Jakarta, Antara Jateng - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan perbedaan tarif percakapan telpon antara sesama jaringan operator (on-net) dan lintas operator (off-net) perlu diatur guna menyehatkan industri sekaligus memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Menurut dia di DPR, Jakarta, Rabu malam, saat ini harga percakapan telpon sangat timpang antara panggilan telpon ke sesama operator dibandingkan panggilan telpon lintas operator. "Ada yang menggratiskan ke sesama operator, tapi ke luar, lain operator biayanya Rp2.000 per menit. Jadi ini tidak sehat, rasionya bisa ribuan kali," katanya.
Akibatnya menurut dia, industri tidak efisien karena hanya mendorong untuk berkutat pada percakapan sesama operator. Hal ini mempengaruhi perilaku masyarakat yang tidak efisien dengan memiliki lebih dari satu sim card dan satu telpon selular.
"Jadi masyarakat kalau mau telpon Simpati pakai kartu Simpati, kalau XL pakai XL, Indosat pakai Indosat, ini tidak sehat," katanya.
Ia mengatakan saat ini 350 juta sim card yang beredar di masyarakat, sedangkan pelanggan riilnya hanya 160-170 juta. Artinya setiap pelanggan diperkirakan memiliki dua sim card lebih. Begitu pula jumlah telepon selular yang lebih dari satu.
Hal ini, menurut dia tidak efisien, karena biaya pemeliharaan yang begitu besar pada sim card. Padahal, bila sim card hanya satu setiap pelanggan, maka akan banyak melakukan penghematan.
Selain itu, perilaku masyarakat yang didorong untuk memiliki lebih dari satu telepon seluler guna menghemat biaya percakapan. "Ini kan tidak mendidik," katanya.
Hal tersebut juga merugikan bagi perekonomian nasional, karena meningkatkan impor. Besarnya impor sektor telekomunikasi yang mencapai sekitar 50-60 juta handset menyumbang defisit perdagangan lima miliar dolar AS, katanya.
Menurut Rudiantara, bila bisa dipangkas 100 juta sim card maka akan terjadi penghematan. Belum lagi juga akan mengurangi nilai impor sektor telkomunikasi sehingga defisit perdagangan juga dapat dipangkas dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Untuk itulah, menurut dia, guna mendorong industri yang lebih sehat, maka selisih harga percakapan telpon lintas operator dengan ke sesama jaringan operator dipangkas. Sehingga masyarakat cukup memiliki satu sim card maupun satu telpon seluler.
Menurut dia di DPR, Jakarta, Rabu malam, saat ini harga percakapan telpon sangat timpang antara panggilan telpon ke sesama operator dibandingkan panggilan telpon lintas operator. "Ada yang menggratiskan ke sesama operator, tapi ke luar, lain operator biayanya Rp2.000 per menit. Jadi ini tidak sehat, rasionya bisa ribuan kali," katanya.
Akibatnya menurut dia, industri tidak efisien karena hanya mendorong untuk berkutat pada percakapan sesama operator. Hal ini mempengaruhi perilaku masyarakat yang tidak efisien dengan memiliki lebih dari satu sim card dan satu telpon selular.
"Jadi masyarakat kalau mau telpon Simpati pakai kartu Simpati, kalau XL pakai XL, Indosat pakai Indosat, ini tidak sehat," katanya.
Ia mengatakan saat ini 350 juta sim card yang beredar di masyarakat, sedangkan pelanggan riilnya hanya 160-170 juta. Artinya setiap pelanggan diperkirakan memiliki dua sim card lebih. Begitu pula jumlah telepon selular yang lebih dari satu.
Hal ini, menurut dia tidak efisien, karena biaya pemeliharaan yang begitu besar pada sim card. Padahal, bila sim card hanya satu setiap pelanggan, maka akan banyak melakukan penghematan.
Selain itu, perilaku masyarakat yang didorong untuk memiliki lebih dari satu telepon seluler guna menghemat biaya percakapan. "Ini kan tidak mendidik," katanya.
Hal tersebut juga merugikan bagi perekonomian nasional, karena meningkatkan impor. Besarnya impor sektor telekomunikasi yang mencapai sekitar 50-60 juta handset menyumbang defisit perdagangan lima miliar dolar AS, katanya.
Menurut Rudiantara, bila bisa dipangkas 100 juta sim card maka akan terjadi penghematan. Belum lagi juga akan mengurangi nilai impor sektor telkomunikasi sehingga defisit perdagangan juga dapat dipangkas dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Untuk itulah, menurut dia, guna mendorong industri yang lebih sehat, maka selisih harga percakapan telpon lintas operator dengan ke sesama jaringan operator dipangkas. Sehingga masyarakat cukup memiliki satu sim card maupun satu telpon seluler.