Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
Antasari Azhar menuduh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
inisiator kriminalisasi terhadap dirinya.
"Inisiator kriminalisasi terhadap saya itu SBY," kata Antasari di Kantor Badan Reserse Kriminal Polri di Jakarta, Selasa.
Ia pun lantas menceritakan suatu hal yang menurutnya bertahun-tahun tidak dia ungkap, yakni kejadian pada suatu malam di bulan Maret 2009, ketika CEO MNC Group Harry Tanoe mendatangi rumahnya.
Menurut dia Harry datang atas perintah seseorang di Cikeas, yang meminta Antasari yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menahan Aulia Pohan yang sedang terseret kasus korupsi.
"Harry diutus oleh Cikeas, Beliau minta agar saya tidak menahan Aulia Pohan," ucap Antasari.
Antasari menolak permintaan itu karena melanggar standar prosedur operasi KPK.
Namun, Harry memperingatkannya. "Harry bilang, 'kalau saya enggak bisa penuhi target, bagaimana saya laporan? Saya bisa ditendang dari Cikeas. Nanti keselamatan Bapak bagaimana? Bapak hati-hati'," kata Antasari menirukan perkataan Harry Tanoe.
Dalam percakapannya dengan Harry, Antasari menegaskan bahwa dia tidak kompromi dalam menangani kasus.
"Saya sudah milih profesi penegak hukum. Risiko apa pun saya terima," ujarnya, menegaskan.
Di hadapan awak media hari ini Antasari juga meminta Susilo Bambang Yudhoyono berkata jujur perihal dugaan kriminalisasi terhadapnya.
"Kepada SBY, jujurlah. Beliau tahu perkara saya. Beliau perintahkan siapa untuk kriminalisasi Antasari?" kata
Antasari, yang memimpin KPK pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Antasari membuat KPK menjadi perhatian karena menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Namun karirnya kemudian terhenti karena dia didakwa terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Antasari dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dinyatakan terbukti membunuh Nasrudin. Ia ditahan sejak Mei 2009.
Dia dan kuasa hukumnya mengajukan banding, kasasi, serta peninjauan kembali, namun ia tetap dihukum.
Pada 10 November 2016 Antasari meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Tangerang dengan status bebas bersyarat.
Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan grasi dia sehingga statusnya sekarang bebas murni.
"Inisiator kriminalisasi terhadap saya itu SBY," kata Antasari di Kantor Badan Reserse Kriminal Polri di Jakarta, Selasa.
Ia pun lantas menceritakan suatu hal yang menurutnya bertahun-tahun tidak dia ungkap, yakni kejadian pada suatu malam di bulan Maret 2009, ketika CEO MNC Group Harry Tanoe mendatangi rumahnya.
Menurut dia Harry datang atas perintah seseorang di Cikeas, yang meminta Antasari yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menahan Aulia Pohan yang sedang terseret kasus korupsi.
"Harry diutus oleh Cikeas, Beliau minta agar saya tidak menahan Aulia Pohan," ucap Antasari.
Antasari menolak permintaan itu karena melanggar standar prosedur operasi KPK.
Namun, Harry memperingatkannya. "Harry bilang, 'kalau saya enggak bisa penuhi target, bagaimana saya laporan? Saya bisa ditendang dari Cikeas. Nanti keselamatan Bapak bagaimana? Bapak hati-hati'," kata Antasari menirukan perkataan Harry Tanoe.
Dalam percakapannya dengan Harry, Antasari menegaskan bahwa dia tidak kompromi dalam menangani kasus.
"Saya sudah milih profesi penegak hukum. Risiko apa pun saya terima," ujarnya, menegaskan.
Di hadapan awak media hari ini Antasari juga meminta Susilo Bambang Yudhoyono berkata jujur perihal dugaan kriminalisasi terhadapnya.
"Kepada SBY, jujurlah. Beliau tahu perkara saya. Beliau perintahkan siapa untuk kriminalisasi Antasari?" kata
Antasari, yang memimpin KPK pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Antasari membuat KPK menjadi perhatian karena menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Namun karirnya kemudian terhenti karena dia didakwa terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Antasari dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dinyatakan terbukti membunuh Nasrudin. Ia ditahan sejak Mei 2009.
Dia dan kuasa hukumnya mengajukan banding, kasasi, serta peninjauan kembali, namun ia tetap dihukum.
Pada 10 November 2016 Antasari meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Tangerang dengan status bebas bersyarat.
Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan grasi dia sehingga statusnya sekarang bebas murni.