Purworejo, ANTARA JATENG - Semburan gas dari sumur bor di Desa Binangun, Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang terjadi pada Sabtu (2/12) tekanannya mulai mengecil.
Staf Pengkajian Balai Pengkajian Pengawasan dan Pengendalian ESDM Wilayah Serayu Selatan, Adia Nur, di Purworejo, Selasa, mengatakan mengecilnya tekanan gas tersebut bisa diketahui dari ketinggian api yang menyala pada sumur bor tersebut.
Ia menyebutkan pada awalnya ketinggian api dari semburan gas itu mencapai satu meter, kini berkurang tinggal 0,5 meter.
Ia menuturkan semula semburan api sudah dipadamkan dengan menutup karung di ujung pipa sumur bor, namun kemarin oleh warga karung itu dibuka dan disulut lagi sehingga api menyala.
Ia mengatakan sebenarnya bisa saja semburan gas itu dimanfaatkan untuk bahan bakar warga, namun karena tekanannya relatif kecil, nanti saat akan digunakan gas sudah habis.
"Untuk digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga sangat kecil, karena tekanan gas tidak begitu besar," katanya.
Menurut dia, gas yang timbul dari endapan fosil tersebut sudah beberapa kali terjadi di wilayah Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, karena daerah tersebut merupakan cekungan.
Ia mengatakan dari beberapa kejadian yang sama, semburan gas tersebut tidak bertahan lama dan kemudian hilang.
"Kalau ketinggian api bisa bertahan terus bisa dikaji lebih lanjut, namun baru beberapa hari saja semburan gas mulai surut, jadi percuma kalau mau dimanfaatkan karena gas akan hilang dalam jangka waktu tidak terlalu lama," katanya.
Ia menuturkan gas tersebut tidak membahayakan asal jangan terlalu dekat. Bahayanya kalau menghirup metannya bisa sesak napas.
Ia mengimbau masyarakat tidak terlalu resah, hal itu merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di daerah cekungan.
Semburan gas tersebut muncul saat warga membuat sumur bor untuk mengairi palawija di ladang tersebut.
Sebenarnya munculnya gas tersebut sudah diketahui saat pengeboran mencapai kedalaman 12 meter keluar buih dan pengeboran dihentikan pada kedalaman 18 meter.
Saat itu, ada warga yang mencoba menyulut gas dengan korek api sehingga muncul semburan api.
Staf Pengkajian Balai Pengkajian Pengawasan dan Pengendalian ESDM Wilayah Serayu Selatan, Adia Nur, di Purworejo, Selasa, mengatakan mengecilnya tekanan gas tersebut bisa diketahui dari ketinggian api yang menyala pada sumur bor tersebut.
Ia menyebutkan pada awalnya ketinggian api dari semburan gas itu mencapai satu meter, kini berkurang tinggal 0,5 meter.
Ia menuturkan semula semburan api sudah dipadamkan dengan menutup karung di ujung pipa sumur bor, namun kemarin oleh warga karung itu dibuka dan disulut lagi sehingga api menyala.
Ia mengatakan sebenarnya bisa saja semburan gas itu dimanfaatkan untuk bahan bakar warga, namun karena tekanannya relatif kecil, nanti saat akan digunakan gas sudah habis.
"Untuk digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga sangat kecil, karena tekanan gas tidak begitu besar," katanya.
Menurut dia, gas yang timbul dari endapan fosil tersebut sudah beberapa kali terjadi di wilayah Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, karena daerah tersebut merupakan cekungan.
Ia mengatakan dari beberapa kejadian yang sama, semburan gas tersebut tidak bertahan lama dan kemudian hilang.
"Kalau ketinggian api bisa bertahan terus bisa dikaji lebih lanjut, namun baru beberapa hari saja semburan gas mulai surut, jadi percuma kalau mau dimanfaatkan karena gas akan hilang dalam jangka waktu tidak terlalu lama," katanya.
Ia menuturkan gas tersebut tidak membahayakan asal jangan terlalu dekat. Bahayanya kalau menghirup metannya bisa sesak napas.
Ia mengimbau masyarakat tidak terlalu resah, hal itu merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di daerah cekungan.
Semburan gas tersebut muncul saat warga membuat sumur bor untuk mengairi palawija di ladang tersebut.
Sebenarnya munculnya gas tersebut sudah diketahui saat pengeboran mencapai kedalaman 12 meter keluar buih dan pengeboran dihentikan pada kedalaman 18 meter.
Saat itu, ada warga yang mencoba menyulut gas dengan korek api sehingga muncul semburan api.