Purbalingga, ANTARA JATENG - Inovasi teknologi mutlak diperlukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian, kata Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Purbalingga Sigit Subroto.

"Petani akan makin tertinggal jika tidak mengenal teknologi pertanian yang makin berkembang," katanya saat uji coba penggunaan pesawat tanpa awak atau drone untuk pemupukan para tanaman padi di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, Jawsa Tengah, Senin.

Oleh karena itu, dia menyambut baik kehadiran teknologi Jenderalium Smart UAV atau kolaborasi pupuk Jenderalium Biomineral Organik dan pesawat tanpa awak yang diperkenalkan Yayasan Panglima Besar Soedirman dan Lockheed UAV Research Institute yang merupakan sebuah lembaga riset pesawat tanpa awak dari Wuhan, China.

Ia mengharapkan penggunaan teknologi pesawat tanpa awak akan mampu meningkatkan produksi pertanian, khususnya padi.

"Areal pertanian di Jawa tidak mungkin bertambah, bahkan cenderung berkurang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi, jalan satu-satunya dibutuhkan aplikasi teknolgi," katanya.

Ketua Umum Yayasan Panglima Besar Soedirman H. Bugiakso mengatakan bahwa teknologi pemupukan menggunakan pesawat tanpa awak akan lebih efisien, baik dalam hal waktu, biaya, maupun teknis di lapangan.

Menurut dia, hal itu disebabkan untuk pemupukan terhadap 1 hektare sawah yang dibutuhkan waktu selama 16 menit.

Selain itu, kata dia, jenis pupuk yang digunakan berupa partikel berukuran mikron, yakni Jenderalium Biomineral Organik

"Pupuk ini telah diuji coba pada Pusat Riset Jenderalium Research and Botanical Garden di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Karena berupa pupuk organik, tanah akan tetap subur. Berbeda jika dilakukan dengan pupuk kimia," kata dia yang juga Direktur PT Bumi Maringi Mukti.

Dalam penggunaan pupuk organik yang berasal dari kotoran sapi, lanjut dia, dibutuhkan sekitar 3,5 ton per hektare yang berasal dari sekitar 20 ekor sapi.

Menurut dia, pupuk organik Jenderalium lebih efisien karena mengandung mineral dari pasir vulkanis, mikro organisme, hormon, dan asam amino yang dibutuhkan tanaman.

"Kandungannya yang demikian lengkap, membuat Jenderalium mampu mensubtitusi pupuk kimia," kata cucu menantu Panglima Besar Soedirman itu.

Bugiakso mengatakan bahwa teknologi pesawat tanpa awak akan mempermudah pekerjaan jika diaplikasikan pada lahan yang luas dengan tenaga kerja yang terbatas, seperti di luar Jawa.

Menurut dia, biaya pemupukan per hektare jika menggunakan Jenderalium dan pesawat tanpa awak hanya sebesar Rp1,4 juta per hektare.

"Ini akan lebih efisien jika dibandingkan dengan cara manual, pemupukan menggunakan tenaga petani. Kami telah memulai riset sejak 2008 dan sejak itu Jenderalium telah diaplikasikan di Indonesia, antara lain, di Pulau Jawa, Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Sumatera, serta di luar negeri, yaitu di Kamboja dan New Zealand," katanya.

Pupuk organik Jenderalium, kata dia, juga sudah diaplikasikan pada tanaman padi, jagung, umbi-umbian, hortikultura buah maupun sayur, serta tanaman keras tahunan.

Menurut dia, petani dapat memanfaatkan teknologi tersebut tanpa harus memiliki pesawat tanpa awak karena Yayasan Panglima Besar Soedirman siap membantu pemupukan dengan biaya yang jauh lebih murah daripada menggunakan dengan cara manual.

"Petani yang membutuhkan pemupukan dengan teknologi Jenderalium Smart UAV, silakan hubungi kami," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor :
Copyright © ANTARA 2024