Semarang, Antara Jateng - Lembaga keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memandang perlu mempercepat penggunaan cip (chip) di kartu ATM demi keamanan nasabah.
"Hal ini mengingat masih terjadinya pembobolan atau hilangnya dana nasabah di bank," kata pakar keamanan siber Pratama Persadha melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Rabu.
Pratama mengutarakan bahwa penggunaan teknologi cip pada kartu debit akan memberikan kenyamanan dan perlindungan bagi nasabah karena sistem yang lebih aman.
"Kartu kredit yang menggunakan cip jauh lebih susah dibobol dibanding kartu kredit magnetis. Kartu kredit menggunakan cip tersebut membutuhkan program khusus untuk membobolnya," katanya.
Ia berpendapat bahwa hal itu merupakan langkah yang bagus. Namun, akan sangat lebih bagus lagi jika proses tersebut bisa selesai lebih cepat dari waktu yang sudah ditetapkan.
"Hal ini jelas akan mengurangi kejahatan yang mengincar perbankan," ujarnya.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) menegaskan bahwa kasus tersebut perlu menjadi perhatian serius bagi perbankan dan pemerintah.
Menurut dia, kejadian pembobolan dana nasabah di Batam dan Mataram merupakan contoh pembobolan dengan diawali pencurian data di anjungan tunai mandiri (ATM).
"Kerugian nasabah tidak kecil, satu orang bisa kehilangan puluhan sampai ratusan juta rupiah," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Pratama melihat nasabah akan terus menjadi korban bila tidak ada "action" segera dari pemerintah. Misalnya, lebih dari 80 persen mesin ATM di Indonesia masih memakai Windows XP, padahal Microsoft sudah menghentikan dukungan keamanannya.
Menurut dia, pemerintah harus mendorong perbankan meningkatkan standar keamanan, salah satunya meningkatkan keamanan "operating system" pada ATM.
"Hal ini mengingat masih terjadinya pembobolan atau hilangnya dana nasabah di bank," kata pakar keamanan siber Pratama Persadha melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Rabu.
Pratama mengutarakan bahwa penggunaan teknologi cip pada kartu debit akan memberikan kenyamanan dan perlindungan bagi nasabah karena sistem yang lebih aman.
"Kartu kredit yang menggunakan cip jauh lebih susah dibobol dibanding kartu kredit magnetis. Kartu kredit menggunakan cip tersebut membutuhkan program khusus untuk membobolnya," katanya.
Ia berpendapat bahwa hal itu merupakan langkah yang bagus. Namun, akan sangat lebih bagus lagi jika proses tersebut bisa selesai lebih cepat dari waktu yang sudah ditetapkan.
"Hal ini jelas akan mengurangi kejahatan yang mengincar perbankan," ujarnya.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) menegaskan bahwa kasus tersebut perlu menjadi perhatian serius bagi perbankan dan pemerintah.
Menurut dia, kejadian pembobolan dana nasabah di Batam dan Mataram merupakan contoh pembobolan dengan diawali pencurian data di anjungan tunai mandiri (ATM).
"Kerugian nasabah tidak kecil, satu orang bisa kehilangan puluhan sampai ratusan juta rupiah," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Pratama melihat nasabah akan terus menjadi korban bila tidak ada "action" segera dari pemerintah. Misalnya, lebih dari 80 persen mesin ATM di Indonesia masih memakai Windows XP, padahal Microsoft sudah menghentikan dukungan keamanannya.
Menurut dia, pemerintah harus mendorong perbankan meningkatkan standar keamanan, salah satunya meningkatkan keamanan "operating system" pada ATM.