Yogyakarta, ANTARA JATENG - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas
Gadjah Mada Zaenal Arifin Mochtar mengatakan Pemerintah, DPR, serta
Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mengatur kembali skema penggajian
kepala daerah untuk mencegah berulangnya kasus korupsi yang melibatkan
oknum kepala daerah.
"Kalau itu tidak diperbaiki saya khawatir kepala daerah kita bakal ditangkapi semua karena terlibat korupsi," kata Zaenal di Yogyakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Zaenal seiring dengan terus terjadinya kasus dugaan korupsi yang dilakukan pemerintah daerah. Salah satunya, Wali Kota Tegal, Jateng, Siti Masitha Suparno yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (29/8).
Zaenal menilai kecilnya gaji kepala daerah menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak pidana korupsi. "Sampai sekarang kalau kita lihat gaji normal kepala daerah memang sangat kecil. Kalau dia (kepala daerah) mau jujur sejujurnya memang masih rendah," kata dia.
Saat ini, menurut dia, gaji kepala daerah mencapai Rp5 juta-Rp6 Juta ditambah tunjangan. Di samping itu, ada uang-uang lain seperti uang operasional atau uang pelayanan tamu yang tidak bisa untuk keperluan pribadi dan harus ada laporan penggunaannya. "Nah uang-uang lain itu juga rentan dikorupsi," kata dia.
Oleh sebab itu, menurut dia, selain menggencarkan pemberantasan korupsi, Pemerintah, KPK, dan DPR perlu segera mengatur kembali komposisi penggajian mereka untuk mengurangi dorongan melakukan korupsi. "Perlu dihitung kembali gaji gubernur sebaiknya berapa, bupati sebaiknya berapa disertai dengan rasionalisasinya. Saya kira banyak yang ahli soal teknis penghitungannya," kata Zaenal.
"Kalau itu tidak diperbaiki saya khawatir kepala daerah kita bakal ditangkapi semua karena terlibat korupsi," kata Zaenal di Yogyakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Zaenal seiring dengan terus terjadinya kasus dugaan korupsi yang dilakukan pemerintah daerah. Salah satunya, Wali Kota Tegal, Jateng, Siti Masitha Suparno yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (29/8).
Zaenal menilai kecilnya gaji kepala daerah menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak pidana korupsi. "Sampai sekarang kalau kita lihat gaji normal kepala daerah memang sangat kecil. Kalau dia (kepala daerah) mau jujur sejujurnya memang masih rendah," kata dia.
Saat ini, menurut dia, gaji kepala daerah mencapai Rp5 juta-Rp6 Juta ditambah tunjangan. Di samping itu, ada uang-uang lain seperti uang operasional atau uang pelayanan tamu yang tidak bisa untuk keperluan pribadi dan harus ada laporan penggunaannya. "Nah uang-uang lain itu juga rentan dikorupsi," kata dia.
Oleh sebab itu, menurut dia, selain menggencarkan pemberantasan korupsi, Pemerintah, KPK, dan DPR perlu segera mengatur kembali komposisi penggajian mereka untuk mengurangi dorongan melakukan korupsi. "Perlu dihitung kembali gaji gubernur sebaiknya berapa, bupati sebaiknya berapa disertai dengan rasionalisasinya. Saya kira banyak yang ahli soal teknis penghitungannya," kata Zaenal.