Temanggung, Antara Jateng - Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terus berusaha meningkatkan produksi ikan seiring dengan peningkatan konsumsi ikan di masyarakat.

         Salah satu jenis ikan yang kini menjadi perhatian kabupaten yang ada di antara Gunung Sumbing dan Sindoro tersebut adalah ikan uceng, karena memiliki potensi ekonomi cukup tinggi.

         Ikan uceng menjadi salah satu oleh-oleh khas Temanggung yang biasanya dipasarkan dalam bentuk olahan ikan uceng goreng dengan harga mencapai Rp250.000 per kilogram.

         Rasanya yang gurih dengan cita rasa yang khas ini selalu dicari para pemburu kuliner. Potensi pasar ikan uceng yang cukup bagus tersebut, kurang didukung oleh penyediaan bahan baku karena tergantung dari hasil tangkapan alam.

         Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung bekerja sama dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Budi Daya Ikan Air Tawar Bogor melakukan penelitian terhadap ikan uceng yang hidup di Sungai Progo.

         Melalui penelitian tersebut diharapkan ikan uceng yang biasa hidup bebas di sungai, nantinya bisa dibudidayakan di kolam atau paling tidak bisa dilakukan pemijahan buatan kemudian benihnya dikembalikan ke sungai.

         Kabid Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung Muhammad Hadi mengatakan guna melestarikan atau menambah populasi ikan uceng di alam liar maka diperlukan penelitian untuk mengembangbiakkan ikan air tawar tersebut.

         Ia menuturkan dalam penelitian tersebut menggunakan sekitar 1.000 ekor uceng yang dibagi dalam 24 akuarium.

         "Dalam penelitian tersebut dilakukan pengamatan di dua tempat, yakni di Balai Penelitian dan Pengembangan Budi Daya Ikan Air Tawar di Bogor dan di UPT Perikanan Mudal Temanggung," katanya.

         Ia mengatakan setelah uceng ditebar dalam sejumlah akuariun, pada tahap awal dilakukan penelitian perilaku ikan.

         "Berdasarkan penelitian sementara, ikan yang mendapat perlakuan seperti habitat aslinya tingkat kehidupannya mencapai 100 persen, sedangkan tanpa pasir tingkat hidup ikan 70-90 persen," katanya.

         Setelah mengetahui perilaku ikan, katanya, juga meneliti ciri-ciri ikan betina atau jantan dan juga berapa telur yang dihasilkan setiap induk betina.

         Seorang peneliti, Ismiyati, mengatakan ikan yang dipelihara dalam akuarium di dalamnya ditambah pasir ternyata tingkat kehidupan lebih baik daripada tanpa media pasir.

         "Dalam aktivitas ikan uceng ternyata sering masuk ke dalam pasir yang ada di dasar akuarium," katanya.

         Ia mengatakan berdasarkan pengamatan, ikan uceng gerakannya aktif dan saat makan dilakukan dengan cara menyambar pakan. Induk ikan uceng paling panjang tujuh centimeter dan dalam umur dua bulan ikan tersebut siap bertelur.

   
                     Pemijahan Buatan
         Penelitian yang dilakukan sejak pertengahan September 2015 tersebut, pada awal April 2016 ikan uceng yang sudah siap bertelur, berhasil dipijahkan secara buatan.

         "Berdasarkan informasi yang kami peroleh pemijahan ikan famili Nemacheilidae secara buatan belum ada yang berhasil," kata peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budi Daya Ikan Air Tawar Bogor Jojo Subagja.

         Menurut dia, kemungkinan baru pertama kali ikan kelompok tersebut bisa dilakukan pemijahan secara buatan di Temanggung.

         Ia menuturkan penelitian ikan uceng dimulai dari adaptasi dengan melakukan penangkapan dari alam kemudian diadaptasikan secara eksitu atau di luar habitat aslinya, yaitu di akuarium dengan memodifikasi lingkungan seperti alamnya.

         Setelah proses sekitar dua bulan, katanya, uceng bisa merespons terhadap pakan buatan dan dalam perkembangan selanjutnya ternyata ada yang matang gonad, kemudian dicoba reproduksi secara buatan.

         "Induk-induk uceng kami coba suntik hormon untuk mempercepat proses ovulasi atau pengeluaran telur. Setelah disuntik kami bedakan mana yang dibuat secara alamiah, semi-alamiah, dan ada yang pembuahan buatan atau artifisial," katanya.

         Menurut dia, dari proses tersebut ada induk yang sudah memijah secara alami, yang sebelumnya juga disuntik hormon.

         "Dalam waktu sekitar tujuh hingga delapan jam sudah mengeluarkan telur. Kemudian yang belum mijah secara alami kami lakukan artifisial, induk betina dilakukan pengurutan kemudian jantan juga diambil spermanya dan dilakukan pembuahan secara buatan," katanya.

         Hasil telurnya kemudian ditetaskan di dalam wadah yang sudah disiapkan. Tahap selanjutnya kalau sudah menetas dilihat perkembangan yang ada ternyata daya tetas atau daya pembuahannya bagus dan embrionya sudah berkembang.

         Setelah menetas, tahap selanjutnya pemeliharaan larva, kalau dilihat secara umum bahwa larva ikan ini mempunyai sifat agak melayang di dalam air.

         "Setelah menetas larva dikasih pakan buatan, mungkin di awalnya bisa plangton dulu, karena ukurannya sangat kecil, kemudian dilakukan pembesaran. Pengembangan ini baru skala penelitian, ke depannya akan dilakukan pengembangan secara massal," katanya.

         Ia menuturkan berdasarkan penghitungan sementara, satu induk betina uceng bisa menghasilkan sekitar 700 butir telur.

         Penanggung jawab kegiatan domestikasi ikan uceng di luar habitat aslinya dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar Bogor Anang Hari Kristanto menuturkan pihaknya kerja sama dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung sejak 2015 untuk penelitian ikan uceng.

         Ia mengatakan ikan uceng diambil dari alam, yakni di Sungai Progo Temanggung, kemudian ditaruh dalam akuarium dengan sistem reserkulasi.

         Ia menuturkan tujuan dari penelitian ini ke depan, jika ikan uceng telah memenuhi populasinya bisa membantu Dinas Peternakan dan Perikanan setempat dalam memproduksi atau meningkatkan pengembangbiakannya.


Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024