Semarang, Antara Jateng - Relatif banyak industri teknologi pertahanan dalam negeri yang merasa sebagai "ban serep" saja, kata pakar keamanan siber dan komunikasi Pratama Persadha.

Menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Sabtu, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) itu mengatakan, "Selama 'ban utama'-nya enggak pecah atau bocor, 'ban serep' enggak akan pernah dipakai, hanya disimpan saja."

Upaya agar pemerintah menggunakan alat buatan anak bangsa sendiri, menurut Pratama, pemerintah harus benar-benar menegakkan aturan. Misalnya, di dalam negeri ada produk yang sejenis, jangan beli dari luar negeri.

Ia mengemukakan bahwa riset itu butuh biaya besar, sedangkan biaya itu industri lokal bisa memperolehnya kalau ada penjualan. "Nah, kalau industri lokal enggak ada yang beli, bagaimana mau riset untuk mengembangkan produknya agar sejajar dengan produk luar negeri?" katanya.

Menurut dia, sebenarnya hanya butuh "goodwill" dari pemerintah dan pembuat kebijakan agar pro terhadap produk dalam negeri. Hal ini bukan "lips service" saja, melainkan benar-benar melakukannya dengan sungguh-sungguh.

"Semoga dengan perhatian Pak Menhan Ryamizard Ryacudu terhadap industri pertahanan lokal pada pameran Indo Defence di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 2 s.d. 5 November 2016, bisa menjadi titik balik bahwa pemerintah mulai berpihak pada industri pertahanan dalam negeri," katanya.

Menyinggung tingkat kemodernan alat serupa dalam pameran tersebut, Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) mengatakan bahwa produk dalam negeri ada yang unggul dan kalah dengan produk negara lain.

"Akan tetapi, khusus untuk pengamanan informasi dan komunikasi, wajib hukumnya kalau algoritme enkripsinya (bukan hanya kunci enkripsi) buatan dalam negeri," katanya.

Pewarta : -
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024