"Janganlah kita menghukum orang yang tidak bersalah hanya karena tirani opini publik yang telah menuntut penjatuhan hukuman atas dirinya," kata OC Kaligis, saat membacakan pledoi (nota pembelaan), di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.
"Janganlah kita menghukum seseorang karena kuatnya tuntutan untuk memberantas tindak pidanan korupsi sehingga apapun yang dikatakan KPK tentang kejahatan yang dituduhkan pada dirinya kita terima sbagai kebenaran," kata dia.
Kaligis membacakan pledoi pribadi berjudul Tuntutan Penuh Kedengkian sepanjang 53 halaman selama sekitar dua jam. Pledoi itu menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Kaligis divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan dalam perkara tersebut.
Kaligis juga menuding jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin Yudi Kristiana telah melakukan rekayasa sedemikian rupa sehingga tampak sebagai fakta-fakta hukum dan kebenaran.
"KPK mengorbankan kebenaran hanya demi kemenangan, termasuk dalam proses saya sebagai tersangka dengan melakukan pemblokiran rekening-rekening yang tidak ada hubungannya dengan perkara," kata pledoi Kaligis itu.
"KPK dengan para penyidik dan JPU terlalu bersemangat dan bermental menang dengan cara apapun, termasuk melanggar KUHAP sekalipun, demi untuk mencapai target, demi pencitraan positif di mata masyarakat, demi karir tanpa peduli prinsip-prinsip hukum," tambah Kaligis.
Prinsip KUHAP menurut Kaligis adalah bahwa seharusnya ia yang bukan penyelenggara negara dituntut separuh dari tuntutan untuk penyelenggara negara yaitu hakim PTUN Medan, Tripeni Putro, yang dituntut cuma empat tahun penjara.
"Saya dituntut 10 tahun, dalam paket yang sama dengan Tripeni Irianto Putro dan panitera Syamsir Yusfan. Tripeni dituntut empat tahun kemudian Syamsir dituntut 4,5 tahun. Menurut KUHP dan yurisprudensi mestinya saya dituntut 50 persen dari mereka," katanya.
"Dan saya yakin KPK pun menuntut Gary (Muhammad Yagari Bhastara Guntur) jauh di bawah saya padahal Gary adalah otak dan pelaku utama," tambah Kaligis.
Kaligis juga mengaku, bila dia divonis bersalah berarti ia pun mendapatkan hukuman mati karena ia sudah lanjut usia.
"Kalau saya dengan usia saya 74 tahun, bukan saja kantor dan para pengacara saya dilumpuhkan tapi dalam benak KPK, saya harus mendapat hukuman mati. Semoga hakim yang mulia masih mau melihat saya sebagai manusia yang masih berguna bagi perjuangan hukum di Indonesia," ungkap Kaligis.
"Janganlah kita menghukum seseorang karena kuatnya tuntutan untuk memberantas tindak pidanan korupsi sehingga apapun yang dikatakan KPK tentang kejahatan yang dituduhkan pada dirinya kita terima sbagai kebenaran," kata dia.
Kaligis membacakan pledoi pribadi berjudul Tuntutan Penuh Kedengkian sepanjang 53 halaman selama sekitar dua jam. Pledoi itu menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Kaligis divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan dalam perkara tersebut.
Kaligis juga menuding jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin Yudi Kristiana telah melakukan rekayasa sedemikian rupa sehingga tampak sebagai fakta-fakta hukum dan kebenaran.
"KPK mengorbankan kebenaran hanya demi kemenangan, termasuk dalam proses saya sebagai tersangka dengan melakukan pemblokiran rekening-rekening yang tidak ada hubungannya dengan perkara," kata pledoi Kaligis itu.
"KPK dengan para penyidik dan JPU terlalu bersemangat dan bermental menang dengan cara apapun, termasuk melanggar KUHAP sekalipun, demi untuk mencapai target, demi pencitraan positif di mata masyarakat, demi karir tanpa peduli prinsip-prinsip hukum," tambah Kaligis.
Prinsip KUHAP menurut Kaligis adalah bahwa seharusnya ia yang bukan penyelenggara negara dituntut separuh dari tuntutan untuk penyelenggara negara yaitu hakim PTUN Medan, Tripeni Putro, yang dituntut cuma empat tahun penjara.
"Saya dituntut 10 tahun, dalam paket yang sama dengan Tripeni Irianto Putro dan panitera Syamsir Yusfan. Tripeni dituntut empat tahun kemudian Syamsir dituntut 4,5 tahun. Menurut KUHP dan yurisprudensi mestinya saya dituntut 50 persen dari mereka," katanya.
"Dan saya yakin KPK pun menuntut Gary (Muhammad Yagari Bhastara Guntur) jauh di bawah saya padahal Gary adalah otak dan pelaku utama," tambah Kaligis.
Kaligis juga mengaku, bila dia divonis bersalah berarti ia pun mendapatkan hukuman mati karena ia sudah lanjut usia.
"Kalau saya dengan usia saya 74 tahun, bukan saja kantor dan para pengacara saya dilumpuhkan tapi dalam benak KPK, saya harus mendapat hukuman mati. Semoga hakim yang mulia masih mau melihat saya sebagai manusia yang masih berguna bagi perjuangan hukum di Indonesia," ungkap Kaligis.