Kudus, ANTARA JATENG - Puluhan warga Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Konsorsium Masyarakat untuk Kudus Bersih berunjuk rasa menuntut Kejaksaan Negeri setempat mengusut dugaan permainan dalam pembahasan APBD yang diindikasikan bernuansa gratifikasi.

Unjuk rasa yang digelar di Kudus, Rabu, itu diawali di Alun-alun dengan orasi sambil membawa poster bertuliskan "proyek aspirasi legalisasi korupsi berjamaah, APBD milik rakyat jangan jual aspirasi itu namanya korupsi, tangkap oknum DPRD Kudus makelar proyek, kejaksaan dan polisi tangkap oknum DPRD makelar proyek".

Peserta aksi juga melakukan teatrikal tentang makelar proyek dengan membawa gerobak sorong, sepatu boot, pakaian berdasi, topeng hewan liar dan pada dadanya tertulis anggota DPRD Kudus makelar proyek.

Usai menggelar aksi di Alun-alun, peserta aksi melakukan "longmarch" menuju Kantor Kejaksaan Negeri Kudus yang berjarak sekitar 300 meter.

"KMKB mengutuk keras pembahasan APBD murni dan APBD Perubahan yang diduga penuh konspirasi," ujar orator aksi Sururi Mujib yang juga Ketua KMKB di Kudus, Rabu.

Menurut dia, gratifikasi sama dengan korupsi sehingga Kejaksaan Negeri Kudus perlu mengusut tuntas penyelenggara pemerintahan atau negara, termasuk pimpinan dan anggota DPRD yang diduga menjual dan menjadi makelar proyek APBD murni maupun APBD perubahan.

Ia berharap, Kepala Kejaksaan Negeri berani membongkar permainan pembahasan APBD dan APBD perubahan.

Setiap pembahasan APBD maupun APBD perubahan di lembaga perwakilan rakyat, katanya, selalu terdengar kegaduhan, baik Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan pimpinan/anggota DPRD maupun antarsesama anggota DPRD.

"Hal serupa, diduga juga terjadi pada saat penyelarasan di Banggar DPRD dengan TAPD," ujarnya.

Hal yang paling substansi dan krusial, katanya, dalam proses pembahasan anggaran di masing-masing komisi, targetnya aspirasi pimpinan dan anggota DPRD bisa masuk dengan menentukan judul kegiatan dan titik di masing-masing OPD yang dibungkus dengan pokok-pokok pirkiran DPRD.

Aspirasi yang sudah masuk melalui judul kegiatan dan tititk-titik yang dititipkan di OPD, lanjut Sururi, biasanya langsung dikondisikan melalui kontraktor untuk berkomunikasi dengan OPD terkait.

"Sejumlah penyedia jasa juga mengakui bahwa pimpinan dan anggota dewan yang memiliki aspirasi biasanya dijual dan minta uang muka lebih awal pascapembahasan sudah disetujui bersama," ujarnya.

Ketika ada aspirasi yang dimasukkan dalam pokok-pokok pikiran DPRD dengan menentukan jenis kegiatan judul dan tempat, kata Sururi, dipastikan ada gratifikasi.

Berdasarkan ketentuan yang ada, kata dia, gratifikasi termasuk salah satu bentuk korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan atau negara.

"Gratifikasi juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo UU nomor 20/2011 tentang Tindak Pidana Korupsi serta UU nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan bebas KKN," ujarnya.

Sudah sepantasnya, kata dia, anggota DPRD yang pendapatannya mencapai puluhan juta rupiah dan eksekutif yang tunjangannya tertinggi di Jateng tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan keuangan negara yang dibungkus atas nama aspirasi.

Sementara itu, Kepala Seksi Intel Kejari Kudus Dadan Ahmad Sobari mengungkapkan, aspirasi yang disampaikan oleh KMKB akan diteruskan ke pimpinan yang kebetulan saat ini tidak ada di kantor.

"Dalam mengungkap suatu kasus, tentunya harus didukung bukti yang kuat, termasuk tuntutan dari KMKB tersebut," ujarnya.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor :
Copyright © ANTARA 2024