Tembang "Rayuan Pulau Kelapa" beriring musik "gejog lesung" menjadi semacam penegasan penyimpul atas sarasehan peringatan Hari Pangan Sedunia 2017 yang diselenggarakan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Kevikepan Kedu di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Pada acara di Demplot Pertanian Organik Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, Selasa (17/10) hingga menjelang malam itu, diungkapkan oleh mereka yang hadir tentang pentingnya mengupayakan menu makanan sehat dan bergizi seimbang guna mewujudkan kehidupan manusia berkualitas.

Tentang makanan sehat dan bergizi seimbang, betapa sumber bahan pangan itu tersedia melimpah di negeri bak pulau kelapa yang disebut dalam lagu ciptaan Ismail Marzuki (1914-1958) tersebut, sebagai amat elok dengan tanahnya yang subur sejak dahulu kala, untuk membawa kemakmuran seluruh warga bangsa.

Musik "gejog lesung", di bawah pimpinan pengiring yang juga penabuh sejumlah kendang, Abdonsenen, seakan menjadi penyelaras atas pesan yang hendak diunggah ke publik tentang tema peringatan HPS tahun ini yang dikeluarkan Konferensi Wali Gereja Indonesia, yakni "Membangun Gizi Keluarga".

Hari Pangan Sedunia diperingati setiap 16 Oktober, tanggal berdiri Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO) pada 1945. Salah satu resolusi yang dihasilkan dalam konferensi ke-20 negara-negara anggota FAO, termasuk Indonesia, pada November 1976, di Roma, tentang peringatan HPS.

Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko mengeluarkan Surat Gembala Hari Pangan Sedunia 2017 untuk dibacakan dan atau diterangkan oleh para imam kepada umat masing-masing paroki, dalam misa kudus pada 14-15 Oktober 2017, di berbagai gereja Katolik di wilayah kegembalaan keuskupan setempat, di sebagian Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Komisi PSE Kevikepan Kedu sepertinya mengejawantahkan pesan dari tema HPS 2017 itu melalui sarasehan "Angkringan Nglaras Ati" putaran kedua, Selasa (17/10) malam. "Angkringan" menunjuk kepada gerobak tempat pedagang kaki lima meletakkan aneka kuliner yang dijualnya, sedangkan "Nglaras Ati" artinya menyelaraskan batin.

Mereka menghadirkan dua narasumber, yakni ahli gizi atau nutrisionis dari Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan, Kabupaten Magelang, Sita Utami, dan Ketua Peguyuban Usaha Kecil dan Menengah "Bima" Gereja Paroki Santa Maria Fatima Kota Magelang.

Acara dihadiri keluarga-keluarga, termasuk kalangan petani organik dari sejumlah tempat di sekitar kompleks PPSM, di Kabupaten dan Kota Magelang. Bahkan, rohaniwan Katolik dari Paroki Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY, yang juga mantan Moderator Komisi PSE Kevikepan Kedu Romo Lambertus Issri Purnomo Murtyanto mengajak sejumlah umatnya untuk hadir dan terlibat aktif dalam sarasehan "Angkringan Nglaras Ati" di Muntilan itu.

Suguhan makanan tradisional berbahan baku panenan pertanian lokal, seperti ubi rebus, kacang godok, pisang goreng, serta minuman berupa teh dan jahe hangat, mewarnai kekhasan nuansa desa yang dihadirkan dalam acara itu.

Tabuhan musik "gejog lesung" dengan sejumlah tembang lain bersyair-syair nuansa gojekan yang kental balutan peribahasa dan pantun Jawa tentang pesan kearifan lokal, pujian tentang pelestarian alam, dan keagungan Tuhan, menyemarakkan sarasehan HPS.

Beberapa tembang yang dimainkan 16 personel musik "gejog lesung" dengan mengenakan pakaian adat Jawa, baik penabuh maupun penembang itu, antara lain berjudul "Ela-Elo", "Ayo Ngguyu", "Giyar-Giyar, "Ayo Rukun Bersatu", "Mendah Kita Tanpa Panuwun", dan "Sakjegge Aku Nderek Gusti". Musik "gejog lesung" selain perangkat utama berupa lesung, juga ada alat musik seperti kendang, kenong, dan "klotekan" (sejumlah alat musik dibuat dari bahan utama, bambu).

Kampanye tentang 10 pesan gizi seimbang dari Kementerian Kesehatan RI, dipaparkan oleh Sita Utami di hadapan audiens yang duduk di sejumlah bangku dan bersila di atas gelaran tikar di gazebo Demplot Pertanian Organik setempat itu.

Pesan Kemenkes yang juga sedang digelorakan melalui gerakan masyarakat di setiap kecamatan di Indonesia itu, meliputi nikmati aneka ragam makanan dan perhatikan keamanan, banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan, biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi, biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok, batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak.

Selain itu, biasakan sarapan, biasakan minum air putih yang cukup dan aman, biasakan membaca label pada kemasan pangan, cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir, serta lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal.

"Kalau dulu orang terkena penyakit karena dari luar dirinya, tetapi sekarang banyak orang sakit karena pola hidup tidak baik. Jangan salahkan `mbah-mbah` (kakek nenek, red.) kita dengan alasan penyakit keturunan, karena faktor risiko keturunan sebenarnya bisa dikendalikan. Perbaiki pola makan dengan gizi seimbang supaya tidak kena penyakit aneh-aneh," ucap perempuan berjilbab itu.

Anjuran kepada setiap orang untuk mengedepakan sikap hati-hati juga dikemukakan terkait dengan produk makanan yang sedang "ngetren", terutama menyangkut komposisi kandungan gizinya yang terkadang sulit dideteksi.

Pertanyaan menarik audiens, seperti tentang diet, obesitas, kebiasaan "ngemil" atau memakan camilan, dan soal kebutuhan lemak, kalori, serta protein dalam tubuh pun mendapat jawaban penjelasan secara gamblang dari Sita.

"Sekarang ada 10 pesan gizi seimbang. Itu untuk semua umur," katanya.

Sedangkan Endah bercerita tentang pengalaman bersama anggota Peguyuban UKM "Bima" mengembangkan usaha ekonomi agar pelaku usaha tidak sekadar mengembangkan produksi, memasarkan produk, mengelola keuntungan, dan membangun kemitraan dengan pemerintah serta pelaku usaha lainnya. Peguyuban tersebut memiliki lima kelompok bidang usaha, yakni boga, busana, kerajinan, pertanian, dan perikanan.

Khusus kelompok boga, para pelaku usaha ditekankan, antara lain agar memproduksi makanan sehat, tanpa bahan pengawet berbahaya, dan menghindari penggunaan bumbu penyedap rasa.

"Sama-sama mengeluarkan tenaga dan biaya produksi, kenapa tidak sekalian upayakan produk berkualitas. Kami bersama-sama membuat proses yang `tidak biasanya`. Awalnya memang sulit mengubah dari kebiasaan umum," ucapnya.

Peguyuban tersebut kini telah membuktikan bahwa produk makanan yang berkualitas, termasuk menyangkut jaminan kesehatan, ternyata diminati konsumen hingga luar kota, seperti Jakarta, Bali, Yogyakarta, dan berbagai daerah di Jateng.

Dalam Surat Gembala Hari Pangan Sedunia 2017, Monsinyur Rubiyatmoko mengemukakan bahwa konsep makan bergizi dalam keluarga, "Empat Sehat Lima Sempurna" pada masa lalu yang berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, buah-buahan, dan susu, tidak cukup untuk menjawab berbagai persoalan mengenai kebutuhan makanan yang sehat dan gizi seimbang zaman kini.

Sejak 1994, Departemen Kesehatan (Kementerian Kesehatan sekarang, red.) mengingatkan pentingnya keluarga-keluarga mengupayakan keterpenuhan gizi sehat dan seimbang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia, jenis kelamin, kesehatan, maupun aktivitas fisik seseorang.

Kombinasi kebutuhan akan sumber zat tenaga (padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan), zat pengatur (sayuran dan buah-buahan), dan zat pembangun (protein nabati dan hewani) harus mendapatkan perhatian secara saksama.

Uskup Rubi juga mengingatkan bahwa ketercukupan makanan sehat dan bergizi seimbang tidak identik dengan menghadirkan dalam keluarga berupa makanan yang berharga mahal dan bergaya modern.

Akan tetapi, setiap keluarga diajak untuk memulai mengupayakan makanan itu sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing.

Setiap keluarga juga diingatkan tentang pemenuhan kualitas gizi anggotanya dengan tetap mengembangkan keselarasan hidup dalam semangat solidaritas terhadap masyarakat sekitarnya.

Banyak hal, dikatakan Rubi, bisa dibuat bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan akan kualitas gizi keluarga dan sekaligus mewujudkan keutamaan berbelarasa terhadap siapa saja yang kelaparan dan menderita gizi buruk.

Keselarasan antara pemenuhan gizi seimbang dalam keluarga dan solidaritas terhadap sesama itu, sebagaimana diisyaratkan melalui sarasehan yang bernama "Nglaras Ati" dalam kemasan pergelaran musik kontemporer desa "gejog lesung" mereka.



Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor :
Copyright © ANTARA 2024