Semarang, ANTARA JATENG - Badan Layanan Umum (BLU) Transsemarang menyatakan operasional armadanya di lapangan tidak terganggu dengan pengoperasian Bus Rapid Transit (BRT) Transjateng.

"Ya, memang ada beberapa catatan dari personel kami di lapangan, tetapi secara umum tidak masalah," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BLU Transsemarang Ade Bhakti di Semarang, Jumat.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah baru saja meluncurkan BRT Transjateng Koridor I yang melayani rute Stasiun Tawang Semarang-Terminal Bawen, Kabupaten Semarang.

Operasional BRT Transjateng di koridor pertama itu memiliki rute yang berhimpitan dengan BRT Transsemarang yang sudah melayani rute Terminal Terboyo-Sisemut, Kabupaten Semarang di Koridor II yang sudah beroperasi sebelumnya.

Ade mengakui pada operasional perdana Transjateng sempat ada beberapa persoalan, antara lain, parkir bus di awal keberangkatan Stasiun Tawang belum ada yang mengarahkan.

"Petugas Transjateng belum hafal rute yang akan dilewati sehingga masih bingung kalau ada penumpang yang bertanya," kata Ade.

Padahal, kata dia, petugas Transsemarang yang ditempatkan di halte yang sama juga belum mengetahui sehingga disarankan gambar rute bisa ditempelkan di "shelter-shelter" transit, yakni Tawang, Balai Kota, dan RS St. Elisabeth Semarang.

Berkaitan dengan itu, katanya lagi, koordinasi antara petugas di "shelter" dengan yanh berada di bus juga masih terlalu lama sehingga sempat menyebabkan antrean bus dari Transsemarang.

"Ya, mungkin baru pertama. Kalau kami (Transsemarang, red.) `kan sudah terbiasa, jadi cepat. Tadi, sempat ada antrean empat bus di Shelter RS St. Elisabeth dan Balai Kota Semarang," katanya.

Meski demikian, menurut Ade, beberapa catatan itu masih dalam batas kewajaran dan personel Transsemarang di lapangan juga tidak terganggu dengan operasional Transjateng.

Ia menyarankan petugas di lapangan untuk lebih memahami mekanisme operasional Transjateng sebab hanya ada satu petugas Transjateng yang ditempatkan di tiga "shelter" transit itu.

"Petugas kami sendiri `kan belum tentu paham. Oleh karena itu, petugas di lapangan harus lebih cerewet dan sigap agar penumpang paham,"atanya.

Hal itu terutama penumpang yang akan berpindah moda dari Transjateng ke Transsemarang, demikian juga sebaliknya.

"`Kan tidak diberlakukan transit dari Transjateng ke Transsemarang, dan sebaliknya. Jadi, sama-sama membayar kalau berpindah antarmoda BRT itu," katanya.

Sebelumnya, lanjut dia, besaran tarif yang berbeda juga sempat membuat kerancuan dalam operasional karena Transsemarang menyamakan tarif buruh dengan umum sebesar Rp3.500,00/orang, sementara Transjateng menetapkan tarif Rp1.000,00/orang sama dengan pelajar.

"Kami sudah berkoordinasi dengan provinsi. Oleh karena itu, disepakati tidak ada transit sehingga begitu ganti moda dari Transjateng ke Transsemarang atau sebaliknya membayar lagi," pungkas Ade.



Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024