Jakarta, ANTARA JATENG - Doktor biologi laut Maya Puspita mewakili
Indonesia dalam kompetisis internasional "MT180" (My Thesis in 180
Seconds) yang berlangsung pada 28 September di kota Liege, Belgia.
Maya yang merupakan doktor lulusan program "double degree" Universitas Diponegoro dan Universitas Bretagne Sud, akan memaparkan disertasinya mengenai ekstraksi phlorotannin dalam pemanfaatan alga Sargassum yang dibubidaya di Indonesia dan di Prancis.
"Penelitian dalam bidang eksakta umumnya sulit dipahami orang awam. Melalui kompetisi inilah saya belajar menyederhanakan bahasa ilmiah tersebut dengan cara menghubungkannya dengan hal-hal dalam keseharian yang sedang menjadi tren," kata Maya melalui siaran pers yang diterima Antara, Senin.
Dia menyontohkan penelitiannya yang terkait dengan ekstraksi senyawa bioaktif dari rumput laut yang dapat dimanfaatkan untuk industri komestik yang aman dan sehat.
"Bagi saya sebagai peneliti ARLI (Asosiasi rumput Laut Indonesia), keikuisertaan di MT180 menjadi pintu menambah relasi, pengalaman dan wawasan. Para kandidat tidak hanya fokus pada kompetisi saja, namun kami terus belajar bersama melalui serangkaian acara seperti lokakarya doktoral dan sidang umum doktoral. Forum-forum tersebut menjadi media bertukar pikiran dan inspirasi," tuturnya.
Sebelumnya, Maya Puspita meraih Juara II Kompetisi MT180 Tingkat Nasional yang berlangsung pada 4 Mei 2017 di Kampus Universitas Gadjah Mada. Saat itu Juara I diraih oleh doktor lulusan Universitas Bretagne Occidentale Prancis, Awaluddin Halirin Kaimuddin dengan disertasi berjudul "Dampak Perubahan Iklim pada Distribusi Populasi Ikan dengan Pendekatan GIS; Model dan Skenario Evolusi Iklim".
Sementara Juara III diraih Latifah Nurahmi, doktor lulusan Ecole Centrale Nantes, Prancis dengan disertasi berjudul "Analisis Sinematik dan Konsepsi Manipulasi Paralel dengan Beragam Moda".
Ketiganya terpilih dari 9 doktor dan kandidat doktor yang mempresentasikan hasil riset S3 mereka dalam waktu 3 menit dalam bahasa Prancis di hadapan panel juri yang terdiri dari perwakilan Indonesia dan Prancis.
Keikutsertaan Maya didukung oleh Institut Prancis di Indonesia (IFI) dan Kedubes Prancis di Indonesia.
Atase Kerja Sama Ilmiah dan Teknologi Kedubes Prancis Nicolas Gascoin mengatakan dukungan tersebut sebagai bentuk komitmen dari Kedutaan Besar Prancis di Indonesia untuk menaikkan nilai kerja sama Prancis-Indonesia di berbagai bidang.
Dalam bidang penelitian, kerja sama ini telah berlangsung sangat lama, namun penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para doktor Indonesia yang frankofon atau pernah berkuliah di Prancis nisbi belum banyak diketahui.
"Melalui kompetisi ini kami berharap dapat memperkenalkan hasil-hasil penelitian para peneliti muda Indonesia serta memasyarakatkan riset dengan cara yang menyenangkan dan inovatif," kata Nicolas Gascoin.
Pada kompetisi MT180 kali ini, sebanyak 20 doktor dan mahasiswa doktoral dari 15 negara (Indonesia, Belgia, Benin, Kamerun, Kanada, Pantai Gading, Prancis, Lebanon, Maroko, Kongo, Rumania, Senegal, Swiss, Tunisia dan Amerika Serikat) akan tampil selama tiga menit memaparkan penelitian atau hasil riset S3 mereka di hadapan Dewan Juri Internasional yang diketuai oleh Profesor Alain Vanderplasschen dari Universitas Liege, Belgia yang meraih Penghargaan Prix GSK Vaccines 2016.
Kompetisi MT180 ditujukan untuk mahasiswa doktoral dan doktor muda, para peserta diminta mempresentasikan tesis mereka dalam bahasa Prancis dengan menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengerti publik awam.
Dalam waktu 180 detik, mereka harus dapat membuat pemaparan yang jernih, efisien dan meyakinkan tentang proyek penelitian mereka. Setiap peserta hanya diperbolehkan mempergunakan satu buah "slide" presentasi.
Presentasi mereka dinilai berdasarkan kualitas dan orisinalitas subyek penelitian mereka, pembawaan mereka di atas panggung dan kemampuan menonjolkan daya tarik penelitian mereka.
Maya yang merupakan doktor lulusan program "double degree" Universitas Diponegoro dan Universitas Bretagne Sud, akan memaparkan disertasinya mengenai ekstraksi phlorotannin dalam pemanfaatan alga Sargassum yang dibubidaya di Indonesia dan di Prancis.
"Penelitian dalam bidang eksakta umumnya sulit dipahami orang awam. Melalui kompetisi inilah saya belajar menyederhanakan bahasa ilmiah tersebut dengan cara menghubungkannya dengan hal-hal dalam keseharian yang sedang menjadi tren," kata Maya melalui siaran pers yang diterima Antara, Senin.
Dia menyontohkan penelitiannya yang terkait dengan ekstraksi senyawa bioaktif dari rumput laut yang dapat dimanfaatkan untuk industri komestik yang aman dan sehat.
"Bagi saya sebagai peneliti ARLI (Asosiasi rumput Laut Indonesia), keikuisertaan di MT180 menjadi pintu menambah relasi, pengalaman dan wawasan. Para kandidat tidak hanya fokus pada kompetisi saja, namun kami terus belajar bersama melalui serangkaian acara seperti lokakarya doktoral dan sidang umum doktoral. Forum-forum tersebut menjadi media bertukar pikiran dan inspirasi," tuturnya.
Sebelumnya, Maya Puspita meraih Juara II Kompetisi MT180 Tingkat Nasional yang berlangsung pada 4 Mei 2017 di Kampus Universitas Gadjah Mada. Saat itu Juara I diraih oleh doktor lulusan Universitas Bretagne Occidentale Prancis, Awaluddin Halirin Kaimuddin dengan disertasi berjudul "Dampak Perubahan Iklim pada Distribusi Populasi Ikan dengan Pendekatan GIS; Model dan Skenario Evolusi Iklim".
Sementara Juara III diraih Latifah Nurahmi, doktor lulusan Ecole Centrale Nantes, Prancis dengan disertasi berjudul "Analisis Sinematik dan Konsepsi Manipulasi Paralel dengan Beragam Moda".
Ketiganya terpilih dari 9 doktor dan kandidat doktor yang mempresentasikan hasil riset S3 mereka dalam waktu 3 menit dalam bahasa Prancis di hadapan panel juri yang terdiri dari perwakilan Indonesia dan Prancis.
Keikutsertaan Maya didukung oleh Institut Prancis di Indonesia (IFI) dan Kedubes Prancis di Indonesia.
Atase Kerja Sama Ilmiah dan Teknologi Kedubes Prancis Nicolas Gascoin mengatakan dukungan tersebut sebagai bentuk komitmen dari Kedutaan Besar Prancis di Indonesia untuk menaikkan nilai kerja sama Prancis-Indonesia di berbagai bidang.
Dalam bidang penelitian, kerja sama ini telah berlangsung sangat lama, namun penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para doktor Indonesia yang frankofon atau pernah berkuliah di Prancis nisbi belum banyak diketahui.
"Melalui kompetisi ini kami berharap dapat memperkenalkan hasil-hasil penelitian para peneliti muda Indonesia serta memasyarakatkan riset dengan cara yang menyenangkan dan inovatif," kata Nicolas Gascoin.
Pada kompetisi MT180 kali ini, sebanyak 20 doktor dan mahasiswa doktoral dari 15 negara (Indonesia, Belgia, Benin, Kamerun, Kanada, Pantai Gading, Prancis, Lebanon, Maroko, Kongo, Rumania, Senegal, Swiss, Tunisia dan Amerika Serikat) akan tampil selama tiga menit memaparkan penelitian atau hasil riset S3 mereka di hadapan Dewan Juri Internasional yang diketuai oleh Profesor Alain Vanderplasschen dari Universitas Liege, Belgia yang meraih Penghargaan Prix GSK Vaccines 2016.
Kompetisi MT180 ditujukan untuk mahasiswa doktoral dan doktor muda, para peserta diminta mempresentasikan tesis mereka dalam bahasa Prancis dengan menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengerti publik awam.
Dalam waktu 180 detik, mereka harus dapat membuat pemaparan yang jernih, efisien dan meyakinkan tentang proyek penelitian mereka. Setiap peserta hanya diperbolehkan mempergunakan satu buah "slide" presentasi.
Presentasi mereka dinilai berdasarkan kualitas dan orisinalitas subyek penelitian mereka, pembawaan mereka di atas panggung dan kemampuan menonjolkan daya tarik penelitian mereka.