Jakarta, Antara Jateng - Andai sistem pemilihan presiden AS sama dengan Indonesia di mana pemenang Pemilu Presiden adalah yang mendapatkan suara paling banyak, maka Hillary Clinton pasti dinobatkan sebagai pemenang Pemilu Presiden 2016, bukan Donald Trump.
Sampai 12 November waktu setempat, mengutip laman National Public Radio (NPR), Hillary telah mengungguli Trump dengan selisih 668.171 suara.
Namun dari catatan CNN, Hillary mengungguli Trump dengan selisih 622.996 suara. Rinciannya, Hillary mendapatkan 60.948.319 suara, sedangkan Trump 60.325.323 suara.
Tetapi Trump yang dinyatakan sebagai pemenang Pemilu karena meraih 290 suara elektoral, sedangkan Hillary mendapatkan 232 suara elektoral.
Selisih suara pemilih yang dicatat Hillary itu, menurut U.S. Election Atlas dalam laman NPR, melebihi Al Gore pada Pemilu 2000.
Ketika itu, Al Gore memperoleh suara pemilih lebih banyak dengan selisih 547.398 suara dari lawannya George W. Bush yang kemudian menjadi presiden karena mengumpulkan suara elektoral lebih banyak.
Tidak seperti Indonesia yang memberlakuan ketentuan bahwa pemenang Pilpres adalah kandidat yang paling banyak mendapatkan suara, maka di AS pemenang Pilpres adalah kandidat yang paling banyak mendapatkan suara elektoral.
Misalnya di empat negara bagian ini --California (55 suara elektoral), Texas (38), Oklahoma (7) dan Arizona (11)-- Trump mengalahkan Hillary dengan perbandingan suara elektoral 56 melawan 55. Hillary menang di California, tapi kalah di Texas, Oklahoma dan Arizona,
Jika melihat jumlah suara pemilih, Hillary justru jauh lebih unggul dengan mendapatkan 11,1 juta suara, sedangkan Trump 9,8 juta suara.
Rinciannya, mengutip laman CNN, Hillary menang di California dengan suara mayoritas 5,93 juta suara melawan 3,18 juta suara yang diperoleh Trump.
Namun Hillary kalah di Texas dengan perolehan suara 3,86 juta melawan 4,68 juta. Hillary juga kalah di Oklohoma dengan perbandingan suara 419 ribu suara melawan 947 suara. Juga di Arizona dengan komposisi suara 936 ribu melawan 1,02 juta suara.
Mengingat hampir seluruh negara bagian menerapkan sistem "winner takes all" (yang paling banyak mendapatkan suara pemilih di sebuah negara bagian adalah pemenang semua jatah suara elektoral di negara bagian itu), maka jumlah suara Hillary di Oklahoma, Texas dan Arizona sama sekali tidak diperhitungkan karena semua jatah suara elektoral di tiga negara bagian itu menjadi milik Trump. Sebaliknya, Trump juga tidak mendapatkan satu pun suara elektoral di California karena di sini dia kalah suara pemilih dari Hillary.
Menurut laman NPR, keunggulan suara Hillary sepertinya akan terus bertahan sampai penghitungan resmi hasil suara Pemilu diselesaikan.
Demokrat kini telah enam kali memenangkan suara pemilih paling banyak pada tujuh Pilpres terakhir. Dari enam kali itu, dua kali kalah dalam Pilpres meskipun mendapatkan suara pemilih lebih banyak.
Konstitusi Amerika mensyaratkan bahwa Electoral College (proses pengemban suara elektoral yang biasa disebut elector, menyalurkan suara elektoral) dalam memilih presiden.
Para bapak pendiri AS menciptakan sistem ini demi menghindarkan negara bagian-negara bagian besar menentukan hasil Pemilu dan terlalu berpengaruh, demikian laman NPR.
Sampai 12 November waktu setempat, mengutip laman National Public Radio (NPR), Hillary telah mengungguli Trump dengan selisih 668.171 suara.
Namun dari catatan CNN, Hillary mengungguli Trump dengan selisih 622.996 suara. Rinciannya, Hillary mendapatkan 60.948.319 suara, sedangkan Trump 60.325.323 suara.
Tetapi Trump yang dinyatakan sebagai pemenang Pemilu karena meraih 290 suara elektoral, sedangkan Hillary mendapatkan 232 suara elektoral.
Selisih suara pemilih yang dicatat Hillary itu, menurut U.S. Election Atlas dalam laman NPR, melebihi Al Gore pada Pemilu 2000.
Ketika itu, Al Gore memperoleh suara pemilih lebih banyak dengan selisih 547.398 suara dari lawannya George W. Bush yang kemudian menjadi presiden karena mengumpulkan suara elektoral lebih banyak.
Tidak seperti Indonesia yang memberlakuan ketentuan bahwa pemenang Pilpres adalah kandidat yang paling banyak mendapatkan suara, maka di AS pemenang Pilpres adalah kandidat yang paling banyak mendapatkan suara elektoral.
Misalnya di empat negara bagian ini --California (55 suara elektoral), Texas (38), Oklahoma (7) dan Arizona (11)-- Trump mengalahkan Hillary dengan perbandingan suara elektoral 56 melawan 55. Hillary menang di California, tapi kalah di Texas, Oklahoma dan Arizona,
Jika melihat jumlah suara pemilih, Hillary justru jauh lebih unggul dengan mendapatkan 11,1 juta suara, sedangkan Trump 9,8 juta suara.
Rinciannya, mengutip laman CNN, Hillary menang di California dengan suara mayoritas 5,93 juta suara melawan 3,18 juta suara yang diperoleh Trump.
Namun Hillary kalah di Texas dengan perolehan suara 3,86 juta melawan 4,68 juta. Hillary juga kalah di Oklohoma dengan perbandingan suara 419 ribu suara melawan 947 suara. Juga di Arizona dengan komposisi suara 936 ribu melawan 1,02 juta suara.
Mengingat hampir seluruh negara bagian menerapkan sistem "winner takes all" (yang paling banyak mendapatkan suara pemilih di sebuah negara bagian adalah pemenang semua jatah suara elektoral di negara bagian itu), maka jumlah suara Hillary di Oklahoma, Texas dan Arizona sama sekali tidak diperhitungkan karena semua jatah suara elektoral di tiga negara bagian itu menjadi milik Trump. Sebaliknya, Trump juga tidak mendapatkan satu pun suara elektoral di California karena di sini dia kalah suara pemilih dari Hillary.
Menurut laman NPR, keunggulan suara Hillary sepertinya akan terus bertahan sampai penghitungan resmi hasil suara Pemilu diselesaikan.
Demokrat kini telah enam kali memenangkan suara pemilih paling banyak pada tujuh Pilpres terakhir. Dari enam kali itu, dua kali kalah dalam Pilpres meskipun mendapatkan suara pemilih lebih banyak.
Konstitusi Amerika mensyaratkan bahwa Electoral College (proses pengemban suara elektoral yang biasa disebut elector, menyalurkan suara elektoral) dalam memilih presiden.
Para bapak pendiri AS menciptakan sistem ini demi menghindarkan negara bagian-negara bagian besar menentukan hasil Pemilu dan terlalu berpengaruh, demikian laman NPR.