Jakarta, ANTARA JATENG - Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan berkas
pengusaha Hary Tanoe dalam kasus dugaan ancaman melalui SMS terhadap
penyidik Kejagung, sampai sekarang masih di kepolisian setelah sempat
diterima oleh kejaksaan.
"Berkas Hary Tanoe masih di penyidik Polri setelah sempat diserahkan kepada kejaksaan," katanya seusai acara Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-57 tahun 2017 di Jakarta, Sabtu.
Dijelaskan, saat berkas tersebut diterima oleh kejaksaan kemudian dilakukan penelitian, ditemukan masih ada beberapa hal yang harus dilengkapi atau disempurnakan.
Hal itu, kata dia, untuk memenuhi persyaratan agar patut dan layak dilimpahkan ke penuntutan. "Kita tunggu dari Polri (berkasnya)," katanya.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menyerahkan tahap satu berkas yang melibatkan pengusaha Hary Tanoe dalam kasus dugaan ancaman melalui SMS terhadap penyidik Kejaksaan Agung ke Kejaksaan Agung.
Hary Tanoe yang merupakan CEO MNC Group sekaligus Ketua Umum DPP Partai Perindo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ancaman melalui SMS kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.
Hary pada Jumat (7/7) memenuhi panggilan pemeriksaan polisi sebagai tersangka dalam kasus ini.
Isi SMS yang dikirim Hary kepada Yulianto adalah sebagai berikut: "Mas Yulianto, dapat membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman".
"Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng," demikian isi SMS pengusaha itu.
Lalu, "Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan".
Pesan singkat itu disampaikan pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan SMS pada 7 Januari dan 9 Januari 2016 melalui aplikasi obrolan WhatsApp, dari nomor yang sama.
Isi pesannya sama dan ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".
Kemudian Yulianto mengecek kebenaran nomor tersebut dan yakin pengirimnya adalah Hary Tanoesoedibjo.
Saat itu Yulianto sedang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada 2007-2009.
Tim jaksa penyidik yang dipimpinnya telah menetapkan Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Karena mendapatkan SMS bernada ancaman, Yulianto kemudian melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim Kepolisian Indonesia atas dugaan melanggar pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Laporan Polisi Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
"Berkas Hary Tanoe masih di penyidik Polri setelah sempat diserahkan kepada kejaksaan," katanya seusai acara Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-57 tahun 2017 di Jakarta, Sabtu.
Dijelaskan, saat berkas tersebut diterima oleh kejaksaan kemudian dilakukan penelitian, ditemukan masih ada beberapa hal yang harus dilengkapi atau disempurnakan.
Hal itu, kata dia, untuk memenuhi persyaratan agar patut dan layak dilimpahkan ke penuntutan. "Kita tunggu dari Polri (berkasnya)," katanya.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menyerahkan tahap satu berkas yang melibatkan pengusaha Hary Tanoe dalam kasus dugaan ancaman melalui SMS terhadap penyidik Kejaksaan Agung ke Kejaksaan Agung.
Hary Tanoe yang merupakan CEO MNC Group sekaligus Ketua Umum DPP Partai Perindo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ancaman melalui SMS kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.
Hary pada Jumat (7/7) memenuhi panggilan pemeriksaan polisi sebagai tersangka dalam kasus ini.
Isi SMS yang dikirim Hary kepada Yulianto adalah sebagai berikut: "Mas Yulianto, dapat membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman".
"Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng," demikian isi SMS pengusaha itu.
Lalu, "Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan".
Pesan singkat itu disampaikan pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan SMS pada 7 Januari dan 9 Januari 2016 melalui aplikasi obrolan WhatsApp, dari nomor yang sama.
Isi pesannya sama dan ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".
Kemudian Yulianto mengecek kebenaran nomor tersebut dan yakin pengirimnya adalah Hary Tanoesoedibjo.
Saat itu Yulianto sedang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada 2007-2009.
Tim jaksa penyidik yang dipimpinnya telah menetapkan Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Karena mendapatkan SMS bernada ancaman, Yulianto kemudian melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim Kepolisian Indonesia atas dugaan melanggar pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Laporan Polisi Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.