Kudus, ANTARA JATENG - Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana menyosialisasikan rencana tindak darurat Bedungan Logung di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kepada sejumlah kepala desa di Kudus dan Pati, Selasa.

Sosialisasi yang digelar di Aula Gedung eks-Kewedanan Jekulo, Kabupaten Kudus itu, juga dihadiri perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Kudus, Pati, BBWS Pemali-Juana, Dinas PU Provinsi Jateng, Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, dan Pusat Bendungan Ditjen SDA.

"Sesuai Perme PUPR: 27/prt/m/2015 tentang Bendungan pada pasal 2 dijelaskan bahwa setiap pembangunan bendungan harus memenuhi konsepsi keamanan bendungan," kata Kepala Seksi Bendungan BBWS Pemali-Juana Wisnu Widoyono ketika menjadi pembicara pada Sosialisasi RTD Bendungan Logung di Kudus, Rabu.

Pada pilar ketiga, kata dia, dijelaskan bahwa konsepsi keamanan bendungan berupa kesiapsiagaan terhadap tindakan darurat.

Dengan demikian, lanjut dia, RTD merupakan implementasi dari pilar ke tiga kosepsi keamanan bendungan tersebut.

Ia juga mengilustrasikan tentang setiap penumpang yang hendak naik pesawat selalu mendapatkan peragaan dan dianjurkan untuk membaca pedoman keselamatan penerbangan.

Ia menjelaskan bahwa secara umum RTD meliputi dua kegiatan besar, di antaranya pengamanan terhadap bendungan di bawah tanggung jawab pengelola bendungan, yakni BBWS Pemali Juana dan pengamanan terhadap masyarakat di hilir bendungan dengan tangung jawab diserahkan kepada pemerintah daerah yang berada di daerah terdampak.

Wisnu juga menjelaskan tentang tugas pengelola Bendungan Logung yang memiliki daya tampung 20,4 juta meter kubik tersebut, di antaranya memimpin langsung pelaksanaan operasi, pemeliharaan dan pemantauan bendungan pada keadaan darurat, menugasi ahli bendungan untuk membantu melakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap problem keamanan bendungan yang muncul.

Selain itu, ujarnya, menetapkan dimulainya pelaksanaan RTD bendungan dengan mempertimbangkan laporan kondisi bendungan dari Kepala Unit Pengelola Bendungan serta hasil pemeriksaan dan evaluasi ahli bendungan.

Ketika dalam kondisi darurat, kata dia, pengelola bendungan juga memberikan pengarahan, seperti pembukaan dan penutupan pintu intake, pintu darurat, perbaikan terhadap kerusakan, penurunan muka air waduk, dan tindakan lain yang diperlukan.

Pada kesempatan tersebut, dia juga mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan perusakan hutan karena bisa mengakibatkan sedimentasi bendungan dan memengaruhi usia bendungan.

Ia mengatakan penyebab keruntuhan bendungan, di antaranya terjadinya kesalahan dalam investigasi, desain, ataupun pelaksanaan, serta pemeliharaan bangunan dan monitoring yang tidak berkelanjutan dan tidak memadai.

Penyebab lainnya, yakni gempa bumi, pusaran air di bendungan, terjadinya pelimpasan melalui puncak bendungan karena banjir luar biasa, serta sabotase atau perang.

Terkait dengan deteksi dini bencana, kata dia, pada bendungan tersebut juga dilengkapi peralatan piezometer untuk mengukur tekanan air.

"Dengan alat tersebut, setidaknya ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, masyarakat bisa diinformasikan sejak dini," ujarnya.

Setidaknya, kata dia, warga setempat bisa menyelamatkan jiwa dan harta bendanya sebelum terjadi bencana yang diakibatkan reruntuhan bangunan-bendungan tersebut.

Hanya saja, lanjut dia, kegiatan simulasinya dilimpahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kudus dan Pati, sebagai daerah yang terkena dampak proyek tersebut.

"Pemerintah pusat hanya memberikan pedoman dan menentukan titik jalur evakuasi dan pengamaman," ujarnya.

Dengan adanya sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah, dia berharap, antisipasi terkait kebencanaan bisa terlaksana dengan baik.


Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor :
Copyright © ANTARA 2024