Semarang, Antara Jateng - Pemerintah perlu mendorong perbankan melakukan pembaruan pada kartu ATM berbasis cip (chip) sekaligus melakukan pembaruan pada mesinnya, kata pakar keamanan siber Pratama Persadha.
Pratama dalam surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Rabu, juga memandang perlu ada undang-undang yang mewajibkan pihak penyedia layanan keuangan bila tidak ada kemauan untuk membangun sistem yang aman bagi nasabah.
"Sanksi juga bisa diberikan apabila sistem keamanan pada bank belum diterapkan atau tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Yang ada sekarang baru tingkat peraturan menteri," katanya.
Sebenarnya, menurut Pratama, Bank Indonesia sendiri juga telah mewajibkan penggunaan teknologi cip bagi seluruh penyelenggara kartu anjungan tunai mandiri (ATM) atau debit paling lambat pada tanggal 31 Desember 2021.
Tidak hanya menerapkan penggunaan cip pada kartu, dia memandang perlu semua infrastruktur yang mendukungnya juga mendapat perhatian. Misalnya, pada mesin ATM, apakah perangkat sudah bisa membaca teknologi cip dengan perangkat lunak yang tepat atau belum.
Mesin ATM, lanjut dia, juga perlu diamankan dengan enkripsi. Beberapa mesin ATM di Indonesia sudah menggunakan metode enkripsi data dengan teknik data encryption standard (DES), kemudian mengembangkannya menjadi triple DES guna meningkatkan keamanan data.
Pratama menyarankan bagi para nasabah agar selalu waspada ketika melakukan transaksi menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Minimal nasabah bisa langsung ke kasir dan mengawasi langsung penggunaan kartu.
"Bila kita membayar dengan kartu debit atau kredit, memang perlu waspada. Jangan sampai informasi penting pada kartu tersebut diambil orang lain," katanya.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) lantas menyarankan nasabah mengganti nomor identifikasi pribadi atau personal identification number (PIN) pada kartu debit secara rutin. Hal ini merupakan langkah terbaik sebagai pencegahan.
"Bagaimanapun kunci utama keamanan kartu kredit atau debit tetap berada di tangan pemiliknya. Teknologi secanggih apa pun tidak akan berguna apabila pemilik kartu tidak berhati-hati dalam menggunakannya," kata Pratama.
Pratama dalam surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Rabu, juga memandang perlu ada undang-undang yang mewajibkan pihak penyedia layanan keuangan bila tidak ada kemauan untuk membangun sistem yang aman bagi nasabah.
"Sanksi juga bisa diberikan apabila sistem keamanan pada bank belum diterapkan atau tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Yang ada sekarang baru tingkat peraturan menteri," katanya.
Sebenarnya, menurut Pratama, Bank Indonesia sendiri juga telah mewajibkan penggunaan teknologi cip bagi seluruh penyelenggara kartu anjungan tunai mandiri (ATM) atau debit paling lambat pada tanggal 31 Desember 2021.
Tidak hanya menerapkan penggunaan cip pada kartu, dia memandang perlu semua infrastruktur yang mendukungnya juga mendapat perhatian. Misalnya, pada mesin ATM, apakah perangkat sudah bisa membaca teknologi cip dengan perangkat lunak yang tepat atau belum.
Mesin ATM, lanjut dia, juga perlu diamankan dengan enkripsi. Beberapa mesin ATM di Indonesia sudah menggunakan metode enkripsi data dengan teknik data encryption standard (DES), kemudian mengembangkannya menjadi triple DES guna meningkatkan keamanan data.
Pratama menyarankan bagi para nasabah agar selalu waspada ketika melakukan transaksi menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Minimal nasabah bisa langsung ke kasir dan mengawasi langsung penggunaan kartu.
"Bila kita membayar dengan kartu debit atau kredit, memang perlu waspada. Jangan sampai informasi penting pada kartu tersebut diambil orang lain," katanya.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) lantas menyarankan nasabah mengganti nomor identifikasi pribadi atau personal identification number (PIN) pada kartu debit secara rutin. Hal ini merupakan langkah terbaik sebagai pencegahan.
"Bagaimanapun kunci utama keamanan kartu kredit atau debit tetap berada di tangan pemiliknya. Teknologi secanggih apa pun tidak akan berguna apabila pemilik kartu tidak berhati-hati dalam menggunakannya," kata Pratama.