Jakarta, Antara Jateng - Garin Nugroho Riyanto, atau dikenal dengan nama Garin Nugroho mulai tertarik pada dunia perfilman sejak usianya 19 Tahun. Memulai karyanya dengan menggarap film pendek dan dokumenter, sutradara kenamaan Tanah Air ini mampu mencuri perhatian dunia.
Kelahiran Yogyakarta, 54 tahun lalu ini berhasil menelurkan setidaknya 23 judul film yang tayang di Indonesia, maupun di berbagai festival perfilman manca negara.
"99 persen film saya meraih penghargaan, total sudah 32 penghargaan," kata Garin kepada Antaranews.
Sebut saja "Daun Di Atas Bantal", film yang mendapuk aktris kawakan Cristine Hakim ini tayang di festival film bergengsi dunia bernama Le Festival International du Film de Cannes atau terkenal dengan Festival Film Cannes pada 1998.
Di Perancis, Film karya Garin ini dikenal dengan judul "Feuille sur un oreiller", yang diputar dalam program Un Certain Regard di Festival Film Cannes 1998.
Bercerita tentang kehidupan tiga anak jalanan di Yogyakarta; Kancil, Heru dan Sugeng yang diperankan oleh tokoh asli di kehidupan nyata dan menjalani hidup dalam kemiskinan bersama Asih (Christine Hakim). Film ini mengangkat tema keseharian, di mana kesulitan hidup dan tragedi yang dialami karakternya ditampilkan apa adanya, namun tetap memiliki unsur artistik dan dramatisasi.
Sayangnya, karena gejolak politik yang terjadi di Indonesia saat itu, suami dari Riani Ikaswati ini tak bisa menyaksikan karyanya tampil pada ajang tersebut.
Setelah itu, pada 2006, film berjudul "Serambi" karyanya kembali masuk dalam Festival Film Cannes.
Tak berhenti di situ, berbagai film besutan Garin selanjutnya juga tak luput dari apresiasi dan penghargaan di dalam maupun luar negeri.
"Aach...Aku Jatuh Cinta", film yang dirilis pada 2015 meraih pujian masyarakat Italia di ajang Festival Sinema Afrika, Asia, dan Amerika Latin 2016 (Festival Cinema Africano, Asia e America Latina) di Milan, Italia.
Festival Sinema Afrika, Asia dan Amerika Latin merupakan festival film asing bergengsi di Italia. Festival ini rutin diselenggarakan setiap tahun di Milan sejak 1991.
Sedangkan, di dalam negeri, film karya Garin menjadi langganan nominasi maupun pemenang pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) untuk berbagai kategori.
Misalnya, unggulan FFI 2009 untuk kategori Penyutradaraan Terbaik pada film "Under The Tree". Selain itu, pemenang di FFI 2006 kategori Penulis Skenario Cerita Adaptasi Terbaik pada film Opera Jawa.
Penghargaan terbaik setelah 35 tahun berkarya, lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini meraih penghargaan yang ia sebut terbaik sepanjang kariernya di dunia sinematografi.
April lalu, Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corrine Breuzéyang menyematkanlencana tanda jasa Chevalier dans l’ordre des Arts et Lettres kepada Garin Nugroho sebagai apresiasi atas karya-karyanya.
"Penghargaan ini adalah sebuah pengakuan atas karir cemerlang Garin Nugroho di bidang budaya dan kontribusi besarnya dalam pengembangan industri sinema di Indonesia, sebuah industri yang sangat diapresiasi di Prancis," kata Corrine Breuzé.
Menurut Corrine, ayah tiga anak tersebut juga memiliki jalinan dengan Prancis karena dua karyanya masuk nominasi Un Certain Regard di Festival Film Cannes. Garin memiliki visi pribadi terkait dengan multikulturalisme, politik dan komunikasi, yang ia sebut sebagai “Indonesia Baruâ€.
Calon Walikota Yogyakarta
Disegani di dunia sinematografi Indonesia, Garin mulai merambah dunia politik aktif, yang ditandai dengan keinginannya maju dalam bursa pencalonan walikota Yogyakarta.
"Konsep jadi walikota, menjadikan Yogyakarta sebagai inspirator ke-Indonesiaan , baik inspirator kota pendidikan dan budaya, city of tolerance," ungkap Garin.
Selain itu, jika terpilih, ia juga ingin menjadikan kota gudeg menjadi inspirator ekonomi kerakyatan, inspirator teknologi baru tepat guna dan birokrasi dengan pelayanan unggul.
"Serta, komunitas sebagai ruang tumbuh terdepan sekaligus warga partisipatif," tukasnya.
Ia menyatakan siap bersaing pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Yogyakarta 2017 dengan menawarkan berbagai program kerja untuk membangun Kota Yogyakarta.
"Yogyakarta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini perlu dikembangkan untuk membangkitkan kembali nilai-nilai Yogyakarta sebagai kota yang inspiratif bagi Indonesia bahkan untuk dunia," katanya.
Semangat pembangunan Yogyakarta dinilainya akan menekankan pada penggabungan aspek politik, bisnis, cendikiawan dan budayawan sehingga pembangunan yang dilakukan berjalan seimbang.
Gerakan Jogja Independent memutuskan pasangan Garin Nugroho-Rommy Harmanto menjadi bakal calon kepala daerah yang akan diusung pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Yogyakarta 2017.
"Setelah mempertimbangkan hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif dari panelis dan perwakilan dari warga yang hadir saat konvensi, maka diputuskan bahwa Garin Nugroho memiliki nilai yang tinggi sehingga ditetapkan sebagai bakal calon wali kota dari Jogja Independent (Joint)," Ketua Tim Panelis Konvensi Joint Busyro Muqodas menyampaikan.
Garin, kemudian memilih satu dari tiga nama peserta konvensi yang tersisa untuk menjadi pasangannya sebagai bakal calon wakil wali kota. Garin kemudian memilih Rommy yang memiliki latar belakang sebagai pendamping usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Berdasarkan penilaian tim panelis yang terdiri dari sembilan orang, diketahui empat peserta konvensi memiliki nilai yang hampir seragam, namun sutradara dan budayawan Garin Nugroho dinilai lebih unggul.
Dari hasil survei terhadap organisasi massa dan perwakilan warga yang mengikuti konvensi, diketahui lebih dari 50 persen warga memiliih Garin.
Kedua kandidat yang ditetapkan sebagai pasangan bakal calon kepala daerah tersebut kemudian menandatangani platforrm kepemimpinan Jogja Independent yang akan digunakan sebagai acuan jika keduanya terpilih sebagai kepala daerah Kota Yogyakarta.
Busyro menegaskan langkah yang dilakukan gerakan Jogja Independent merupakan sebuah tradisi baru untuk memberikan pendidikan demokrasi yang berbasis pada peran serta masyarakat.
"Kami pun tentu akan terus mengawal langkah kedua pasangan bakal calon ini jika mereka terpilih sebagai kepala daerah," katanya yang memberikan apresiasi kepada dua peserta konvensi lainnya yaitu Emmy Yuniarti Rusadi dan Fitri Paulina Andriani.
Kelahiran Yogyakarta, 54 tahun lalu ini berhasil menelurkan setidaknya 23 judul film yang tayang di Indonesia, maupun di berbagai festival perfilman manca negara.
"99 persen film saya meraih penghargaan, total sudah 32 penghargaan," kata Garin kepada Antaranews.
Sebut saja "Daun Di Atas Bantal", film yang mendapuk aktris kawakan Cristine Hakim ini tayang di festival film bergengsi dunia bernama Le Festival International du Film de Cannes atau terkenal dengan Festival Film Cannes pada 1998.
Di Perancis, Film karya Garin ini dikenal dengan judul "Feuille sur un oreiller", yang diputar dalam program Un Certain Regard di Festival Film Cannes 1998.
Bercerita tentang kehidupan tiga anak jalanan di Yogyakarta; Kancil, Heru dan Sugeng yang diperankan oleh tokoh asli di kehidupan nyata dan menjalani hidup dalam kemiskinan bersama Asih (Christine Hakim). Film ini mengangkat tema keseharian, di mana kesulitan hidup dan tragedi yang dialami karakternya ditampilkan apa adanya, namun tetap memiliki unsur artistik dan dramatisasi.
Sayangnya, karena gejolak politik yang terjadi di Indonesia saat itu, suami dari Riani Ikaswati ini tak bisa menyaksikan karyanya tampil pada ajang tersebut.
Setelah itu, pada 2006, film berjudul "Serambi" karyanya kembali masuk dalam Festival Film Cannes.
Tak berhenti di situ, berbagai film besutan Garin selanjutnya juga tak luput dari apresiasi dan penghargaan di dalam maupun luar negeri.
"Aach...Aku Jatuh Cinta", film yang dirilis pada 2015 meraih pujian masyarakat Italia di ajang Festival Sinema Afrika, Asia, dan Amerika Latin 2016 (Festival Cinema Africano, Asia e America Latina) di Milan, Italia.
Festival Sinema Afrika, Asia dan Amerika Latin merupakan festival film asing bergengsi di Italia. Festival ini rutin diselenggarakan setiap tahun di Milan sejak 1991.
Sedangkan, di dalam negeri, film karya Garin menjadi langganan nominasi maupun pemenang pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) untuk berbagai kategori.
Misalnya, unggulan FFI 2009 untuk kategori Penyutradaraan Terbaik pada film "Under The Tree". Selain itu, pemenang di FFI 2006 kategori Penulis Skenario Cerita Adaptasi Terbaik pada film Opera Jawa.
Penghargaan terbaik setelah 35 tahun berkarya, lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini meraih penghargaan yang ia sebut terbaik sepanjang kariernya di dunia sinematografi.
April lalu, Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corrine Breuzéyang menyematkanlencana tanda jasa Chevalier dans l’ordre des Arts et Lettres kepada Garin Nugroho sebagai apresiasi atas karya-karyanya.
"Penghargaan ini adalah sebuah pengakuan atas karir cemerlang Garin Nugroho di bidang budaya dan kontribusi besarnya dalam pengembangan industri sinema di Indonesia, sebuah industri yang sangat diapresiasi di Prancis," kata Corrine Breuzé.
Menurut Corrine, ayah tiga anak tersebut juga memiliki jalinan dengan Prancis karena dua karyanya masuk nominasi Un Certain Regard di Festival Film Cannes. Garin memiliki visi pribadi terkait dengan multikulturalisme, politik dan komunikasi, yang ia sebut sebagai “Indonesia Baruâ€.
Calon Walikota Yogyakarta
Disegani di dunia sinematografi Indonesia, Garin mulai merambah dunia politik aktif, yang ditandai dengan keinginannya maju dalam bursa pencalonan walikota Yogyakarta.
"Konsep jadi walikota, menjadikan Yogyakarta sebagai inspirator ke-Indonesiaan , baik inspirator kota pendidikan dan budaya, city of tolerance," ungkap Garin.
Selain itu, jika terpilih, ia juga ingin menjadikan kota gudeg menjadi inspirator ekonomi kerakyatan, inspirator teknologi baru tepat guna dan birokrasi dengan pelayanan unggul.
"Serta, komunitas sebagai ruang tumbuh terdepan sekaligus warga partisipatif," tukasnya.
Ia menyatakan siap bersaing pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Yogyakarta 2017 dengan menawarkan berbagai program kerja untuk membangun Kota Yogyakarta.
"Yogyakarta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini perlu dikembangkan untuk membangkitkan kembali nilai-nilai Yogyakarta sebagai kota yang inspiratif bagi Indonesia bahkan untuk dunia," katanya.
Semangat pembangunan Yogyakarta dinilainya akan menekankan pada penggabungan aspek politik, bisnis, cendikiawan dan budayawan sehingga pembangunan yang dilakukan berjalan seimbang.
Gerakan Jogja Independent memutuskan pasangan Garin Nugroho-Rommy Harmanto menjadi bakal calon kepala daerah yang akan diusung pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Yogyakarta 2017.
"Setelah mempertimbangkan hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif dari panelis dan perwakilan dari warga yang hadir saat konvensi, maka diputuskan bahwa Garin Nugroho memiliki nilai yang tinggi sehingga ditetapkan sebagai bakal calon wali kota dari Jogja Independent (Joint)," Ketua Tim Panelis Konvensi Joint Busyro Muqodas menyampaikan.
Garin, kemudian memilih satu dari tiga nama peserta konvensi yang tersisa untuk menjadi pasangannya sebagai bakal calon wakil wali kota. Garin kemudian memilih Rommy yang memiliki latar belakang sebagai pendamping usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Berdasarkan penilaian tim panelis yang terdiri dari sembilan orang, diketahui empat peserta konvensi memiliki nilai yang hampir seragam, namun sutradara dan budayawan Garin Nugroho dinilai lebih unggul.
Dari hasil survei terhadap organisasi massa dan perwakilan warga yang mengikuti konvensi, diketahui lebih dari 50 persen warga memiliih Garin.
Kedua kandidat yang ditetapkan sebagai pasangan bakal calon kepala daerah tersebut kemudian menandatangani platforrm kepemimpinan Jogja Independent yang akan digunakan sebagai acuan jika keduanya terpilih sebagai kepala daerah Kota Yogyakarta.
Busyro menegaskan langkah yang dilakukan gerakan Jogja Independent merupakan sebuah tradisi baru untuk memberikan pendidikan demokrasi yang berbasis pada peran serta masyarakat.
"Kami pun tentu akan terus mengawal langkah kedua pasangan bakal calon ini jika mereka terpilih sebagai kepala daerah," katanya yang memberikan apresiasi kepada dua peserta konvensi lainnya yaitu Emmy Yuniarti Rusadi dan Fitri Paulina Andriani.