Batang, ANTARA JATENG - Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu PT Pagilaran, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, membutuhkan sekitar 8.000 ton kakao per tahun untuk sebagai bahan baku cokelat.
Direktur PT Pagilaran Rahmat Gunardi di Batang, Rabu, mengatakan untuk mencukupi pasokan 8.000 ton kakao per tahun itu, PT Pagilaran akan menggandeng petani plasma binaaan pabrik tersebut.
"Jika pasokan kakao dari petani plasma belum mencukupi maka kami akan mendatangkan bahan baku cokelat itu dari Sulawesi," katanya.
Ia mengatakan proyek pembangunan Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu PT Pagilaran yang akan dibangun di Desa Sigayung Kecamatan Kandeman itu bernilai Rp105 miliar.
Pendirian pabrik kakao itu, kata dia, sebagai upaya menyambungkan dengan kepentingan perkebunan dan industri primer karena masih banyak mengalami kendala pada pasokan biji kakao yang dimainkan beberapa pihak dan pasar yang fluktuatif sehingga menjadi sulit dikendalikan di hulu.
"Untuk produk perkebunan yang menentukan harga adalah pasar, bukan produsen. Adapun kalau sudah jadi coklat yang menentukan harga coklatnya adalah pabrik," katanya.
Menurut dia, pendirian pabrik kakao di Batang itu juga sebagai upaya berbagi dengan rakyat atau petani karena pabrik ini didirikan oleh lembaga Univertas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Kami akan berbagi manfaat agar petani bisa mendapatkan manfaat yang lebih baik. Industri kakao sekaligus untuk membangun sebuah pemikiran yang kelak dapat menginspirasi generasi muda," katanya.
Bupati Batang, Wihaji, mengatakan PT Pagilaran memiliki potensi pengadaan biji kakao karena didukung ketersediaan bahan baku dan lahan seluas 200 hektare.
"Industri itu akan menyerap tenaga kerja sekitar 1.000 orang. Kami berharap pihak industri dapat mengambil tenaga kerja lokal sebagai upaya membantu mengurangi pengangguran di daerah setempat," katanya.
Direktur PT Pagilaran Rahmat Gunardi di Batang, Rabu, mengatakan untuk mencukupi pasokan 8.000 ton kakao per tahun itu, PT Pagilaran akan menggandeng petani plasma binaaan pabrik tersebut.
"Jika pasokan kakao dari petani plasma belum mencukupi maka kami akan mendatangkan bahan baku cokelat itu dari Sulawesi," katanya.
Ia mengatakan proyek pembangunan Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu PT Pagilaran yang akan dibangun di Desa Sigayung Kecamatan Kandeman itu bernilai Rp105 miliar.
Pendirian pabrik kakao itu, kata dia, sebagai upaya menyambungkan dengan kepentingan perkebunan dan industri primer karena masih banyak mengalami kendala pada pasokan biji kakao yang dimainkan beberapa pihak dan pasar yang fluktuatif sehingga menjadi sulit dikendalikan di hulu.
"Untuk produk perkebunan yang menentukan harga adalah pasar, bukan produsen. Adapun kalau sudah jadi coklat yang menentukan harga coklatnya adalah pabrik," katanya.
Menurut dia, pendirian pabrik kakao di Batang itu juga sebagai upaya berbagi dengan rakyat atau petani karena pabrik ini didirikan oleh lembaga Univertas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Kami akan berbagi manfaat agar petani bisa mendapatkan manfaat yang lebih baik. Industri kakao sekaligus untuk membangun sebuah pemikiran yang kelak dapat menginspirasi generasi muda," katanya.
Bupati Batang, Wihaji, mengatakan PT Pagilaran memiliki potensi pengadaan biji kakao karena didukung ketersediaan bahan baku dan lahan seluas 200 hektare.
"Industri itu akan menyerap tenaga kerja sekitar 1.000 orang. Kami berharap pihak industri dapat mengambil tenaga kerja lokal sebagai upaya membantu mengurangi pengangguran di daerah setempat," katanya.