Jepara, Antara Jateng - PT PLN didorong segera menuntaskan permasalahan pembayaran kompensasi lahan dan tanaman milik warga di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang dilalui jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, kata Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid.
"DPR telah menyetuji penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp10 triliun untuk memuluskan rencana proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan Pemerintah Pusat," ujarnya di sela-sela kunjungannya ke Desa Srikandang, Kecamatan Bangsri, Jepara, Minggu.
Anggaran sebesar itu, kata dia, digunakan untuk berbagai hal termasuk ganti rugi atau kompensasi lahan atau tanaman warga yang terkena proyek jaringan SUTT yang membentang dari PLTU Tanjung Jati B Jepara hingga Gardu Induk Ungaran, Kabupaten Semarang.
Dengan harapan, kata dia, proyek pemerintah bisa berjalan lancar tanpa hambatan.
Akan tetapi, kata dia, di lapangan ternyata masih ada permasalahan, khususnya di Kabupaten Jepara.
Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, dia sengaja turun langsung untuk mengetahui secara persis permasalahannya.
Kehadiran politisi dari Partai Gerindra asal Daerah Pemilihan (Dapil) II Jateng (Jepara, Kudus dan Demak) di Balai Desa Srikandang itu, disambut Kepala Desa Srikandang Angga serta sejumlah warga yang lahan atau tanamannya terkena jaringan SUTT namun masih keberatan dengan kompensasi dari PLN.
Di antaranya, Keminah, Suprianingsih, Suryantoro, Puji, Sabar, serta ahli waris dari pemilik lahan bernama Saban.
Hasil temuan di lapangan ini, kata dia, akan dikomunikasikan dengan Dirut PLN.
Apalagi, permasalahan soal pembayaran kompensasi atas lahan dan tanaman warga yang dilewati jaringan SUTT tidak hanya terjadi di satu desa, melainkan terjadi pula di Desa Kaliaman, Kecamatan Kembang serta Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara.
Menurut dia, kondisi di lapangan saat ini memang berbeda dengan pendataan 2011.
"Jika kedua belah pihak sama-sama bersikeras, tentunya tidak akan ada penyelesaiannya," ujar Wachid.
Sementara itu, Suprianingsih mengaku, sengaja tidak mengambil uang kompensasi sebesar Rp24 juta yang dititipkan Pengadilan Negeri Jepara karena sudah ditempuh jalur konsinyasi (uang ganti rugi dititipkan di PN).
Ia berkeyakinan, bahwa proses pendataan yang dilakukan sebelumnya tidak akurat.
"Nama saya saja ditulis berbeda oleh petugas pendata karena hanya tertulis Supria," ujarnya.
Pada saat pendataan, dia bersama pemilik lahan lainnya juga tidak dilibatkan, sehingga mayoritas datanya terjadi kesalahan.
Kepala Desa Srikandang Angga mengatakan, pada prinsipnya pemilik lahan atau tanaman di desanya memaklumi adanya proyek SUTT.
"Mereka juga tidak meminta nominal kompensasi melampaui ketetapan pemerintah. Hanya saja, mereka meminta agar ada proses ukur dan hitung ulang dengan melibatkan pemilik lahan," ujarnya.
Hal itu, kata dia, sebagai bentuk transparansi sehingga tidak menyisakan permasalahan seperti sekarang ini.
"DPR telah menyetuji penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp10 triliun untuk memuluskan rencana proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan Pemerintah Pusat," ujarnya di sela-sela kunjungannya ke Desa Srikandang, Kecamatan Bangsri, Jepara, Minggu.
Anggaran sebesar itu, kata dia, digunakan untuk berbagai hal termasuk ganti rugi atau kompensasi lahan atau tanaman warga yang terkena proyek jaringan SUTT yang membentang dari PLTU Tanjung Jati B Jepara hingga Gardu Induk Ungaran, Kabupaten Semarang.
Dengan harapan, kata dia, proyek pemerintah bisa berjalan lancar tanpa hambatan.
Akan tetapi, kata dia, di lapangan ternyata masih ada permasalahan, khususnya di Kabupaten Jepara.
Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, dia sengaja turun langsung untuk mengetahui secara persis permasalahannya.
Kehadiran politisi dari Partai Gerindra asal Daerah Pemilihan (Dapil) II Jateng (Jepara, Kudus dan Demak) di Balai Desa Srikandang itu, disambut Kepala Desa Srikandang Angga serta sejumlah warga yang lahan atau tanamannya terkena jaringan SUTT namun masih keberatan dengan kompensasi dari PLN.
Di antaranya, Keminah, Suprianingsih, Suryantoro, Puji, Sabar, serta ahli waris dari pemilik lahan bernama Saban.
Hasil temuan di lapangan ini, kata dia, akan dikomunikasikan dengan Dirut PLN.
Apalagi, permasalahan soal pembayaran kompensasi atas lahan dan tanaman warga yang dilewati jaringan SUTT tidak hanya terjadi di satu desa, melainkan terjadi pula di Desa Kaliaman, Kecamatan Kembang serta Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara.
Menurut dia, kondisi di lapangan saat ini memang berbeda dengan pendataan 2011.
"Jika kedua belah pihak sama-sama bersikeras, tentunya tidak akan ada penyelesaiannya," ujar Wachid.
Sementara itu, Suprianingsih mengaku, sengaja tidak mengambil uang kompensasi sebesar Rp24 juta yang dititipkan Pengadilan Negeri Jepara karena sudah ditempuh jalur konsinyasi (uang ganti rugi dititipkan di PN).
Ia berkeyakinan, bahwa proses pendataan yang dilakukan sebelumnya tidak akurat.
"Nama saya saja ditulis berbeda oleh petugas pendata karena hanya tertulis Supria," ujarnya.
Pada saat pendataan, dia bersama pemilik lahan lainnya juga tidak dilibatkan, sehingga mayoritas datanya terjadi kesalahan.
Kepala Desa Srikandang Angga mengatakan, pada prinsipnya pemilik lahan atau tanaman di desanya memaklumi adanya proyek SUTT.
"Mereka juga tidak meminta nominal kompensasi melampaui ketetapan pemerintah. Hanya saja, mereka meminta agar ada proses ukur dan hitung ulang dengan melibatkan pemilik lahan," ujarnya.
Hal itu, kata dia, sebagai bentuk transparansi sehingga tidak menyisakan permasalahan seperti sekarang ini.