Semarang, ANTARA JATENG - ESET, perusahaan keamanan teknologi informasi dan komunikasi, mengingatkan pentingnya penggunaan teknologi enkripsi untuk mrmproteksi data dan informasi penting dari serangan "cyber crime".
"Enkripsi adalah teknologi yang mengamankan suatu informasi agar tidak dapat terbaca, kecuali dengan dekripsi," kata Technical Assistant PT Prosperita-ESET Indonesia Harya Aditia Wiguna di Semarang, Selasa.
Hal tersebut diungkapkannya di sela sosialisasi teknologi enkripsi yang diprakarsai ESET Indonesia, sekaligus pengenalan produk-produk antivirus perusahaan yang berbasis di Slovakia yang sudah dilengkapi enkripsi.
Harya menjelaskan dekripsi untuk membuka data yang sudah dikunci oleh proses enkripsi memerlukan semacam kunci yang hanya diketahui oleh pemegang data sehingga sekalipun data tersebut bocor tidak akan dapat dibaca.
"Kebanyakan pengguna teknologi enkripsi yang menjadi `customer` kami, di antaranya industri-industri obat dan kimia yang memiliki formula-formula rahasia, perusahaan manufaktur, arsitektural, dan desain," katanya.
Ada pula yang kalangan pribadi yang menggunakannnya karena kesadarannya yang tinggi terhadap pentingnya proteksi terhadap data dan informasi dengan teknologi enkripsi untuk mengantisipasi serangan kejahatan siber.
Namun, diakuinya, masih banyak perusahaan di Tanah Air yang belum mengimplementasikan enkripsi sebagai bagian dari sistem keamanan mereka karena belum "aware" (sadar) terhadap pentingnya perlindungan data dan informasi.
"Tidak heran jika hampir setiap hari Indonesia menerima 1,225 juta serangan siber dari berbagai negara, seperti dalam kasus WannaCry, Fireball, dan yang terbaru Petya. Dengan enkripsi, tidak perlu lagi khawatir," kata Harya.
Marketing Director PT Prosperita-ESET Indonesia Chrissie Maryanto mengakui banyaknya korporasi yang belum sadar dengan pentingnya proteksi keamanan data dan informasi dari serangan siber.
"Mereka belum `aware`, komputernya hanya pakai `software` antivirus yang gratisan. Padahal, `software` gratis tidak boleh dipakai perusahaan karena tidak ada proteksi penuh terhadap data dan informasi," katanya.
Berbeda dengan ESET yang memiliki sejumlah produk proteksi, seperti ESET Smart Security Premium yang memberikan perlindungan penuh, termasuk layanan konsultasi gratis dan "training" terhadap "update" produk.
"Segmentasi pasar ESET terbagi dua, yakni bisnis sebesar 70 persen dan sisanya ritel. Pasar di Jawa Tengah termasuk besar karena kontribusinya secara `sale` nomor empat setelah Jakarta, Jabar, dan Jatim," katanya.
Selain itu, kata dia, tuntutan penggunaan enkripsi semakin besar seiring Uni Eropa yang menetapkan General Data Protection Regulation (GDPR) mulai Mei 2018 yang memaksa semua entitas bisnis menggunakan enkripsi.
"Sebagai syarat perlindungan keamanan data. Bagi pebisnis di Tanah Air mau tidak mau harus menerapkan enkripsi jika ingin dapat berbisnis atau mempertahankan jalinan usaha mereka dengan negara-negara Eropa," katanya.
"Enkripsi adalah teknologi yang mengamankan suatu informasi agar tidak dapat terbaca, kecuali dengan dekripsi," kata Technical Assistant PT Prosperita-ESET Indonesia Harya Aditia Wiguna di Semarang, Selasa.
Hal tersebut diungkapkannya di sela sosialisasi teknologi enkripsi yang diprakarsai ESET Indonesia, sekaligus pengenalan produk-produk antivirus perusahaan yang berbasis di Slovakia yang sudah dilengkapi enkripsi.
Harya menjelaskan dekripsi untuk membuka data yang sudah dikunci oleh proses enkripsi memerlukan semacam kunci yang hanya diketahui oleh pemegang data sehingga sekalipun data tersebut bocor tidak akan dapat dibaca.
"Kebanyakan pengguna teknologi enkripsi yang menjadi `customer` kami, di antaranya industri-industri obat dan kimia yang memiliki formula-formula rahasia, perusahaan manufaktur, arsitektural, dan desain," katanya.
Ada pula yang kalangan pribadi yang menggunakannnya karena kesadarannya yang tinggi terhadap pentingnya proteksi terhadap data dan informasi dengan teknologi enkripsi untuk mengantisipasi serangan kejahatan siber.
Namun, diakuinya, masih banyak perusahaan di Tanah Air yang belum mengimplementasikan enkripsi sebagai bagian dari sistem keamanan mereka karena belum "aware" (sadar) terhadap pentingnya perlindungan data dan informasi.
"Tidak heran jika hampir setiap hari Indonesia menerima 1,225 juta serangan siber dari berbagai negara, seperti dalam kasus WannaCry, Fireball, dan yang terbaru Petya. Dengan enkripsi, tidak perlu lagi khawatir," kata Harya.
Marketing Director PT Prosperita-ESET Indonesia Chrissie Maryanto mengakui banyaknya korporasi yang belum sadar dengan pentingnya proteksi keamanan data dan informasi dari serangan siber.
"Mereka belum `aware`, komputernya hanya pakai `software` antivirus yang gratisan. Padahal, `software` gratis tidak boleh dipakai perusahaan karena tidak ada proteksi penuh terhadap data dan informasi," katanya.
Berbeda dengan ESET yang memiliki sejumlah produk proteksi, seperti ESET Smart Security Premium yang memberikan perlindungan penuh, termasuk layanan konsultasi gratis dan "training" terhadap "update" produk.
"Segmentasi pasar ESET terbagi dua, yakni bisnis sebesar 70 persen dan sisanya ritel. Pasar di Jawa Tengah termasuk besar karena kontribusinya secara `sale` nomor empat setelah Jakarta, Jabar, dan Jatim," katanya.
Selain itu, kata dia, tuntutan penggunaan enkripsi semakin besar seiring Uni Eropa yang menetapkan General Data Protection Regulation (GDPR) mulai Mei 2018 yang memaksa semua entitas bisnis menggunakan enkripsi.
"Sebagai syarat perlindungan keamanan data. Bagi pebisnis di Tanah Air mau tidak mau harus menerapkan enkripsi jika ingin dapat berbisnis atau mempertahankan jalinan usaha mereka dengan negara-negara Eropa," katanya.