Magelang, ANTARA JATENG - Kesadaran masyarakat untuk memeriksakan atau mengobati penderita gangguan jiwa ke rumah sakit jiwa semakin meningkat, kata Koordinator Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Soerojo Magelang M. Zaenal.
"Dulu stigma masyarakat negatif, jika ada penderita gangguan jiwa, pasti taunya diguna-guna dan dibawa ke dukun. Kalau sudah parah baru dibawa ke RSJ. Namun sekarang jika ada penderita gangguan jiwa langsung dibawa ke RSJ," katanya di Magelang, Selasa.
Ia mengatakan pihaknya lebih menekankan kegiatan promotif-preventif kepada masyarakat terkait penyakit gangguan jiwa, dengan menggandeng Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melalui program integrasi kesehatan jiwa di masyarakat.
"Kami lebih baik mencegah. Upaya pencegahan jauh lebih murah, bila dibandingkan dengan yang sudah menderita akut, baru dirujuk tentu akan mengahbiskan dana lebih besar," katanya.
Selain kesadaran masyarakat membawa penderita gangguan jiwa ke RSJ semakin membaik, katanya penerimaan masyarakat terhadap pasien yang sudah sembuh dari rawat inap di RSJ untuk kebali ke masyarakat juga membaik.
"Dulu pasien yang sudah sembuh dari rawat inap, namun banyak keluarga enggan menjemputnya, akhirnya petugas memulangkan pasien dengan mengantar ke keluarganya. Kalau tiga tahun lalu yang tidak dijemput mencapai 20 persen, sekarang tidak lebih dari satu persen," katanya.
Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Nur Dwi Esti mengatakan kapasitas tempat tidur di RSJ Prof. Dr. Soerojo sebanyak 584 tempat tidur, 15 persen dialokasikan untuk nongangguan jiwa.
"Saat ini, rawat inap baik gangguan jiwa maupun nongangguan jiwa di RSJ rata-rata 50-60 persen. Data itu membuktikan, kesadaran masyarakat semakin membaik, jika keluarganya sudah sembuh bisa menerima kepulanganya," katanya.
Ia menjelaskan, faskes I yakni puskesmas, faskes II RSUD, dan Faskes III RSJ. Jika pasien sudah sembuh dari RSJ berarti selajutnya bisa dilakukan perawatan di puskesmas dan RSUD, bukan RSJ lagi.
Ia menyebutkan banyak faktor penyebab gangguan jiwa, yakni psikologi, sosial, kultural, biologi dan spritual. Paling banyak penyebabnya adalah faktor sosial dan psikologi.
"Dulu stigma masyarakat negatif, jika ada penderita gangguan jiwa, pasti taunya diguna-guna dan dibawa ke dukun. Kalau sudah parah baru dibawa ke RSJ. Namun sekarang jika ada penderita gangguan jiwa langsung dibawa ke RSJ," katanya di Magelang, Selasa.
Ia mengatakan pihaknya lebih menekankan kegiatan promotif-preventif kepada masyarakat terkait penyakit gangguan jiwa, dengan menggandeng Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melalui program integrasi kesehatan jiwa di masyarakat.
"Kami lebih baik mencegah. Upaya pencegahan jauh lebih murah, bila dibandingkan dengan yang sudah menderita akut, baru dirujuk tentu akan mengahbiskan dana lebih besar," katanya.
Selain kesadaran masyarakat membawa penderita gangguan jiwa ke RSJ semakin membaik, katanya penerimaan masyarakat terhadap pasien yang sudah sembuh dari rawat inap di RSJ untuk kebali ke masyarakat juga membaik.
"Dulu pasien yang sudah sembuh dari rawat inap, namun banyak keluarga enggan menjemputnya, akhirnya petugas memulangkan pasien dengan mengantar ke keluarganya. Kalau tiga tahun lalu yang tidak dijemput mencapai 20 persen, sekarang tidak lebih dari satu persen," katanya.
Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Nur Dwi Esti mengatakan kapasitas tempat tidur di RSJ Prof. Dr. Soerojo sebanyak 584 tempat tidur, 15 persen dialokasikan untuk nongangguan jiwa.
"Saat ini, rawat inap baik gangguan jiwa maupun nongangguan jiwa di RSJ rata-rata 50-60 persen. Data itu membuktikan, kesadaran masyarakat semakin membaik, jika keluarganya sudah sembuh bisa menerima kepulanganya," katanya.
Ia menjelaskan, faskes I yakni puskesmas, faskes II RSUD, dan Faskes III RSJ. Jika pasien sudah sembuh dari RSJ berarti selajutnya bisa dilakukan perawatan di puskesmas dan RSUD, bukan RSJ lagi.
Ia menyebutkan banyak faktor penyebab gangguan jiwa, yakni psikologi, sosial, kultural, biologi dan spritual. Paling banyak penyebabnya adalah faktor sosial dan psikologi.