Jakarta Antara Jateng - Tim Pencari Fakta Gabungan (TPFG) menyatakan bahwa tidak menemukan adanya aliran dana dari mendiang Freddy Budiman kepada sejumlah pejabat Polri.
"Tim tidak menemukan aliran dana (Freddy Budiman) kepada pejabat tertentu di Mabes Polri," kata anggota TPFG Effendi Gazali, di Jakarta, Kamis.
Hal itu disimpulkan dari pemeriksaan terhadap video testimoni, wawancara sejumlah narasumber, laporan PPATK dan surat yang dibuat Freddy untuk keluarganya.
Pihaknya mengakui bahwa pertemuan Haris dan Freddy pada 9 Juni 2014 di LP Batu Nusakambangan memang terjadi.
"Tim melakukan simulasi ruangan, tempat duduk, suasana diskusi saat itu, dan isi pembicaraan. Keseluruhannya hampir sama dengan apa yang disampaikan Haris," katanya.
Dalam mengusut dugaan aliran dana dari Freddy ke pejabat Polri, tim mempelajari tiga video yang dibuat oleh Humas Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, video yang dibuat keluarga Freddy dan sebuah surat yang dibuat almarhum untuk keluarga. Namun, dari hasil pengusutan, hasilnya nihil. "Tidak ditemukan sama sekali pernyataan mengenai aliran dana," katanya.
Demikian juga setelah tim mempelajari petunjuk lainnya, yakni pledoi Freddy.
"Baik dari pledoi yang resmi digunakan di pengadilan maupun setelah kami menanyakan ke pengacara (Freddy), menurut mereka tidak ada cerita mengenai aliran dana," katanya.
Menurutnya, isi pledoi Freddy lebih bersifat permintaan maaf dan penyesalan.
"Petunjuk awal sangat sumir tentang masalah pledoi dan dugaan (aliran) dana Rp90 miliar," katanya.
TPFG yang dibentuk pada 9 Agustus 2016, beranggotakan 18 orang yang tiga anggotanya berasal dari eksternal Kepolisian yakni Ketua Setara Institute Hendardi, Akademisi Universitas Indonesia Effendi Gazali, anggota Kompolnas Poengky Indarti.
Tim itu bertugas di bawah koordinasi Irwasum Komjen Dwi Priyatno.
Menurutnya, dalam masa tugas 30 hari, TPFG mengumpulkan data dengan mewawancarai 64 orang yang terdiri atas 24 orang internal Polri dan 40 orang dari eksternal.
Dalam penyelidikannya, tim juga merekonstruksi peristiwa saat Freddy bertemu dengan Haris Azhar, mempelajari video rekaman jelang eksekusi mati Freddy, pledoi dan sejumlah dokumen.
Tim tersebut dibentuk untuk fokus mencari kebenaran mengenai kesaksian Freddy yang menyampaikan kepada Koordinator Kontras Haris Azhar terkait adanya aliran dana sebesar Rp90 miliar kepada pejabat di Mabes Polri.
Tim gabungan telah memeriksa adik terpidana mati Freddy Budiman, yaitu Johny Suhendra alias Latif yang masih menjadi tahanan di penjara Salemba. Kemudian tim gabungan telah mengumpulkan fakta dan memeriksa beberapa saksi di Lapas Nusakambangan.
Selain itu, tim gabungan juga meminta keterangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana Freddy Budiman dan meminta keterangan pengacara Freddy yang membantu menyusun pleidoi.
Selanjutnya, tim gabungan telah menyaksikan dan memeriksa video dari Kementerian Hukum dan HAM mengenai kesaksian Freddy Budiman sebelum dieksekusi mati. Namun, dalam video tersebut tidak disebutkan pejabat Polri yang menerima aliran dana miliaran rupiah dari Freddy.
"Tim tidak menemukan aliran dana (Freddy Budiman) kepada pejabat tertentu di Mabes Polri," kata anggota TPFG Effendi Gazali, di Jakarta, Kamis.
Hal itu disimpulkan dari pemeriksaan terhadap video testimoni, wawancara sejumlah narasumber, laporan PPATK dan surat yang dibuat Freddy untuk keluarganya.
Pihaknya mengakui bahwa pertemuan Haris dan Freddy pada 9 Juni 2014 di LP Batu Nusakambangan memang terjadi.
"Tim melakukan simulasi ruangan, tempat duduk, suasana diskusi saat itu, dan isi pembicaraan. Keseluruhannya hampir sama dengan apa yang disampaikan Haris," katanya.
Dalam mengusut dugaan aliran dana dari Freddy ke pejabat Polri, tim mempelajari tiga video yang dibuat oleh Humas Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, video yang dibuat keluarga Freddy dan sebuah surat yang dibuat almarhum untuk keluarga. Namun, dari hasil pengusutan, hasilnya nihil. "Tidak ditemukan sama sekali pernyataan mengenai aliran dana," katanya.
Demikian juga setelah tim mempelajari petunjuk lainnya, yakni pledoi Freddy.
"Baik dari pledoi yang resmi digunakan di pengadilan maupun setelah kami menanyakan ke pengacara (Freddy), menurut mereka tidak ada cerita mengenai aliran dana," katanya.
Menurutnya, isi pledoi Freddy lebih bersifat permintaan maaf dan penyesalan.
"Petunjuk awal sangat sumir tentang masalah pledoi dan dugaan (aliran) dana Rp90 miliar," katanya.
TPFG yang dibentuk pada 9 Agustus 2016, beranggotakan 18 orang yang tiga anggotanya berasal dari eksternal Kepolisian yakni Ketua Setara Institute Hendardi, Akademisi Universitas Indonesia Effendi Gazali, anggota Kompolnas Poengky Indarti.
Tim itu bertugas di bawah koordinasi Irwasum Komjen Dwi Priyatno.
Menurutnya, dalam masa tugas 30 hari, TPFG mengumpulkan data dengan mewawancarai 64 orang yang terdiri atas 24 orang internal Polri dan 40 orang dari eksternal.
Dalam penyelidikannya, tim juga merekonstruksi peristiwa saat Freddy bertemu dengan Haris Azhar, mempelajari video rekaman jelang eksekusi mati Freddy, pledoi dan sejumlah dokumen.
Tim tersebut dibentuk untuk fokus mencari kebenaran mengenai kesaksian Freddy yang menyampaikan kepada Koordinator Kontras Haris Azhar terkait adanya aliran dana sebesar Rp90 miliar kepada pejabat di Mabes Polri.
Tim gabungan telah memeriksa adik terpidana mati Freddy Budiman, yaitu Johny Suhendra alias Latif yang masih menjadi tahanan di penjara Salemba. Kemudian tim gabungan telah mengumpulkan fakta dan memeriksa beberapa saksi di Lapas Nusakambangan.
Selain itu, tim gabungan juga meminta keterangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana Freddy Budiman dan meminta keterangan pengacara Freddy yang membantu menyusun pleidoi.
Selanjutnya, tim gabungan telah menyaksikan dan memeriksa video dari Kementerian Hukum dan HAM mengenai kesaksian Freddy Budiman sebelum dieksekusi mati. Namun, dalam video tersebut tidak disebutkan pejabat Polri yang menerima aliran dana miliaran rupiah dari Freddy.