Jakarta, ANTARA JATENG - Direktur PT MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, yang
menjadi tersangka dalam kasus ancaman melalui SMS terhadap penyidik
Kejaksaan Agung, tidak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dijadwalkan
penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia,
Selasa.
"Pak HT belum bisa menghadiri panggilan Bareskrim karena ada keperluan yang mendesak," kata kuasa hukum Hary, Adidharma Wicaksono, dalam pesan singkat.
Menurut Adidharma, kliennya baru bisa memenuhi panggilan pemeriksaan pada Selasa (11/7) pekan depan.
Sebelumnya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia menjadwalkan pemeriksaan perdana Tanoe dalam statusnya sebagai tersangka, Selasa ini.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Tanoe telah diperiksa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia sebagai saksi terlapor atas kasus ancaman melalui SMS kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Yulianto, itu.
Isi SMS-nya: Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng.
Lalu: Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan.
Pesan singkat itu disampaikan pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan SMS pada 7 Januari dan 9 Januari 2016 melalui aplikasi obrolan WhatsApp, dari nomor yang sama.
Isi pesannya sama dan ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".
Kemudian Yulianto mengecek kebenaran nomor tersebut dan yakin pengirimnya adalah Hary Tanoesoedibjo.
Saat itu Yulianto sedang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada 2007-2009.
"Pak HT belum bisa menghadiri panggilan Bareskrim karena ada keperluan yang mendesak," kata kuasa hukum Hary, Adidharma Wicaksono, dalam pesan singkat.
Menurut Adidharma, kliennya baru bisa memenuhi panggilan pemeriksaan pada Selasa (11/7) pekan depan.
Sebelumnya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia menjadwalkan pemeriksaan perdana Tanoe dalam statusnya sebagai tersangka, Selasa ini.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Tanoe telah diperiksa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia sebagai saksi terlapor atas kasus ancaman melalui SMS kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Yulianto, itu.
Isi SMS-nya: Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng.
Lalu: Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan.
Pesan singkat itu disampaikan pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan SMS pada 7 Januari dan 9 Januari 2016 melalui aplikasi obrolan WhatsApp, dari nomor yang sama.
Isi pesannya sama dan ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".
Kemudian Yulianto mengecek kebenaran nomor tersebut dan yakin pengirimnya adalah Hary Tanoesoedibjo.
Saat itu Yulianto sedang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada 2007-2009.
Tim
jaksa penyidik yang dipimpinnya sempat telah menetapkan Hary Djaja dan
Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan
terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Karena mendapatkan sms bernada ancaman, Yulianto kemudian melaporkan Tanoe ke Bareskrim Kepolisian Indonesia atas dugaan melanggar pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Laporan Polisi Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
Karena mendapatkan sms bernada ancaman, Yulianto kemudian melaporkan Tanoe ke Bareskrim Kepolisian Indonesia atas dugaan melanggar pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Laporan Polisi Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.