"Disimpulkan bahwa yang keluar di kawasan tersebut sebenarnya hanya gas dan tidak akan terjadi seperti kejadian di Lapindo Sidoarjo," katanya, dari Bojonegoro, Senin.

Ia yang pernah melakukan peninjauan lapangan di lokasi di Kecamatan Gondang itu menjelaskan gas yang keluar mengandung belerang dan H2S (hidrogen sulfida) yang tidak terlalu besar (konsentrasi partikel 1 ppm), karena dekat dengan intrusi andesit yang banyak mengandung besi.

Dengan demikian, kalau tidak dalam kondisi musim hujan, maka yang keluar hanyalah gas, tanpa air dan lumpur.

"Dimungkinkan keluarnya gas hanya kecil dan bisa jadi Kahyangan Api ke-2 di Bojonegoro jika disulut api dan selalu keluar gas, maka api tidak pernah akan padam," ujar dia.

Ia juga mengemukakan gas yang keluar berasal dari reservoir Formasi Seloreja ataupun Formasi Wonocolo yang hanya tipis di atas intrusi Andesit.

Formasi Wonocolo dan Formasi Seloreja adalah reservoir yang terlipat membentuk antiklin Selo Gajah, yang bisa dipakai untuk perangkap gas.

Oleh karena itu, lanjut dia, lumpur dan air yang keluar hanyalah sedikit dengan debit sekitar 1 liter per detik, karena melalui batu lempung Formasi Kalibeng yang sudah padat.

Secara ilmiah, menurut dia, terjadinya kawasan Bojonegoro, disebabkan lempeng India-Australia, menumbuk Jawa, sekitar 3 juta tahun lalu. Akibat tumbukan itu, terbentuklah lipatan-lipatan di Bojonegoro, salah satunya antiklin Selo Gajah.

Bersamaan dengan terbentuknya lipatan tersebut terjadilah intrusi andesit, yang selanjutnya tertutup secara tidak selaras oleh batu lempung Formasi Kalibeng.

Formasi Kalibeng juga terkena tektonik Pleistosen, sekitar 1,6 juta tahun lalu dan terlipat serta secara keseluruhan Bojonegoro akhirnya yang semula laut berubah, menjadi daratan.

"Pada titik perpotongan tersebut terjadilah kebocoran gas yang terjadi saat ini," ujarnya.

Kasi Trantib Kecamatan Gondang, Bojonegoro, Eko Wage, menjelaskan sebelum muncul semburan air bercampur lumpur dan gas di desa setempat pernah terjadi gempa secara berturut-turut selama dua pekan.

"Kejadiannya dua bulan lalu," ucapnya.

Sesuai perhitungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat bahwa semburan lumpur bercampur air yang terjadi di empat lokasi di satu kawasan sejak lima hari lalu itu, debitnya sekitar 1 liter per detik.

Debit air itu, masuk ke Kali Keramat di desa setempat, yang selanjut masuk ke Kali Gondang, sebelumnya akhirnya airnya ke Waduk Pacal.

"Air di Kali Keramat berwarna keruh bercampur lumpur, tapi di Kali Gondang masih jernih, sebab ada tambahan air dari Kali Senganten," kata seorang petugas.

Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024