Brebes, ANTARA JATENG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong adanya tempat pengolahan sampah terpadu di setiap daerah sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan terkait dengan sampah.
"Problem sampah kita bisa diselesaikan dengan ini (instalasi pengolahan sampah, red.). Dalam daur ulang ini semuanya tidak ada yang terbuang karena menggunakan `no waste system`," kata Ganjar saat mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kecamatan Gandasuli, Kabupaten Brebes, Rabu.
Menurut Ganjar, pengolahan sampah dengan "no waste system" ini bisa diterapkan di semua kabupaten/kota, apalagi biaya pembuatan instalasinya sekitar Rp400 juta.
Awalnya, berbagai jenis sampah yang terkumpul dipisahkan antara plastik dan yang organik.
Sampah organik kemudian dimasukkan ke mesin pencacah agar menjadi bagian kecil-kecil.
Setelah tercacah secara merata, sampah organik ini lalu dimasukkan dalam tabung untuk proses fermentasi dengan menggunakan konsentrat bakteri EM4.
Dalam waktu 3 hari, tabung penampungan ini sudah dipenuhi oleh gas metan, sedangkan setelah mengalami proses pembusukkan, kompos ini siap digunakan untuk keperluan pertanian dan perkebunan.
Sampah non-organik diolah menjadi solar beroktan tinggi dan pengolahannya diawali dari pemisahan dari bahan organik. Plastik sudah dipisahkan, diangkut dengan mesin "conveyor" untuk dibersihkan lalu dikeringkan.
Setelah kering dimasukkan ke tungku pemanas atau reaktor untuk dipanaskan dengan suhu sekitar 300 derajat Celsius menggunakan serpihan sampah kayu dan kertas.
Dari tahapan ini, dihasilkan solar beroktan tinggi dan sampah plastik ini bisa diolah menjadi minyak karena plastik terbuat dari minyak bumi.
"BBM (biosolar, red.) yang dihasilkan dari proses daur ulang itu digunakan lagi untuk menggerakkan mesin pengolahan sampah," ujarnya.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kecamatan Gandasuli berkapasitas 14 meter kubik sampah yang dapat menghasilkan 8 ton kompos, biosolar 200 liter, gas metan setara 3 tabung gas elpiji ukuran 3 kg.
"Problem sampah kita bisa diselesaikan dengan ini (instalasi pengolahan sampah, red.). Dalam daur ulang ini semuanya tidak ada yang terbuang karena menggunakan `no waste system`," kata Ganjar saat mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kecamatan Gandasuli, Kabupaten Brebes, Rabu.
Menurut Ganjar, pengolahan sampah dengan "no waste system" ini bisa diterapkan di semua kabupaten/kota, apalagi biaya pembuatan instalasinya sekitar Rp400 juta.
Awalnya, berbagai jenis sampah yang terkumpul dipisahkan antara plastik dan yang organik.
Sampah organik kemudian dimasukkan ke mesin pencacah agar menjadi bagian kecil-kecil.
Setelah tercacah secara merata, sampah organik ini lalu dimasukkan dalam tabung untuk proses fermentasi dengan menggunakan konsentrat bakteri EM4.
Dalam waktu 3 hari, tabung penampungan ini sudah dipenuhi oleh gas metan, sedangkan setelah mengalami proses pembusukkan, kompos ini siap digunakan untuk keperluan pertanian dan perkebunan.
Sampah non-organik diolah menjadi solar beroktan tinggi dan pengolahannya diawali dari pemisahan dari bahan organik. Plastik sudah dipisahkan, diangkut dengan mesin "conveyor" untuk dibersihkan lalu dikeringkan.
Setelah kering dimasukkan ke tungku pemanas atau reaktor untuk dipanaskan dengan suhu sekitar 300 derajat Celsius menggunakan serpihan sampah kayu dan kertas.
Dari tahapan ini, dihasilkan solar beroktan tinggi dan sampah plastik ini bisa diolah menjadi minyak karena plastik terbuat dari minyak bumi.
"BBM (biosolar, red.) yang dihasilkan dari proses daur ulang itu digunakan lagi untuk menggerakkan mesin pengolahan sampah," ujarnya.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kecamatan Gandasuli berkapasitas 14 meter kubik sampah yang dapat menghasilkan 8 ton kompos, biosolar 200 liter, gas metan setara 3 tabung gas elpiji ukuran 3 kg.