Magelang, Antara Jateng - Terdengar suara "Mugi ngayomi, mugi ngayemi" seakan mengiringi penanaman bibit pohon bodi sumbangan komunitas Buddhis, oleh pejabat kelurahan di halaman SMP Kanisius Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

"Mugi ngayomi, mugi ngayemi" kira-kira maksudnya adalah, pohon bodi yang ditanam oleh Pelaksana Tugas Lurah Muntilan Agus Triwiyoko itu, "Semoga memberikan pengayoman dan semoga menenteramkan". Secara kompak dan spontan, mereka yang hadir menyauti dengan kata, "Amin".

Hadir pada acara pembuka aksi lingkungan berupa penanaman berbagai bibit pepohonan di sepanjang alur Kali Lamat di Muntilan, antara lain Direktur Museum Misi Muntilan Romo Yosep Nugroho Tri Sumartono, sejumlah petugas lapangan Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Magelang, dan beberapa biarawati dari komunitas Santa Perawan Maria.

Kegiatan tersebut dalam rangkaian Gelar Budaya 2016 diprakarsai Museum Misi Muntilan bertajuk "Nandur Banyu Ngrukti Guwa Garbaning Pertiwi" (Menanam air merawat ibu pertiwi). Puncak acara Gelar Budaya pada 21-23 Oktober mendatang di Lapangan Pastoran Muntilan.

Rangkaian agenda sejak beberapa waktu lalu yang juga untuk memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober itu, antara lain kirab budaya, pameran produk pangan dan ekonomi masyarakat, pentas berbagai kesenian, dongeng anak, kerja bakti menyingkirkan sampah dari Sungai Lamat, dan penanaman pohon penghijauan.

Saat pembukaan penanaman pohon yang secara simbolik dilakukan ratusan anak-anak lintas agama di Belik Balemulyo, Muntilan, pada Minggu (16/10) siang tersebut, mereka juga bersama-sama melantunkan lagu dua bait yang isinya tentang semangat kebersamaan melestarikan lingkungan.

"'Bersama-sama kita. Bergandeng berangkul tangan. Jaga alam ciptaan. Selamatkan masa depan. Buang sampah pada tempatnya. Tanam pohon bukan tebang pohon. Mari kita bersama-sama. Jaga alam kita!'," begitu syair tembang tersebut yang dilantunkan anak-anak di halaman Pastoran Muntilan, berupa bangunan cagar budaya peninggalan zaman Belanda yang sekompleks dengan SMP Kanisius Muntilan dan Museum Misi, siang itu.

Kekompakan dan kepedulian, kata Agus Triwiyoko, harus dijaga secara berkelanjutan karena hal itu menjadi kekuatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

"Kegiatan seperti ini, lintas agama menjaga soliditas dan solidaritas, terjaga dengan baik. Adik-adik mulai hari ini senantiasa bersama-sama menjaga lingkungan. Mudah-mudahan ke depan melibatkan lebih banyak 'stakeholder'," ujarnya.

Mereka kemudian berjalan kaki bersama menuju Belik Balemulyo sambil membawa beberapa properti ukuran besar berbentuk sejumlah ikan yang dibuat dari limbah plastik dan berbagai bibit pepohonan yang hendak ditanam di alur Kali Lamat.

Sejumlah tulisan yang isinya tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan menciptakan lingkungan sungai yang bersih juga diusung anak-anak dalam kirab mereka.

Tembang "shalawat" dengan tabuhan rebana dilantunkan puluhan santri Pondok Pesantren Nurul Falah Muntilan, mengiringi kirab anak-anak lintas agama menuju Belik Balemulyo, melewati sepenggal jalan utama searah Magelang-Yogyakarta di Kecamatan Muntilan.

"'Ya Nabi salam 'alaika. Ya Rasul salam 'alaika. Ya Habib salam 'alaika. Sholawatullah 'alaika. Asyroqol badru 'alaina, fakhtafat minhul buduuruu. Mitsla husnik maa ro ainaa, khottu yaa wajha suruurii'," begitu sebagian syair "shalawat" itu.

Kira-kira, terjemahannya "Wahai Nabi salam sejahtera bagimu. Wahai Rasul salam sejahtera bagimu. Wahai Kekasih salam sejahtera bagimu. Shalawat Allah bagimu. Bulan purnama telah terbit menyinari kami. Pudarlah purnama-purnama lainnya. Belum pernah aku melihat keelokan sepertimu wahai orang yang berwajah riang".

Anak-anak dengan riang gembira kemudian bergantian membasuh tangan dan muka masing-masing dari air pancuran yang bersumber dari belik itu. Belik Balemulyo sebagai satu-satunya sumber air yang masih tersisa saat ini di kawasan setempat.

"Dulu ada tiga atau empat belik, tetapi kira-kira 10 tahun terakhir hilang, termasuk karena dampak banjir lahar Gunung Merapi pada 2011 yang melewati Kali Lamat di sini. Sekarang tinggal ini," kata Ketua Rukun Warga 08 yang membawahi tiga rukun tetangga di Kampung Balemulyo, Kelurahan Muntilan, Bambang Purwanto. Jumlah total warga RW setempat 113 keluarga atau sekitar 500 jiwa.

Hingga saat ini, sejumlah warga setempat masih memanfaatkan belik itu untuk keperluan sehari-hari, terutama mandi, cuci, dan kakus. Masyarakat setempat dengan dukungan program pemerintah pada 2006 membangun antara lain dua kamar MCK di belik yang hingga saat ini masih mereka rawat.

"Tinggal belik ini, airnya tidak pernah kering," ujarnya di sela menyambut kedatangan anak-anak lintas agama melakukan penanaman bibit pepohonan di tepi Kali Lamat Kampung Balemulyo.

Anak-anak yang melakukan penanaman bibit pepohonan di tepi sungai yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi, sekitar 20 kilometer dari Muntilan itu, antara lain dari Kelompok Pendampingan Iman Anak Paroki Santo Antonius Muntilan, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU), Sekolah Minggu Gereja Kristen Indonesia (GKI) Muntilan.

Selain itu, SMP Katolik Santa Maria Tumpang, Kecamatan Sawangan, Raudhatul Athfal setempat, Gereja Kristen Kerasulan Indonesia, anak-anak komunitas buddhis, dan santri Ponpes Nurul Falah.

Tabuhan puluhan kentongan secara bersama-sama menjadi penanda dimulai penanaman berbagai bibit pepohonan oleh anak-anak lintas agama tersebut.

Total sekitar 500 bibit berbagai pohon ditanam di 20 lokasi sepanjang tepi Kali Lamat di Muntilan, antara lain trembesi, gayam, jati, matoa, mangga, durian, dan rambutan.

"Sumbangan dari berbagai pihak secara perorangan, kelompok, dan institusi, termasuk dari Badan Lingkungan Hidup (Pemkab Magelang)," kata Romo Nugroho.

Panitia besar kegiatan Gelar Budaya 2016 yang melibatkan masyarakat lintas agama di daerah setempat telah secara detail mengatur penanaman seluruh bibit pepohonan di tepi alur sungai tersebut.

Upaya tersebut untuk membangun kembali ekosistem pinggir Sungai Lamat agar terasa nyaman dan asri, serta menggiring kepada suasana hati tenteram masyarakat kawasannya setiap saat.

"Dengan ada pohon-pohon besar, menjadi tempat penyimpanan air di dalam tanah. Di situ akan ada 'kedung' (lubuk)," ucapnya.

Selagi anak-anak lintas agama dengan riang gembira menanam bibit pepohonan, terdengar dari tempat yang tidak jauh dari tepi Kali Lamat, tabuhan suara gamelan mengiringi pementasan wayang kulit di halaman rumah warga.

Di hadapan anak-anak lintas agama, Dalang Ki Yulius Iswanto mendongeng tentang lingkungan alam melalui wayang-wayang yang dimainkan di kelir.

Dialog antarwayang terkesan menebarkan pesan yang mudah ditangkap oleh anak-anak, yakni pentingnya penyelamatan lingkungan, pelestarian sungai, penanaman pohon, dan kearifan menghadapi alam.

Menanam pepohonan menjadi kebutuhan penting saat ini. Anak-anak lintas agama di Muntilan menanamkan investasi pepohonan untuk semangat pengayoman dan ketenteraman hidup bersama pada masa mendatang.


Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025