Semarang, ANTARA JATENG - Perseroan Terbatas Indoguardika Cipta Kreasi (PT ICK), salah satu pelaku industri pertahanan dalam negeri di Kementerian Pertahanan, siap mendukung TNI dalam memproduksi teknologi enkripsi untuk keperluan militer Indonesia.
Hal itu mengingat berbagai konflik dan perang di beberapa belahan dunia saat ini tidak ada yang lepas dari proses perang siber, kata Direktur Utama PT ICK Agung Setia Bakti kepada Antara di Semarang, Senin malam.
Ketika menjawab pertanyaan mengenai perlu tidaknya tentara siber, Agung mengatakan bahwa pembentukan Satuan Siber (Satsiber) TNI merupakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Satsiber TNI berfungsi untuk keamanan operasional alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI yang berbasis teknologi informatika," kata Agung.
Ia menilai langkah tersebut sangat tepat mengingat kebutuhan kekuatan di dunia siber sangat perlu pada era serbadigital seperti saat ini.
Kekuatan siber, kata Agung, merupakan instrumen strategis yang dapat dimanfaatkan sekelompok orang untuk menyerang infrastruktur vital suatu negara. Tidak hanya itu, data intelijen negara juga dapat disusupi dengan berita bohong (hoaks).
Peranan TNI
Pada kesempatan wawancara menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-72 Tentara Nasional Indonesia (TNI), dia juga menegaskan bahwa peranan TNI dalam mempertahankan kedaulatan pascareformasi sampai saat ini tidak pernah bergeser.
Namun, katanya lagi, tantangan yang dihadapi makin berat karena ancaman terhadap NKRI kini tidak hanya tampak secara fisik, tetapi ancaman nonfisik juga sangat kuat. Salah satunya adalah ancaman yang datang dari wilayah siber.
Oleh karena itu, TNI dituntut untuk bisa cepat adaptasi dengan perkembangan teknologi belakangan ini. Apalagi, berbagai konflik dan perang di beberapa belahan dunia saat ini tidak ada yang lepas dari proses perang siber.
"TNI harus memutakhirkan paradigma, infrastruktur, dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang ada," katanya.
Dalam perang Rusia dan Georgia pada tahun 2008, misalnya. Sebelum melakukan serangan ke wilayah Georgia, kata Agung, Rusia melakukan peretasan yang menyasar pada infrastruktur penting. Serangan siber tersebut berhasil membuat Rusia dengan mudah memasuki wilayah Georgia.
Dalam kasus ini, katanya lagi, kemampuan pertahanan siber sebuah negara diuji sekaligus kemampuan serangan siber pun diuji.
Ia menegaskan bahwa TNI sebagai garda depan mempertahankan NKRI dari serangan asing sudah sewajarnya memiliki kemampuan siber yang tangguh.
Penguatan Satsiber TNI, menurut dia, mulai menginventarisasi apa saja yang perlu. Salah satu yang cukup vital untuk diperkuat adalah teknologi enkripsi untuk komunikasi.
Enkripsi ini, lanjut dia, akan memastikan di jalur komunikasi TNI, baik melalui saluran radio, data internet, jaringan GSM, maupun satelit, akan terlindungi keamanannya, atau pihak asing atau pihak lain yang tidak bertanggung jawab tidak mudah menyadapnya.
Jika pengamanan komunikasi ini tidak mendapatkan prioritas, menurut Agung, dapat menyebabkan instabilitas di dalam negeri dan sangat membahayakan bagi keamanan negara dalam jangka pendek dan panjang.
Hal itu mengingat berbagai konflik dan perang di beberapa belahan dunia saat ini tidak ada yang lepas dari proses perang siber, kata Direktur Utama PT ICK Agung Setia Bakti kepada Antara di Semarang, Senin malam.
Ketika menjawab pertanyaan mengenai perlu tidaknya tentara siber, Agung mengatakan bahwa pembentukan Satuan Siber (Satsiber) TNI merupakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Satsiber TNI berfungsi untuk keamanan operasional alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI yang berbasis teknologi informatika," kata Agung.
Ia menilai langkah tersebut sangat tepat mengingat kebutuhan kekuatan di dunia siber sangat perlu pada era serbadigital seperti saat ini.
Kekuatan siber, kata Agung, merupakan instrumen strategis yang dapat dimanfaatkan sekelompok orang untuk menyerang infrastruktur vital suatu negara. Tidak hanya itu, data intelijen negara juga dapat disusupi dengan berita bohong (hoaks).
Peranan TNI
Pada kesempatan wawancara menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-72 Tentara Nasional Indonesia (TNI), dia juga menegaskan bahwa peranan TNI dalam mempertahankan kedaulatan pascareformasi sampai saat ini tidak pernah bergeser.
Namun, katanya lagi, tantangan yang dihadapi makin berat karena ancaman terhadap NKRI kini tidak hanya tampak secara fisik, tetapi ancaman nonfisik juga sangat kuat. Salah satunya adalah ancaman yang datang dari wilayah siber.
Oleh karena itu, TNI dituntut untuk bisa cepat adaptasi dengan perkembangan teknologi belakangan ini. Apalagi, berbagai konflik dan perang di beberapa belahan dunia saat ini tidak ada yang lepas dari proses perang siber.
"TNI harus memutakhirkan paradigma, infrastruktur, dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang ada," katanya.
Dalam perang Rusia dan Georgia pada tahun 2008, misalnya. Sebelum melakukan serangan ke wilayah Georgia, kata Agung, Rusia melakukan peretasan yang menyasar pada infrastruktur penting. Serangan siber tersebut berhasil membuat Rusia dengan mudah memasuki wilayah Georgia.
Dalam kasus ini, katanya lagi, kemampuan pertahanan siber sebuah negara diuji sekaligus kemampuan serangan siber pun diuji.
Ia menegaskan bahwa TNI sebagai garda depan mempertahankan NKRI dari serangan asing sudah sewajarnya memiliki kemampuan siber yang tangguh.
Penguatan Satsiber TNI, menurut dia, mulai menginventarisasi apa saja yang perlu. Salah satu yang cukup vital untuk diperkuat adalah teknologi enkripsi untuk komunikasi.
Enkripsi ini, lanjut dia, akan memastikan di jalur komunikasi TNI, baik melalui saluran radio, data internet, jaringan GSM, maupun satelit, akan terlindungi keamanannya, atau pihak asing atau pihak lain yang tidak bertanggung jawab tidak mudah menyadapnya.
Jika pengamanan komunikasi ini tidak mendapatkan prioritas, menurut Agung, dapat menyebabkan instabilitas di dalam negeri dan sangat membahayakan bagi keamanan negara dalam jangka pendek dan panjang.