Semarang, Antara Jateng - Pernah tahu cerita tentang Mispan? Seorang penyandang disabilitas di Dusun Kawista, Desa Adiwarno, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Mispan memang bukan orang terkenal, jadi mungkin banyak orang tidak tahu, bahkan tidak mau tahu tentang kisahnya.

Ia hanyalah seorang penyandang disabilitas biasa yang sudah tidak bisa beraktivitas mandiri selama 25 tahun.

Pria berusia 40 tahun itu hidup sebatang kara di rumah petak tak layak huni berukuran 5x5 meter yang juga tanpa tempat mandi cuci kakus (MCK) dan sehari-hari Mispan diurus kakak sepupunya, Miskem (50), yang tinggal di sebelah rumah.

Kisah itu pernah muncul di sejumlah media massa pada akhir Maret 2016. Ketika itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengunjunginya dan kemudian meminta Mispan tinggal di Panti Wreda di Kutoarjo.

Memang tak ada yang istimewa, sebab ada banyak juga warga miskin seperti Mispan yang akhirnya dikunjungi para pejabat, namun jika dirasakan lagi, ada pembelajaran nyata tentang secuil kisah ini.

Seperti sudah garis Tuhan Yang Maha Esa jika Mispan harus menunggu 25 tahun untuk mendapat kehidupan yang semestinya. Sebelumnya, ia dengan kondisi yang serba kekurangan itu seperti dianggap tak ada karena ia tidak memiliki kartu identitas, kartu keluarga, dan tentunya tak punya juga kartu miskin yang banyak dikeluarkan oleh pemerintah.

Bersyukur, salah seorang staf gubernur mengetahui kondisi tersebut dan melaporkannya serta kemudian mendapat respon bagus dari orang nomor satu di Jawa Tengah itu.

Setelah diketahui sang gubernur, barulah Mispan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, dan juga kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kartu-kartu itu baru didapatkan Mispan sehari sebelum kedatangan Ganjar.

"Baru ada KTP kemarin," ujar Miskem kala itu.
Bukan hanya urusan admisnistrasi, mendadak ada pula bantuan baju-baju baru dan juga kursi roda di rumah Mispan.

Suasana semacam itu jadi seperti saat sebelum era reformasi, ketika akan ada pejabat datang semuanya baru dipersiapkan agar terlihat bagus tanpa cela.

Kisah Mispan tersebut seharusnya menjadi tamparan keras bagi semua pihak. Kemana orang-orang selama ini, terutama perwakilan pemerintah di daerah seperti ketua RT, RW, lurah, camat, bupati atau warga sekitar? Siapa yang seharusnya peduli jika ada kondisi seperti yang dialami Mispan?

"Kalau ada warga seperti ini jangan didiamkan, pemerintah harus peduli, warga harus melaporkan, kalau kabupaten tidak mau merawat, sampaikan ke provinsi," tandas Ganjar mengetahui kondisi Mispan dan ketika itu, Ganjar pun hanya bisa geleng-geleng kepala.

Kepedulian itu juga seharusnya dipupuk dihati setiap orang, sehingga jika ada warga yang kekurangan di sekitarnya bisa segera dibantu. Terlebih saat ini sudah zaman modern, jika tak mampu membantu secara materi bisa dengan berbagai cara lain, seperti halnya melaporkannya pada pemerintah yang kini bisa dilakukan dengan berbagai media sosial.


Peluncuran Kartu Jateng Sejahtera
Tepat lima bulan usai Mispan jadi pemberitaan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meluncurkan Kartu Jateng Sejahtera (KJS) yang menjadi angin segar bagi 12.764 warga di 35 kabupaten/kota yang masuk kategori tidak sejahtera dan belum mendapatkan bantuan dari program pemerintah lainnya.

Peluncuran KJS tersebut bertepatan dengan Pesta Rakyat dalam rangka memperingati Hari Jadi Ke-66 Provinsi Jateng yang dipusatkan di Alun-Alun Kota Magelang, Sabtu (27/8).

"Ini untuk mereka yang 'ketlingsut' (tidak tercover), miskin tapi tidak terdaftar sebagai penerima bantuan," kata Ganjar.

KJS, ungkapnya, akan diberikan kepada warga miskin nonproduktif, seperti penyandang cacat dan miskin kategori parah.

"Bantuan ini sudah bisa cair Oktober 2016," ujar mantan anggota DPR RI itu.

Program KJS merupakan hasil kerja sama dengan Bank Jateng dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara, sedangkan pada APBD 2017 akan dialokasikan anggaran khusus untuk program KJS.

Bantuan tersebut meliputi jaminan sosial keluarga sejahtera, beras kesejahteraan, jamkesmas nonkuota, bantuan siswa miskin serta program penguatan seperti perbaikan rumah tidak layak huni, sambungan listrik, dan pembuatan jamban.

Warga miskin pemegang KJS akan menerima jaminan sosial raskin sebanyak 15 kilogram dengan nominal Rp10.000 per kilogram per bulan.

Pengentasan kemiskinan memang masih menjadi tantangan besar kepemimpinan pasangan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko yang saat ini memasuki tahun ketiga, terlebih penurunan angka kemiskinan pernah "dijualnya" saat kampanye, dan merupakan misi penting dalam visi misi kepemimpinan Ganjar-Heru.

Tepatnya tercantum dalam misi nomor dua yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, menanggulangi kemiskinan, dan pengangguran.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah menyebutkan angka warga miskin di Jawa Tengah per Maret 2016 mencapai 4,507 juta jiwa atau 13,27 persen dari total penduduk yang ada. Angka kemiskinan tersebut naik sekitar 1,11 ribu orang jika dibandingkan dengan warga miskin pada September 2015 yang tercatat sebanyak 4,506 juta jiwa.

Data tersebut kemudian membuat jajaran Pemprov Jateng segera melakukan program percepatan penanggulangan kemiskinan.

Sementara itu, berdasarkan persentase, data statistik September 2015 angka kemiskinan di Jateng sebesar 13,32 persen, lebih besar dari angka kemiskinan secara nasional yang pada September 2015 tercatat 11,13 persen.

Sebelumnya, Pemprov Jateng beralasan penanggulangan kemiskinan terkendala data yang tidak valid, namun saat ini pemprov secara resmi telah menggunakan data dari Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

"Kita sudah punya data dari TNP2K. Data itu adalah data 'by name, by address' di seluruh Jateng. Sekarang data itu kita potong-potong per kabupaten/kota, kita bagikan kepada bupati/wali kota agar itu jadi basis data utama," kata gubernur yang diusung PDI Perjuangan ini.

PBDT yang dipegang bupati/wali kota, diminta Ganjar untuk dijadikan acuan data yang presisi. Para bupati/wali kota kemudian bertugas untuk memastikan, mengawal, meng-update, dan memberikan perlakuan yang dibutuhkan terhadap nama-nama yang tercantum dalam PBDT.

Menurut dia, yang menjadi fokus penanganan kemiskinan bukan hanya keluarga miskin, tapi juga rentan miskin.

Upaya pencegahannya selain dengan pengendalian inflasi dan menerapkan kebijakan makro, juga membantu mereka melalui pelatihan, maupun pendampingan.

Percepatan penanggulangan kemiskinan menjadi fokus tersendiri melalui Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Tahun 2015-2018 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 72 Tahun 2015 dengan target penurunan angka kemiskinan 9,93 persen pada 2018.

Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Jawa Tengah Heru Sudjatmoko mengungkapkan dari 35 kabupaten/kota di Jateng, masih ada 15 kabupaten yang persentase kemiskinannya tinggi yakni, Kabupaten Blora, Grobogan, Cilacap, Purworejo, Klaten, Demak, Sragen, Banyumas, Banjarnegara, Pemalang, Rembang, Purbalingga, Brebes, Kebumen, dan Wonosobo.

Untuk mencapai target tersebut, kata dia pemerintah provinsi tidak bisa berjalan sendirian karena butuh kerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, DPRD, perguruan tinggi, organisasi, tokoh masyarakat, dunia usaha serta dunia industri, pihak swasta dan masyarakat, untuk bergotong-royong secara terpadu mengentaskan kemiskinan di provinsi ini.

Terdapat empat strategi penanggulangan kemiskinan, pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin yang diupayakan melalui pemenuhan jaminan perlindungan sosial.

Kedua, peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin dengan pemberdayaan ekonomi.

Ketiga, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil melalui pengembangan ekonomi berbasis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Keempat, sinergitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dengan optimalisasi program atau anggaran, baik APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, Corporate Social Responsibility (CSR), maupun swadaya masyarakat.

Sementara itu, sejumlah anggota DPRD Provinsi Jateng menilai bahwa pemprov tidak serius dalam menangani kemiskinan. Hal itu ditunjukkan dengan angka statistik jumlah warga miskin yang justru meningkat.

Ketua Komisi B DPRD Jateng Chamim Irfani berpendapat bahwa ketidakseriusan gubernur dalam mengurangi jumlah penduduk miskin itu terlihat dari masih rendahnya alokasi anggaran dana pada APBD untuk sektor perekonomian sehingga berdampak terhadap kelesuan ekonomi masyarakat.

"Jika anggaran untuk sektor perekonomian masih diabaikan maka jangan harap angka kemiskinan di Jateng akan turun," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Selain itu, Chamim juga menyoroti Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2015 tentang Dana Hibah karena peraturan tersebut dinilai menghambat upaya pengurangan angka kemiskinan.

"Kami mendesak agar Pergub Nomor 55/2015 direvisi dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/2016 yang diantaranya mengatur penerima hibah dan bansos yang harus berbadan hukum hanya lembaga pendidikan," ujarnya.

Menurut dia, jika pergub tentang dana hibah direvisi maka Pemprov Jateng dan instansi terkait bisa langsung mengintervensi program pengurangan jumlah warga miskin dengan didasarkan pada "by name by address".

"Dengan 'by name by address', untuk pengurangan (warga miskin) tahapan per tahunnya jelas, dalam setahun ini akan kita kurangi berapa," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa Komisi B DPRD Jateng telah menyerahkan rekomendasi secara resmi kepada Pemprov Jateng agar menindaklanjuti dengam merevisi Pergub No.55/2015.

Anggota Komisi B DPRD Jateng Achsin Maruf mengaku sependapat jika penerima dana hibah di bidang pendidikan harus berbadan hukum.

"Kalau (penerima dana hibah) kelompok masyarakat disahkan oleh SKPD yang membidangi, misalnya kalau terkait nelayan ya Dinas Kelautan dan Perikanan, kelompok tani ya Dinas Pertanian, termasuk masjid atau musala ya cukup Kemenag, tanpa harus badan hukum yang disahkan Kementerian Hukum dan HAM," katanya.

Kalangan legislator mengaku berharap pemerintah serius dalam menekan angka kemiskinan, sebab hal itu terkait dengan kehidupan warga dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

Hal ini juga bisa menjadi indikator sukses tidaknya Ganjar-Heru dalam mempimpin Provinsi Jawa Tengah selama lima tahun.

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang FX Sugiyanto menilai perlu ada "road map" program kebijakan Pemprov Jateng dalam mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan secara sistematis.

"Dari angkanya (angka kemiskinan) memang masih cukup besar, tapi penanganannya itu harus jangka panjang, gak bisa langsung turun," ujarnya.

Menurut dia, ada banyak strategi, baik itu jangka panjang, menengah, ataupun jangka pendek dalam upaya mengurangi angka kemiskinan di Jateng.

Untuk strategi jangka panjang, Pemprov Jateng mesti membenahi infrastruktur, khususnya infrastruktur di daerah pedesaan, meskipun hasilnya tidak bisa langsung kelihatan dalam bentuk penurunan angka kemiskinan.

Program jangka menengah, kata dia, antara lain meningkatkan akses usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk di sektor pertanian pada permodalan sekaligus pemasaran.

"Untuk jangka pendek tentu dengan pemberian bantuan-bantuan sosial untuk kondisi yang darurat dan terbatas seperti Kartu Jateng Sejahtera yang hanya untuk sementara," katanya.

Yang terpenting, kata dia, jangan sampai akses masyarakat miskin untuk dapat fasilitas kesehatan dan pendidikan itu tidak merata.

Sugiyanto berpendapat, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko masih perlu mendorong jajaran birokrasinya agar bisa bergerak cepat dalam penanganan berbagai permasalahan di Jateng.

"Gubernurnya larinya kenceng, tapi birokrasinya 'lelet', itu yang perlu direformasi," tukasnya.

Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024