Jakarta, ANTARA JATENG - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat yakin kalau hakim konstitusi Patrialis Akbar bertindak sendiri saat membawa konsep (draf) putusan uji materi UU No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan keluar dari MK sehingga tidak ada pengaruh Patrialis dalam putusan itu.
"Sampai hari ini saya yakin proses pengambilan keputusannya benar, dan tidak ada pengaruh dari Patrialis. Hakim konstitusi itu independen, otonom, imparsial, pendapatnya sendiri-sendiri, ketua MK saja tidak bisa mempengaruhi, tidak ada lobi-lobi di lembaga peradilan," kata Arief di kawasan Istana Presiden Jakarta, Selasa.
Arief hari ini mengantarkan surat pemberhentian sementara Patrialis Akbar kepada Presiden Joko Widodo. Surat itu sesuai dengan rekomendasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menilai Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman hakim konstitusi.
Hakim panel uji Materi UU No. 41 tahun 2014 itu adalah Patrialis Akbar, I Dewa Gede Palguna dan Manahan Sitompul. Putusan bahkan baru akan dibacakan pada siang hari ini.
"Jadi (perbuatan ini) personal, saya tidak bilang oknum, tapi personal dan putusan sudah jadi, jadi yang nanti kita bacakan sudah jadi. Kok bisa keluar? Nah ini pembocoran rahasia negara karena dalam RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) mulai dari pembahasan pertama sampai putusan belum diputuskan, itu adalah rahasia negara jadi tidak boleh keluar," tegas Arief.
Menurut Arief, konsep putusan biasanya disimpan oleh panitera MK.
"Draf putusan disimpan semua panitera, tapi panitera juga menyimpan dengan baik, yang menjadi drafter (pembuat draf) juga Pak Manahan bukan Pak Patrialis, jadi itu yang harus ditelisik karena hakim drafter tidak menyampaikan ke Pak Patrialis, hakim drafter juga tidak menyimpan (draf), Sekjen MK juga tidak tahu, panitera juga tidak, dan draf disimpan di ruang rahasia," ungkap Arief.
Pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 25 Januari 2017, KPK menemukan draf putusan uji materi UU No. 41/2014 di tangan Kamaludin, perantara suap yang juga teman main golf Patrialis.
"Jadi kalau orang di MK mau diperiksa, ya silakan saja, tidak masalah. Kenapa harus risih kalau diperiksa KPK? Bagi kami tidak masalah, karena kami tidak salah," tambah Arief.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Ia diamankan dalam OTT KPK pada 25 Januari 2017 bersama seorang perempuan di Grand Indonesia. Petugas KPK sebelumnya sudah mengamankan seorang perantara suap bernama Kamaluddin dan juga Basuki di tempat berbeda.
"Sampai hari ini saya yakin proses pengambilan keputusannya benar, dan tidak ada pengaruh dari Patrialis. Hakim konstitusi itu independen, otonom, imparsial, pendapatnya sendiri-sendiri, ketua MK saja tidak bisa mempengaruhi, tidak ada lobi-lobi di lembaga peradilan," kata Arief di kawasan Istana Presiden Jakarta, Selasa.
Arief hari ini mengantarkan surat pemberhentian sementara Patrialis Akbar kepada Presiden Joko Widodo. Surat itu sesuai dengan rekomendasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menilai Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman hakim konstitusi.
Hakim panel uji Materi UU No. 41 tahun 2014 itu adalah Patrialis Akbar, I Dewa Gede Palguna dan Manahan Sitompul. Putusan bahkan baru akan dibacakan pada siang hari ini.
"Jadi (perbuatan ini) personal, saya tidak bilang oknum, tapi personal dan putusan sudah jadi, jadi yang nanti kita bacakan sudah jadi. Kok bisa keluar? Nah ini pembocoran rahasia negara karena dalam RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) mulai dari pembahasan pertama sampai putusan belum diputuskan, itu adalah rahasia negara jadi tidak boleh keluar," tegas Arief.
Menurut Arief, konsep putusan biasanya disimpan oleh panitera MK.
"Draf putusan disimpan semua panitera, tapi panitera juga menyimpan dengan baik, yang menjadi drafter (pembuat draf) juga Pak Manahan bukan Pak Patrialis, jadi itu yang harus ditelisik karena hakim drafter tidak menyampaikan ke Pak Patrialis, hakim drafter juga tidak menyimpan (draf), Sekjen MK juga tidak tahu, panitera juga tidak, dan draf disimpan di ruang rahasia," ungkap Arief.
Pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 25 Januari 2017, KPK menemukan draf putusan uji materi UU No. 41/2014 di tangan Kamaludin, perantara suap yang juga teman main golf Patrialis.
"Jadi kalau orang di MK mau diperiksa, ya silakan saja, tidak masalah. Kenapa harus risih kalau diperiksa KPK? Bagi kami tidak masalah, karena kami tidak salah," tambah Arief.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Ia diamankan dalam OTT KPK pada 25 Januari 2017 bersama seorang perempuan di Grand Indonesia. Petugas KPK sebelumnya sudah mengamankan seorang perantara suap bernama Kamaluddin dan juga Basuki di tempat berbeda.