapun. Hanya kompensasi penggratisan biaya sewa rusunawa selama setahun," katanya.

Menurut dia, sebenarnya warga Tambakrejo tidak menolak normalisasi Sungai BKT, tetapi menyesalkan sikap pemerintah yang tidak pernah melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait nasib mereka, termasuk tidak adanya ganti rugi.

"Solusi pindah ke Rusunawa Kudu juga tidak tepat karena sebagian besar warga Tambakrejo adalah nelayan yang tidak mungkin tinggal jauh dari laut tempat mereka mencari penghidupan," katanya.

Melihat persoalan itu, kata Nico, LBH Semarang bersama Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang menilai Pemkot Semarang telah lalai memenuhi hak warga negara dan upaya menyejahterakan masyarakatnya.

Arif, pegiat Pattiro Semarang menambahkan setidaknya ada beberapa tuntutan dari warga Tambakrejo untuk memperjuangkan nasib mereka yang akan dikawal oleh Pattiro dan LBH Semarang.

Pertama, kata dia, memperhatikan kesejahteraan masyarakat Tambakrejo dengan memberikan hak-haknya berdasarkan Pasal 28 UUD 1945 dan UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Meliputi, antara lain hak untuk mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupan, hak rasa aman, damai sejatera lahir dan batin dan juga hak mendapatkan ganti rugi," katanya.

Kedua, kata dia, memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak terhadap bangunan, tanaman, atau kerugian lain yang ?timbul akibat normalisasi Sungai BKT Semarang.

"Ketiga, merelokasi masyarakat Tambakrejo ke lokasi yang dekat dengan laut, bukan rusunawa. Kemudian, tidak melakukan pembongkaran bangunan, pemutusan aliran listrik, jembatan, akses jalan sebelum tuntutan dipenuhi," katanya. 

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024