Serang Antara Jateng - Anggota DPRD Banten Nuraeni mendesak pemerintah merealisasikan penerapan undang-undang hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan kejahatan seksual yang menimpa anak-anak perempuan.
"Penerapan hukuman kebiri itu bentuk perlindungan agar memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," kata Nuraeni di Serang, Senin.
Selama ini, kasus kekerasan perempuan dan anak-anak di Provinsi Banten sangat mengerikan, terutama di Kota Serang hampir setiap hari terjadi kasus kejahatan tersebut.
Mereka para korban harus menanggung beban malu dan kehilangan masa depan, seperti berhenti sekolah dan hamil sampai melahirkan bayi.
Selain itu ada juga yang tragis dengan kehilangan nyawa akibat pembunuhan oleh pelaku kejahatan seksual.
Nuraeni terus mendorong lembaga penegak hukum agar memberikan hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual yang korbannya anak-anak perempuan itu.
Sebab, sejauh ini hukuman pelaku kekerasan seksual dinilai belum adil dan perlu direalisasikan UU hukuman kebiri yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Kami yakin penerapan hukuman kebiri dapat mengendalikan kejahatan seksual yang menimpa anak-anak perempuan," katanya menjelaskan.
Menurut Nuraeni, pemerintah pusat dan daerah cukup serius terhadap perlindungan kaum perempuan dan anak diantaranya menerbitkan peraturan daerah (Perda) sebagai bentuk penegakan payung hukum.
Bahkan, Pemprov Banten juga telah menetapkan perda tersebut pada tahun 2016.
Perda itu, kata dia, merupakan komitmen untuk melindungi perempuan dan anak dari kejahatan kekerasan.
Akan tetapi, perlindungan itu juga masyarakat harus berperan aktif untuk melindungi perempuan dan anak anak.
Apabila, ditemukan kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak maka segera melaporkan kasus tersebut kepada penegak hukum.
"Kami berharap partisipasi masyarakat juga mendukung untuk melindungi kekerasan perempuan dan anak-anak itu," katanya.
Menyinggung ketahanan keluarga, Pemprov Banten dan DPRD setempat akan membahas rencana peraturan daerah (Raperda) tahun 2017 tentang ketahanan keluarga.
Dimana raperda ketahanan keluarga itu agar pemerintah memfokuskan perlindungan perempuan dan anak agar mereka hidup lebih sejahtera tanpa kekerasan.
"Kami optimistis Raperda perlindungan perempuan dan anak itu nantinya menjadikan pedoman payung hukum agar tidak ada lagi terjadi kekerasan yang menimpa perempuan dan anak," kata Politisi Demokrat Kota Serang itu.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Lebak, Nani Suryani mengatakan pihaknya mendukung hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual untuk melindungi perempuan dan anak.
Saat ini, jumlah kasus kejahatan seksual yang menimpa anak-anak di Lebak sampai awal Desember 2016 tercatat 17 kasus dan meningkat dari sebelumnya 13 kasus.
Mereka pelakunya beragam mulai usia lanjut, dewasa, anak baru gede (ABG) dan anak, katanya.
Sebagian besar korban kekerasan seksual yang dialami anak-anak itu adalah orang dekat yang semestinya melindungi.
Bahkan, di antaranya terdapat orangtua melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandung sendiri.
"Kami minta masyarakat dapat melindungi anak-anak sehingga bisa diminimalisasi kejahatan seksual itu," ujarnya.
Namun, kekerasan yang menimpa anak-anak perempuan hingga kini belum mendapat hukuman berat, sehingga tidak menjadikan rasa jera bagi pelakunya.
"Kami terus mengoptimalkan sosialisasi dengan melibatkan stakeholder dan instansi terkait untuk mencegah kejahatan seksual itu," katanya.
"Penerapan hukuman kebiri itu bentuk perlindungan agar memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," kata Nuraeni di Serang, Senin.
Selama ini, kasus kekerasan perempuan dan anak-anak di Provinsi Banten sangat mengerikan, terutama di Kota Serang hampir setiap hari terjadi kasus kejahatan tersebut.
Mereka para korban harus menanggung beban malu dan kehilangan masa depan, seperti berhenti sekolah dan hamil sampai melahirkan bayi.
Selain itu ada juga yang tragis dengan kehilangan nyawa akibat pembunuhan oleh pelaku kejahatan seksual.
Nuraeni terus mendorong lembaga penegak hukum agar memberikan hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual yang korbannya anak-anak perempuan itu.
Sebab, sejauh ini hukuman pelaku kekerasan seksual dinilai belum adil dan perlu direalisasikan UU hukuman kebiri yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Kami yakin penerapan hukuman kebiri dapat mengendalikan kejahatan seksual yang menimpa anak-anak perempuan," katanya menjelaskan.
Menurut Nuraeni, pemerintah pusat dan daerah cukup serius terhadap perlindungan kaum perempuan dan anak diantaranya menerbitkan peraturan daerah (Perda) sebagai bentuk penegakan payung hukum.
Bahkan, Pemprov Banten juga telah menetapkan perda tersebut pada tahun 2016.
Perda itu, kata dia, merupakan komitmen untuk melindungi perempuan dan anak dari kejahatan kekerasan.
Akan tetapi, perlindungan itu juga masyarakat harus berperan aktif untuk melindungi perempuan dan anak anak.
Apabila, ditemukan kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak maka segera melaporkan kasus tersebut kepada penegak hukum.
"Kami berharap partisipasi masyarakat juga mendukung untuk melindungi kekerasan perempuan dan anak-anak itu," katanya.
Menyinggung ketahanan keluarga, Pemprov Banten dan DPRD setempat akan membahas rencana peraturan daerah (Raperda) tahun 2017 tentang ketahanan keluarga.
Dimana raperda ketahanan keluarga itu agar pemerintah memfokuskan perlindungan perempuan dan anak agar mereka hidup lebih sejahtera tanpa kekerasan.
"Kami optimistis Raperda perlindungan perempuan dan anak itu nantinya menjadikan pedoman payung hukum agar tidak ada lagi terjadi kekerasan yang menimpa perempuan dan anak," kata Politisi Demokrat Kota Serang itu.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Lebak, Nani Suryani mengatakan pihaknya mendukung hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual untuk melindungi perempuan dan anak.
Saat ini, jumlah kasus kejahatan seksual yang menimpa anak-anak di Lebak sampai awal Desember 2016 tercatat 17 kasus dan meningkat dari sebelumnya 13 kasus.
Mereka pelakunya beragam mulai usia lanjut, dewasa, anak baru gede (ABG) dan anak, katanya.
Sebagian besar korban kekerasan seksual yang dialami anak-anak itu adalah orang dekat yang semestinya melindungi.
Bahkan, di antaranya terdapat orangtua melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandung sendiri.
"Kami minta masyarakat dapat melindungi anak-anak sehingga bisa diminimalisasi kejahatan seksual itu," ujarnya.
Namun, kekerasan yang menimpa anak-anak perempuan hingga kini belum mendapat hukuman berat, sehingga tidak menjadikan rasa jera bagi pelakunya.
"Kami terus mengoptimalkan sosialisasi dengan melibatkan stakeholder dan instansi terkait untuk mencegah kejahatan seksual itu," katanya.