Jakarta, ANTARA JATENG - Fraksi PKS DPR RI meminta pemerintah Indonesia
melindungi kepentingan nasional seperti keselamatan dan kelancaran
aktivitas Warga Negara Indonesia di Timur Tengah khususnya di Qatar
karena ada 43 ribu warga Indonesia di negara tersebut.
"Selain itu, yang paling terdampak adalah perjalanan ibadah ke Makkah yang terkendala penutupan jalur transit dari dan ke Doha, hingga potensi kerugian ekspor Indonesia ke Timteng menuju atau melalui Qatar akibat ditutupnya akses masuk ke negara ini dari negara-negara berbatasan," kata ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini di Jakarta, Rabu.
Dia percaya bahwa pemerintah Indonesia pasti telah mengkalkulasi dampak politik dan ekonomi krisis tersebut dan hendaknya segera menyusun langkah-langkah pro aktif dan rekonsiliatif dengan tetap berpedoman pada politik luar negeri yang bebas aktif.
Jazuli memuji langkah cepat dan strategis Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menghubungi semua Menlu negara-negara yang terlibat dalam krisis, menyampaikan keprihatinan dan menyerukan agar semua pihak menahan diri dan mengutamakan rekonsiliasi soal krisis Qatar.
"Saya menyambut baik langkah Menlu yang menegaskan kesiapan Indonesia berkontribusi dalam mencegah memburuknya krisis diplomatik antara sejumlah negara Timteng dengan Qatar. Pernyataan itu penting karena Indonesia dan dunia tidak ingin krisis Teluk seperti perang Iran-Irak atau Irak-Kuwait terulang kembali," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan Krisis Teluk akan berdampak luas bukan saja bagi negara di kawasan tapi juga negara di luar kawasan termasuk Indonesia terutama akibat fluktuasi minyak dunia dan instabilitas politik keamanan negara-negara Arab.
Dia berharap jangan sampai isolasi yang dilakukan negara kawasan kepada Qatar menyulut pecahnya perang seperti tragedi Perang Teluk pada Dekade 1980-an dan 1990-an.
"Saya melihat peluang besar Indonesia bersama-sama dengan Turki dan Kuwait untuk menjadi fasilitator dan komunikator agar permasalahan ini cepat selesai," katanya.
Jazuli menilai Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia bersama dengan Turki dan Kuwait yang dipercaya oleh Qatar bisa bekerja keras menggalang solidaritas untuk penyelesaian masalah ini.
Menurut Jazuli, isolasi atau blokade ekonomi dan politik terhadap Qatar sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah karena merupakan cara kuno yang dipakai semasa perang dunia.
"Cara yang lebih maju dan relevan untuk saat ini tentu saja dialog dan diplomasi bermartabat," katanya.
Karena itu dia menyerukan agar isolasi atau blokade dihentikan yang bisa menyulut perang dan tentu kerugiannya bagi pihak-pihak berseteru, kawasan, dan dunia.
Menurut dia, semua berharap, negara-negara Timteng belajar dari konflik yang terjadi sekarang di Suriah, Yaman, bahkan krisis sebelumnya yang dikenal dengan Perang Teluk (Perang Iran-Irak, Perang Irak-Kuwait) semua tidak ada yang menguntungkan dari segala sisinya.
Namun, kata dia, efek perang tersebut adalah kerugian secara ekonomi dan penderitaan bagi rakyat serta menghambat pembangunan.
"Selain itu, yang paling terdampak adalah perjalanan ibadah ke Makkah yang terkendala penutupan jalur transit dari dan ke Doha, hingga potensi kerugian ekspor Indonesia ke Timteng menuju atau melalui Qatar akibat ditutupnya akses masuk ke negara ini dari negara-negara berbatasan," kata ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini di Jakarta, Rabu.
Dia percaya bahwa pemerintah Indonesia pasti telah mengkalkulasi dampak politik dan ekonomi krisis tersebut dan hendaknya segera menyusun langkah-langkah pro aktif dan rekonsiliatif dengan tetap berpedoman pada politik luar negeri yang bebas aktif.
Jazuli memuji langkah cepat dan strategis Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menghubungi semua Menlu negara-negara yang terlibat dalam krisis, menyampaikan keprihatinan dan menyerukan agar semua pihak menahan diri dan mengutamakan rekonsiliasi soal krisis Qatar.
"Saya menyambut baik langkah Menlu yang menegaskan kesiapan Indonesia berkontribusi dalam mencegah memburuknya krisis diplomatik antara sejumlah negara Timteng dengan Qatar. Pernyataan itu penting karena Indonesia dan dunia tidak ingin krisis Teluk seperti perang Iran-Irak atau Irak-Kuwait terulang kembali," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan Krisis Teluk akan berdampak luas bukan saja bagi negara di kawasan tapi juga negara di luar kawasan termasuk Indonesia terutama akibat fluktuasi minyak dunia dan instabilitas politik keamanan negara-negara Arab.
Dia berharap jangan sampai isolasi yang dilakukan negara kawasan kepada Qatar menyulut pecahnya perang seperti tragedi Perang Teluk pada Dekade 1980-an dan 1990-an.
"Saya melihat peluang besar Indonesia bersama-sama dengan Turki dan Kuwait untuk menjadi fasilitator dan komunikator agar permasalahan ini cepat selesai," katanya.
Jazuli menilai Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia bersama dengan Turki dan Kuwait yang dipercaya oleh Qatar bisa bekerja keras menggalang solidaritas untuk penyelesaian masalah ini.
Menurut Jazuli, isolasi atau blokade ekonomi dan politik terhadap Qatar sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah karena merupakan cara kuno yang dipakai semasa perang dunia.
"Cara yang lebih maju dan relevan untuk saat ini tentu saja dialog dan diplomasi bermartabat," katanya.
Karena itu dia menyerukan agar isolasi atau blokade dihentikan yang bisa menyulut perang dan tentu kerugiannya bagi pihak-pihak berseteru, kawasan, dan dunia.
Menurut dia, semua berharap, negara-negara Timteng belajar dari konflik yang terjadi sekarang di Suriah, Yaman, bahkan krisis sebelumnya yang dikenal dengan Perang Teluk (Perang Iran-Irak, Perang Irak-Kuwait) semua tidak ada yang menguntungkan dari segala sisinya.
Namun, kata dia, efek perang tersebut adalah kerugian secara ekonomi dan penderitaan bagi rakyat serta menghambat pembangunan.