Kota Marawi/Sydney, ANTARA JATENG - Australia, Jumat, setuju mengirim dua
pesawat pengintai untuk membantu Filipina menangani pemberontak.
Sementara itu, sejumlah pesawat jet dan artileri menggempuri posisi milisi di kota selatan, yang lebih dari satu bulan dikuasai oleh para pengikut setia kelompok ISIS.
Filipina telah menerima tawaran bantuan itu, yakni berupa dua pesawat pengintai AP-3C Orion untuk mencari lokasi keberadaan para petempur Maute yang mendekam pada pekan kelima di Marawi, kota yang dinyatakan pemberontak sebagai wilayah Islam mereka.
"Ancaman kawasan dari terorisme, terutama dari Daesh (IS, red) dan para petempur asing, menjadi ancaman langsung bagi Australia dan kepentingan-kepentingan kita," kata Menteri Pertahanan Australia Marise Payne dalam suatu pernyataan.
Bantuan Australia itu muncul di tengah ketakutan yang berkembang bahwa kelompokk militan Maute dan jaringannya memiliki rancangan yang lebih kuat di wilayah-wilayah Filipina selatan dibandingkan yang dibayangkan sebelumnya.
Perkiraan itu dibuktikan dengan persiapan dan kemampuan tempur yang mereka miliki saat pertempuran berlangsung berminggu-minggu.
Ancaman tersebut meningkat dengan kekalahan yang dialami ISIS di Suriah dan Irak. Sejumlah laporan intelijen mengungkapkan bahwa IS sedang membangun persekutuan dan mencari lahan baru untuk merancang agendanya.
Gilbert Gapay, juru bicara militer Filipina, mengatakan bahwa pesawat-pesawat pengintai itu akan membantu negaranya menangani gerakan garis keras di wilayah Mindanao.
Mindanao adalah sebuah pulau berpenduduk 22 juta orang dan merupakan tempat para pemberontak, bajak laut serta kelompok-kelompok penculik tumbuh subur selama berpuluh-puluh tahun.
Ia mengatakan pertempuran untuk mengendalikan Marawi tidak gagal karena militer telah belajar banyak dan berhasil menghentikan IS untuk mengakar.
Sementara itu, sejumlah pakar keamanan mengatakan pertempuran tersebut telah memperlihatkan kegagalan intelijen dan operasi pihak Filipina maupun kerja sama terbatas dengan negara-negara tetangganya, Malaysia dan Indonesia, dalam menghentikan penyebaran ekstremisme.
Ketiga negara itu pada Kamis sepakat untuk melakukan langkah bersama dalam pengumpulan informasi dan berupaya membendung perekrutan, gerakan dan pendanaan para petempur.
Filipina mengatakan pihaknya mengetahui ada 40 mata-mata asing di negaranya, demikian Reuters melaporkan.
Sementara itu, sejumlah pesawat jet dan artileri menggempuri posisi milisi di kota selatan, yang lebih dari satu bulan dikuasai oleh para pengikut setia kelompok ISIS.
Filipina telah menerima tawaran bantuan itu, yakni berupa dua pesawat pengintai AP-3C Orion untuk mencari lokasi keberadaan para petempur Maute yang mendekam pada pekan kelima di Marawi, kota yang dinyatakan pemberontak sebagai wilayah Islam mereka.
"Ancaman kawasan dari terorisme, terutama dari Daesh (IS, red) dan para petempur asing, menjadi ancaman langsung bagi Australia dan kepentingan-kepentingan kita," kata Menteri Pertahanan Australia Marise Payne dalam suatu pernyataan.
Bantuan Australia itu muncul di tengah ketakutan yang berkembang bahwa kelompokk militan Maute dan jaringannya memiliki rancangan yang lebih kuat di wilayah-wilayah Filipina selatan dibandingkan yang dibayangkan sebelumnya.
Perkiraan itu dibuktikan dengan persiapan dan kemampuan tempur yang mereka miliki saat pertempuran berlangsung berminggu-minggu.
Ancaman tersebut meningkat dengan kekalahan yang dialami ISIS di Suriah dan Irak. Sejumlah laporan intelijen mengungkapkan bahwa IS sedang membangun persekutuan dan mencari lahan baru untuk merancang agendanya.
Gilbert Gapay, juru bicara militer Filipina, mengatakan bahwa pesawat-pesawat pengintai itu akan membantu negaranya menangani gerakan garis keras di wilayah Mindanao.
Mindanao adalah sebuah pulau berpenduduk 22 juta orang dan merupakan tempat para pemberontak, bajak laut serta kelompok-kelompok penculik tumbuh subur selama berpuluh-puluh tahun.
Ia mengatakan pertempuran untuk mengendalikan Marawi tidak gagal karena militer telah belajar banyak dan berhasil menghentikan IS untuk mengakar.
Sementara itu, sejumlah pakar keamanan mengatakan pertempuran tersebut telah memperlihatkan kegagalan intelijen dan operasi pihak Filipina maupun kerja sama terbatas dengan negara-negara tetangganya, Malaysia dan Indonesia, dalam menghentikan penyebaran ekstremisme.
Ketiga negara itu pada Kamis sepakat untuk melakukan langkah bersama dalam pengumpulan informasi dan berupaya membendung perekrutan, gerakan dan pendanaan para petempur.
Filipina mengatakan pihaknya mengetahui ada 40 mata-mata asing di negaranya, demikian Reuters melaporkan.