Semarang, ANTARA JATENG - Arsitek asal Semarang Thomas Dwi terinspirasi menjadikan air hujan yang diolahnya menjadi bahan untuk sajian di restoran miliknya, Warung Jawi Pesisiran, Semarang.

"Sebenarnya, saya sudah mengolah air hujan sejak setahunan lalu setelah bertemu Romo Kirjito dari Muntilan," kata ayah tiga anak itu ketika ditemui di restoran miliknya, Semarang, Sabtu.

Inspirasinya, sebenarnya didasari keprihatinan terhadap pola pikir masyarakat kebanyakan yang memandang sebelah mata terhadap air hujan yang sebenarnya berlimpah, apalagi hidup di negara tropis.

Ketika musim hujan, kata sosok kelahiran Semarang, 2 Februari 1961 itu, melimpahnya air dibiarkan begitu saja. Sebaliknya, ketika musim kemarau, bingung sedemikian rupa karena sulit mencari air.

"Kenapa (air hujan, red.) tidak dimanfaatkan? Melimpahnya air pada musim hujan, saya manfaatkan dengan menampungnya. Jadi, ketika saat dibutuhkan bisa digunakan, terutama saat kemarau," ungkapnya.

Itulah yang menjadikannya mantap menjadikan air hujan sebagai ikon untuk restoran miliknya yang berlokasi di Jalan Kaligarang, Semarang, yang baru dibukanya sekitar setahun lalu itu.

Berbekal dua bak tandon berkapasitas masing-masing 13 meter kubik dan 2 meter kubik, suami Anastasya Sri Widiastuti, seorang guru SMA itu menampung air hujan di bagian belakang restorannya.

"Setelah ditampung, saya taruh di wadah-wadah kecil berbentuk bejana berhubungan yang dialiri listrik untuk ionisasi. Jadi, terpisah air yang bersifat basa dan air asam," katanya.

Air yang bersifat basa memiliki kandungan pH (potensial hidrogen) atau derajat keasaman di atas 9 dan TDS (total disolved solid) yang sangat rendah daripada air minum yang biasa dikonsumsi.

"Derajat keasaman atau pH air yang biasa antara 6 dan 7, sementara air kemasan sekitar 8. La, ini pH-nya 9+. Dari TDS atau kandungan mineralnya, termasuk logam juga semakin sedikit," katanya.

Konsumen, kata dia, bisa memesan menu yang memakai air hujan, baik untuk beragam minuman, seperti wedang jahe dan beraneka kopi yang dijaminnya berasa lebih enak dibanding memakai air biasa.

Meski demikian, Thomas tetap memberikan pilihan kepada konsumennya untuk memesan menu yang menggunakan olahan dari air hujan atau air biasa.

"Air hujan itu sudah bagus karena murni, diolah lebih bagus lagi. Kalau mau `request` hujan di restoran ini, bisa saja. Kami punya alat sederhana untuk membikin restoran ini diguyur hujan," pungkasnya.


Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024