Semarang, Antara Jateng - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menegaskan pembangunan tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan sejarah kota, seperti keberadaan perkampungan asli Semarang.
"Pembangunan tidak boleh berhenti, tetapi sejarah Kota Semarang harus tetap dijaga. Semarang kan punya kampung-kampung tua. Jangan sampai tergusur," kata Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi di Semarang.
Sejumlah perkampungan tua sudah hilang, seperti Kampung Jayenggaten yang berubah menjadi hotel besar, Kampung Petempen hilang berganti bangunan apartemen dan hotel, serta sebagian Kampung Sekayu berubah menjadi mal.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan warga di Kampung Kebonsari yang termasuk perkampungan tua juga terancam tergusur dengan keluarnya putusan eksekusi dari pengadilan yang dijadwalkan pada 20 April mendatang.
Penuturan warga Kampung Kebonsari yang sudah menempati perkampungan itu secara turun temurun, Kampung Kebonsari sudah ada dan ditempati masyarakat sejak 1908, namun kini terancam hilang begitu saja digusur.
Supriyadi menegaskan Pemerintah Kota Semarang harus berani menghentikan izin pembangunan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan warga setempat, sejarah, dan nilai kecagarbudayaan.
"Termasuk di perkampungan-perkampungan asli Semarang. Kalau mau dibangun, entah hotel, mal, dan sebagainya, ya, harus berani dihentikan. Investor harus menghormati aspek historis dan kemanusiaan," katanya.
Aspek kemanusiaan yang dimaksudkan, kata dia, selama ini banyak warga perkampungan tua yang tergusur begitu saja dari tanah kelahirannya tanpa mendapatkan ganti untung atau tempat tinggal pengganti yang layak.
"Apabila di suatu perkampungan memang ada bangunan yang bernilai historis bagi perkembangan Kota Semarang, Pemkot Semarang bisa saja membelinya. Kapan lagi? Ya, semestinya dimulai dari sekarang," tegasnya.
Pemkot Semarang, kata dia, bisa menerapkan program "land banking" sehingga mampu menjaga keberadaan perkampungan-perkampungan tua di Semarang agar tetap lestari meski pembangunan terus dilakukan.
"Ya, dengan pemerintah membeli tanah itu. Kan tidak harus satu kampung, bisa beberapa rumah yang masih terjaga keasrian arsitekturalnya dan memiliki nilai historis bagi perkembangan Semarang," pungkasny.
"Pembangunan tidak boleh berhenti, tetapi sejarah Kota Semarang harus tetap dijaga. Semarang kan punya kampung-kampung tua. Jangan sampai tergusur," kata Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi di Semarang.
Sejumlah perkampungan tua sudah hilang, seperti Kampung Jayenggaten yang berubah menjadi hotel besar, Kampung Petempen hilang berganti bangunan apartemen dan hotel, serta sebagian Kampung Sekayu berubah menjadi mal.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan warga di Kampung Kebonsari yang termasuk perkampungan tua juga terancam tergusur dengan keluarnya putusan eksekusi dari pengadilan yang dijadwalkan pada 20 April mendatang.
Penuturan warga Kampung Kebonsari yang sudah menempati perkampungan itu secara turun temurun, Kampung Kebonsari sudah ada dan ditempati masyarakat sejak 1908, namun kini terancam hilang begitu saja digusur.
Supriyadi menegaskan Pemerintah Kota Semarang harus berani menghentikan izin pembangunan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan warga setempat, sejarah, dan nilai kecagarbudayaan.
"Termasuk di perkampungan-perkampungan asli Semarang. Kalau mau dibangun, entah hotel, mal, dan sebagainya, ya, harus berani dihentikan. Investor harus menghormati aspek historis dan kemanusiaan," katanya.
Aspek kemanusiaan yang dimaksudkan, kata dia, selama ini banyak warga perkampungan tua yang tergusur begitu saja dari tanah kelahirannya tanpa mendapatkan ganti untung atau tempat tinggal pengganti yang layak.
"Apabila di suatu perkampungan memang ada bangunan yang bernilai historis bagi perkembangan Kota Semarang, Pemkot Semarang bisa saja membelinya. Kapan lagi? Ya, semestinya dimulai dari sekarang," tegasnya.
Pemkot Semarang, kata dia, bisa menerapkan program "land banking" sehingga mampu menjaga keberadaan perkampungan-perkampungan tua di Semarang agar tetap lestari meski pembangunan terus dilakukan.
"Ya, dengan pemerintah membeli tanah itu. Kan tidak harus satu kampung, bisa beberapa rumah yang masih terjaga keasrian arsitekturalnya dan memiliki nilai historis bagi perkembangan Semarang," pungkasny.