Jenazah Gusti Noeroel dibawa dari Bandung, Jawa Barat, dengan menggunakan pesawat carter.

Sebelum diantar ke peristirahatan terakhirnya di Astana Giri Layu Karanganyar, Jawa Tengah, jenazah disemayamkan sejenak di Pringitan Ndalem Ageng Pura Mangkunegaran.

Hadir di sana sejumlah sanak dan saudara untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Gusti Noeroel. Tampak juga Penjabat (Pj) Wali Kota Surakarta Budi Suharto yang ikut memberikan penghormatan terakhir.

Tepat pukul 11.30 WIB, jenazah dibawa keluar dari Pura Mangkunegaran menuju pemakaman keluarga Astana Giri Layu Karanganyar. Sebelum menuju ke mobil jenazah, sejumlah anak kandung dan saudara lain melakukan upacara adat, salah satunya brobosan.

Putra Sulung Gusti Noeroel, KPH Ir Sularso Basarah Soerjosoejarso ketika ditemui sejumlah awak media menerangkan, sang Ibunda sebelumnya menderita sakit. Bahkan, hampir tiga pekan almarhumah dirawat di sebuah rumah sakit di Bandung.

"Awal mula ibu mengeluh sakit, karena terkena gula darah yang cukup tinggi. Selain itu, selama ini memang beliau kerap menghabiskan waktunya di tempat tidur," katanya.

Meninggalnya Gusti Noeroel ini membawa duka mendalam dari masyarakat Kota Solo. Apalagi, sosoknya yang lekat sebagai tokoh perempuan di Pura Mangkunegaran membuatnya menjadi perempuan yang disegani.

Gusti Noeroel menjadi perempuan yang istimewa karena mendapatkan pendidikan khusus untuk perempuan di zamannya, kata Budayawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Teguh Sahid Widodo.

Ia mengatakan pada masa itu, banyak raja yang hanya menjadi simbol bagi pemerintahan. Namun hal berbeda terjadi di Mangkunegaran, potensi ekonominya yang kuat membuat Mangkunegaran dipandang lain oleh kerajaan Belanda saat itu.

"Hal inilah yang membuat pendidikan yang diterima oleh Noeroel kecil berbeda dengan perempuan yang lainnya. Gusti Noeroel tumbuh dengan pendidikan yang kuat dari keluarga Mangkunegaran kala itu," katanya.

Bahkan perlakuan istimewa yang diterima oleh Gusti Noeroel. Pada saat perempuan kala itu tidak bisa menunggang kuda, Noeroel kecil sudah diajarkan untuk menunggang kuda. Bahkan putri tunggal Mangkunegara VII ini mempunyai kesempatan untuk mempersembahkan tarian tradisional Jawa di depan Ratu Wilhelmina saat pernikahan Putri Juliana. Bahkan dalam kesempatan itu, Gusti Noeroel membawa seperangkat gamelan langsung dari Jawa ke Belanda.

"Tentunya hal ini bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Sebuah kehormatan yang sangat besar bagi perempuan Jawa pada zaman itu yang bisa mempersembahkan tarian pada Ratu Belanda," katanya.

Bahkan Gusti Noeroel adalah simbol perempuan yang powerfull di masa itu. Penolakannya terhadap poligami membuatnya menjadi perempuan yang disegani dibandingkan dengan bangsawan wanita di masa itu.

Apalagi sejak kecil, Gusti Noeroel sudah akrab bergaul dengan noni-noni Belanda. Bahkan di masa itu, dirinya sudah bisa mendapatkan pendidikan yang setara dengan para noni Belanda sehingga membuat Gusti Noeroel terkesan sebagai perempuan yang anggun dan cerdas.

"Dirinya juga berpenampilan layaknya perempuan modern. Zaman itu perempuan Jawa masih akrab dengan kain jarik, namun Gusti Noeroel sudah menggunakan rok sebagai busana sehari-harinya. Bahkan hal ini sangat didukung oleh ayahnya, terbukti saat berbelanja, Noeroel selalu diantar ayahanda ke Yogyakarta," ujarnya.

Pewarta : Joko Widodo
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024